Dalam Merujuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018, pemeriksaan analisis risiko dapat dilakukan atas satu jenis pajak (single tax), maupun beberapa jenis pajak (all taxes).Â
Pemeriksaan all taxes dapat dilakukan melalui Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP). DSPP dapat berasal dari usulan KPP yang merupakan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) yang dilakukan pemeriksaan. Kemudian, DSPP yang merupakan usulan Kanwil DJP berdasarkan analisis risiko mandiri.Â
Selain itu, DSPP dapat berasal dari Direktorat P2 berdasarkan analisis maupun data pihak lain. Pada prinsipnya pelaksanaan dari RBA mengikuti tata cara pemeriksaan berdasarkan PMK 184 Tahun 2015, yaitu dimulai dari penyampaian SP2, hingga penerbitan SKP berdasarkan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Tujuan Risk-Based Tax Audit Penting dalam Penegakan Perpajakan
Risk-Based Tax Audit (pemeriksaan pajak berbasis risiko) memiliki peran yang sangat strategis dalam penegakan perpajakan karena memastikan bahwa sumber daya audit digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan kepatuhan pajak yang lebih baik.Â
Proses ini mengidentifikasi area yang paling berisiko dan berpotensi menimbulkan ketidakpatuhan, sehingga membantu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) fokus pada wajib pajak atau transaksi yang memerlukan perhatian lebih. Berikut adalah pengembangan dari tujuan utama Risk-Based Tax Audit:
- Efisiensi Penggunaan Sumber Daya. Salah satu manfaat utama dari penerapan Risk-Based Tax Audit adalah peningkatan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Dalam konteks pemeriksaan pajak, efisiensi berarti alokasi sumber daya audit (waktu, tenaga, dan biaya) secara tepat sasaran berdasarkan tingkat risiko yang dimiliki oleh wajib pajak.
- Mengalokasikan Sumber Daya yang Tepat pada Wajib Pajak dengan Risiko Tinggi. Pemeriksaan berbasis risiko memungkinkan DJP untuk mengarahkan tenaga pemeriksaannya pada wajib pajak yang dianggap memiliki risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan perpajakan. Indikator risiko tinggi ini bisa meliputi transaksi yang tidak wajar, laporan keuangan yang menunjukkan perbedaan mencolok dengan data historis, atau aktivitas usaha yang melibatkan skema transaksi lintas negara yang kompleks.Â
- Dengan demikian, DJP dapat memfokuskan upayanya pada wajib pajak yang benar-benar memerlukan pemeriksaan mendalam, mengurangi risiko terjadinya penggelapan atau penghindaran pajak yang berdampak pada penerimaan negara.
- Mengurangi Waktu dan Biaya Pemeriksaan untuk Wajib Pajak dengan Risiko Rendah. Sebaliknya, wajib pajak yang dianggap memiliki risiko rendah dapat menjalani proses pemeriksaan yang lebih sederhana atau bahkan dikecualikan dari pemeriksaan intensif. Hal ini akan mengurangi beban waktu dan biaya yang diperlukan dalam proses pemeriksaan, serta mengurangi ketidaknyamanan di pihak wajib pajak.Â
- Dengan pendekatan ini, proses audit dapat berlangsung lebih cepat dan tidak memakan sumber daya secara berlebihan, yang pada akhirnya akan menciptakan sistem pemeriksaan yang lebih efisien. Sumber daya yang tersisa dapat dialokasikan untuk menangani kasus-kasus yang lebih penting atau lebih mendesak.
- Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak. Risk-Based Tax Audit juga bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara keseluruhan, baik melalui dorongan positif maupun efek jera terhadap pelanggaran.
- Mendorong Wajib Pajak untuk Mematuhi Kewajiban Perpajakan. Dengan mengetahui bahwa DJP memiliki sistem pemeriksaan yang berbasis risiko dan canggih, wajib pajak akan merasa terdorong untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan benar.
- Â Sistem RBA ini memberikan sinyal bahwa ketidakpatuhan akan lebih mudah terdeteksi, yang membuat wajib pajak lebih berhati-hati dan patuh terhadap aturan perpajakan. Kepatuhan yang lebih tinggi ini tidak hanya mencakup pelaporan yang benar, tetapi juga pembayaran pajak yang tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan.
- Memberikan Efek Jera kepada Wajib Pajak yang Cenderung Melanggar Peraturan Perpajakan. Bagi wajib pajak yang sengaja melanggar aturan perpajakan atau terlibat dalam penghindaran pajak, RBA berfungsi sebagai alat penegakan hukum yang efektif. Pemeriksaan yang difokuskan pada area risiko tinggi akan memberikan efek jera, karena mereka akan mengetahui bahwa DJP memiliki kemampuan untuk mendeteksi pelanggaran lebih cepat dan akurat.Â
- Efek jera ini diharapkan dapat menurunkan angka ketidakpatuhan di masa depan dan membuat wajib pajak lebih bertanggung jawab terhadap kewajiban perpajakan mereka.
- Fokus pada Potensi Risiko Tinggi. Dalam kerangka Risk-Based Tax Audit, fokus utama adalah pada area atau wajib pajak yang memiliki potensi risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan. Dengan demikian, pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan lebih terarah dan efektif.
- Menyasar Wajib Pajak yang Memiliki Potensi Risiko Tinggi. Risk-Based Tax Audit memanfaatkan data-data historis dan sistem analitik modern untuk mengidentifikasi wajib pajak yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara.Â
- Data ini mencakup profil keuangan, sejarah pelaporan, dan aktivitas bisnis yang dinilai memiliki risiko tinggi. Pemeriksaan dapat difokuskan pada sektor usaha atau tipe transaksi yang sering kali menunjukkan ketidaksesuaian dalam pelaporan pajak, seperti industri dengan margin keuntungan yang tinggi, aktivitas lintas negara, atau skema perpajakan yang kompleks.
- Mendukung Penegakan Perpajakan yang Lebih Efektif dan Efisien. Dengan pendekatan berbasis risiko, DJP dapat mengarahkan upayanya ke area yang memerlukan perhatian lebih besar, sehingga penegakan perpajakan menjadi lebih efektif dan efisien. Proses ini membantu pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara dan mempersempit ruang bagi wajib pajak yang berusaha menghindari kewajiban pajak.Â
- Efisiensi penegakan ini juga menciptakan lingkungan perpajakan yang lebih adil, di mana wajib pajak yang patuh tidak merasa terbebani oleh pemeriksaan yang tidak perlu, sementara wajib pajak yang berisiko tinggi mendapatkan pengawasan yang tepat