Harapan Baru atau Sekadar Hype?
Di banyak negara berkembang, lebih dari 1,7 miliar orang masih hidup tanpa akses ke layanan perbankan dasar. Sementara itu, inflasi yang tidak terkendali dan nilai tukar mata uang yang fluktuatif terus menggerus daya beli masyarakat. Namun, di tengah tantangan tersebut, cryptocurrency muncul sebagai alternatif yang menjanjikan. Dengan teknologi blockchain sebagai pondasi, Bitcoin, Ethereum, dan stablecoin telah menarik perhatian dunia sebagai solusi potensial untuk mengatasi ketimpangan finansial.
Apakah cryptocurrency benar-benar dapat menyelamatkan ekonomi negara berkembang, atau hanya menjadi hype teknologi tanpa dampak nyata? Artikel ini akan mengeksplorasi peluang, tantangan, dan dampak potensial dari cryptocurrency di negara-negara yang paling membutuhkan inovasi keuangan.
Mengapa Cryptocurrency Relevan di Negara Berkembang?
Cryptocurrency pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009 dengan peluncuran Bitcoin, sebuah sistem pembayaran digital yang tidak memerlukan perantara seperti bank. Ide dasarnya adalah menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif dan desentralisasi. Bagi negara maju, cryptocurrency sering dianggap sebagai instrumen investasi atau spekulasi. Namun, bagi negara berkembang, teknologi ini memiliki potensi yang jauh lebih besar.
Menurut laporan Chainalysis 2023, negara-negara berkembang seperti Nigeria, Kenya, dan Filipina berada di puncak adopsi cryptocurrency global. Fenomena ini tidak lepas dari kebutuhan mendesak akan solusi keuangan yang lebih cepat, murah, dan aman. Remittance (pengiriman uang lintas negara) yang biasanya dikenakan biaya tinggi oleh bank tradisional, kini dapat dilakukan dengan biaya minimal menggunakan stablecoin seperti USDT atau Bitcoin.
Namun, meskipun menjanjikan, adopsi cryptocurrency di negara berkembang menghadapi berbagai hambatan, mulai dari regulasi yang belum jelas hingga rendahnya literasi digital. Untuk memahami dampaknya, kita perlu melihat lebih dalam pada masalah, solusi, dan prospek masa depan teknologi ini.
Bisakah Crypto Menjadi Solusi?
Ketimpangan Keuangan dan Inflasi
Di banyak negara berkembang, sistem perbankan tradisional sering kali tidak dapat menjangkau masyarakat kelas bawah. Akses terbatas ke layanan finansial, biaya tinggi, dan ketidakstabilan ekonomi menjadi kendala utama.
- Ketimpangan Finansial: Banyak orang di negara berkembang tidak memiliki rekening bank, sehingga sulit mengakses pinjaman, tabungan, atau layanan keuangan lainnya.
- Inflasi Ekstrim: Di Venezuela, misalnya, inflasi mencapai lebih dari 1 juta persen pada puncaknya, sehingga masyarakat kehilangan kepercayaan pada mata uang lokal. Cryptocurrency, terutama Bitcoin, mulai digunakan sebagai alternatif penyimpan nilai.