Audit Berbasis Risiko (Risk-Based Audit/RBA) adalah pendekatan audit yang berfokus pada proses identifikasi, evaluasi, dan mitigasi risiko yang berpotensi signifikan terhadap pencapaian tujuan entitas.Â
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses audit dengan menitikberatkan pada area yang memiliki risiko tertinggi terhadap kesalahan material atau ketidakpatuhan.Â
Dengan mengalokasikan sumber daya secara proporsional sesuai dengan tingkat risiko, RBA membantu auditor dalam mengoptimalkan upaya mereka untuk mendeteksi masalah utama yang dapat mempengaruhi laporan keuangan atau proses operasional.
Dalam RBA, auditor memulai dengan memahami lingkungan bisnis entitas, termasuk faktor-faktor eksternal dan internal yang dapat memengaruhi risiko inheren.Â
Proses ini melibatkan penilaian risiko secara menyeluruh, baik dari segi kemungkinan (likelihood) maupun dampaknya (impact) terhadap tujuan entitas.Â
Auditor kemudian memeriksa apakah kontrol yang ada cukup efektif untuk memitigasi risiko yang telah diidentifikasi. Jika kontrol yang ada dinilai tidak memadai, auditor akan melakukan pengujian lebih lanjut pada area yang berisiko tersebut. Selain itu, auditor dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan kontrol internal, yang bertujuan mengurangi risiko di masa depan.
Pendekatan berbasis risiko ini sejalan dengan perkembangan praktik audit modern yang mengutamakan pendekatan proaktif, di mana auditor tidak hanya fokus pada pelaporan yang akurat, tetapi juga pada keberlangsungan pengendalian internal dalam menghadapi risiko.Â
Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2014), RBA memungkinkan auditor untuk lebih efisien dalam menentukan area mana yang memerlukan audit lebih mendalam, mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya yang dimiliki.Â
Hal ini membuat RBA menjadi metode audit yang efektif dalam meminimalkan kesalahan serta meningkatkan kualitas audit secara keseluruhan.
Dalam konteks regulasi perpajakan di Indonesia, RBA diterapkan untuk mendukung pemeriksaan pajak yang lebih efisien dan berbasis risiko, seperti diatur dalam PMK No. 184/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pemeriksaan.Â
Dalam regulasi ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggunakan model manajemen risiko kepatuhan (Compliance Risk Management/CRM) untuk mengidentifikasi wajib pajak yang memiliki risiko ketidakpatuhan lebih tinggi, sehingga pemeriksaan dapat diarahkan pada kelompok wajib pajak tersebut.Â