Mohon tunggu...
Ilham Mustafa
Ilham Mustafa Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar biasa, yang ingin selalu belajar.

Just write...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Naskah Kuno; Diabaikan atau Menjadi Rujukan

13 Agustus 2015   16:43 Diperbarui: 13 Agustus 2015   17:22 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bingung ketika salah seorang teman saya pergi ke salah satu daerah tujuannya mencari naskah kuno. Begitu asyiknya ia sehingga mau berpenat-penat mencari sebuah naskah yang sudah mulai lapuk dan susah dibaca apalagi dipahami. Saya bertanya “untuk apa naskah kuno?” “untuk penelitian” katanya. “Fungsinya untuk apa?” kata saya dengan tegas”hm.. kira-kira untuk melihat keaslian dan sumber yang asli.”

Dialog sederhana yang saya kemukakan ini adalah sebuah pembahasan yang sehari-hari. Tetapi naskah kuno adalah sesuatu yang luar biasa. Bagi arkeolog dan budayawan lainnya ini menjadi penelitian, Bagi masyarakat umum, bisa mengetahui sejarah melalui bukti otentik. . Makanya setiap naskah kuno yang ditemukan ada yang diberikan kepada pemerintah da nada juga yang masih disimpan oleh ahli waris..

Apapun maknanya, bagi saya itu tetap kuno. Namun ada hal yang menarik, yang bisa menjadi renungan bagi kita semua. Naskah kuno yang telah dipakai oleh nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu, masih bermamfaat bagi kita sampai sekarang. Setidaknya kita bisa mempelajari tulisannya dan makna-makna yang terkandung di dalamnya.

Melihat naskah kuno, terkadang saya juga ingin suatu saat menjadi bahagian dari sejarah. Saya yakin kita semua juga menginginkan hal tersebut. Bisa jadi saya menulis suatu naskah yang bisa mengguncang dunia. Seperti karya fenomenal penulis-penulis terdahulu. Banyak contoh orang lama yang masih tetap ada tulisannya sampai sekarang dan menjadi rujukan. Sebut saja ulama-ulama islam sperti imam mazhab, Imam Syafii, Maliki, hanafi dan Hanbali. Kalau kita melihat contoh yang terdekat seperti buya Hamka, marah rusli, dan lain sebagainya. Mereka adalah bagian dari sejarah.

Bisa kita katakan tulisan mereka yang lampau itu adalah kuno. Tidak modern lagi, tetapi menjadi kajian ilmiah. Itu bisa menjadi bahan renungan bagi kita. Mereka dulunya memakai apa dan bagaimana fasilitasnya. Kalau dibanding dengan sekarang kita telah memiliki fasilitas yang mewah. Lebih dimanjakan dengan adanya computer, laptop yang bisa membuat kita terus bisa berkarya. Namun, etos kerja seperti kepenulisan mulai berkurang dijiwa masayarakat.

Memang sekarang banyak menjamur penulis-penulis ini dibuktikan dengan maraknya terbit buku setiap harinya. Nmun, kalau kita lihat buku itu hanya sekedar pengisi ruangan baca saja. Jarang yang menjadi bahan rujukan. Ini menjadi bahan renungan bagi kita. Karena kebayakan penulis hanya menulis untuk mencari popuritas dan uang. Semoga kedepan kita bisa menjadi bahagian dari sejarah dan menjadi orang yang memiliki nilai-nilai dalam menulis. Amin Wallahua’lam..

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun