Di tengah berlangsungnya wawancara publik yang disaksikan oleh banyak mata, seorang wakil pemimpin di suatu tempat membuat keputusan yang memicu perdebatan. Ketika ditanya oleh wartawan yang sebenarnya pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan umum, bukannya menjawab langsung, ia malah menyerahkan mic kepada pejabat di bawahnya. Tindakan ini langsung menimbulkan gelombang reaksi dari masyarakat yang mempertanyakan: apakah ini tanda ketidakmampuan atau upaya untuk menghindari tanggung jawab?
Dalam konteks kepemimpinan, peran seorang wakil pemimpin bukan hanya soal menduduki jabatan atau menjadi simbol kekuasaan, tetapi juga tentang keberanian dalam mengambil alih situasi, terutama ketika berhadapan dengan publik. Banyak orang menilai tindakan menyerahkan mic ini sebagai bentuk lepas tanggung jawab. Padahal, masyarakat selalu berharap seorang pemimpin, atau setidaknya wakil pemimpin, mampu menjawab dengan tegas dan memberikan pandangan yang jelas ketika dihadapkan dengan pertanyaan publik.
Kepemimpinan Adalah Tanggung Jawab: Mengapa Wakil Pemimpin Harus Siap Menjawab?
Kepemimpinan bukanlah perkara mudah. Lebih dari sekadar gelar atau posisi, kepemimpinan adalah kemampuan untuk bertindak, dan tindakan tersebut paling terlihat jelas ketika seseorang berada di bawah tekanan. Menurut kajian yang dilakukan oleh Wang et al. (2020) dalam penelitian mereka, keterbukaan dan komunikasi langsung dari seorang pemimpin memainkan peran penting dalam membangun dan menjaga kepercayaan publik. Kegagalan dalam berkomunikasi secara transparan, terutama dalam situasi yang menuntut penjelasan, akan dengan cepat mengikis kredibilitas pemimpin di mata masyarakat.
Ketika seorang wakil pemimpin memilih untuk menyerahkan mic dalam situasi kritis, ini bukan sekadar isyarat fisik. Dalam pandangan publik, ini dapat diartikan sebagai kurangnya kesiapan atau bahkan ketidaksediaan untuk menjawab pertanyaan yang mungkin sulit. Mengapa demikian? Dalam kepemimpinan transformasional yang dijelaskan oleh Bass (2015), pemimpin yang baik tidak hanya memotivasi, tetapi juga mampu menghadapi setiap tantangan dengan keterbukaan, keberanian, dan tanggung jawab penuh. Penyerahan mic secara simbolis adalah representasi dari penghindaran terhadap tanggung jawab tersebut.
Penyerahan Mic: Kompetensi atau Strategi Menghindar?
Apa sebenarnya makna di balik tindakan menyerahkan mic ini? Bagi sebagian orang, tindakan tersebut mungkin terlihat sepele atau bersifat teknis semata. Namun, dalam kacamata kepemimpinan, tindakan ini memiliki makna yang lebih dalam. Wakil pemimpin seharusnya menjadi representasi dari kemampuan untuk berdiri tegak dan menjawab pertanyaan masyarakat secara langsung.
Menurut Northouse (2018), seorang pemimpin yang kompeten adalah mereka yang tidak hanya memiliki visi, tetapi juga kemampuan untuk menghadapi kritik dan tekanan. Menghadapi pertanyaan langsung dari wartawan adalah salah satu cara untuk menunjukkan kompetensi tersebut. Jika seorang pemimpin tidak bisa menjawab, maka hal ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana mereka benar-benar memahami isu yang mereka tangani.
Lebih jauh lagi, penyerahan mic ini bisa dilihat sebagai sinyal bahwa pemimpin tersebut tidak memiliki kontrol penuh atas situasi yang sedang dihadapi. Apakah mereka tidak siap? Atau ini hanya strategi untuk menghindari keterlibatan dalam diskusi yang mungkin mengarah pada kritik?
Keresahan Publik: Kurangnya Tanggung Jawab atau Kurangnya Kompetensi?
Bagi masyarakat, tindakan penyerahan mic ini mencerminkan lebih dari sekadar masalah teknis. Di balik tindakan ini, publik melihat sesuatu yang lebih mengkhawatirkan: apakah wakil pemimpin tersebut benar-benar mampu memimpin? Keresahan muncul dari ketidakpastian apakah pemimpin tersebut benar-benar memahami permasalahan atau hanya berusaha menghindari pertanggungjawaban atas keputusan atau kebijakan yang mereka ambil.
Sebagai bagian dari tanggung jawab seorang pemimpin, kemampuan untuk menjawab pertanyaan publik secara langsung adalah salah satu aspek terpenting dalam menjaga kepercayaan masyarakat. Kouzes & Posner (2019) menyatakan dalam studi mereka bahwa kepercayaan publik terhadap pemimpin dibangun di atas keterbukaan, kejujuran, dan tanggung jawab yang konsisten. Ketika seorang pemimpin memilih untuk menyerahkan mic dalam situasi kritis, mereka memberi kesan bahwa mereka tidak mau atau tidak mampu bertanggung jawab.
Akibatnya, hal ini menimbulkan gelombang keresahan di kalangan masyarakat. Jika pemimpin tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana di depan publik, bagaimana mereka bisa dipercaya untuk menangani isu-isu yang lebih kompleks? Inilah yang menjadi pertanyaan besar yang ada di benak masyarakat ketika mereka melihat peristiwa seperti ini.
Harapan Baru: Kepemimpinan yang Bertanggung Jawab dan Kompeten
Harapan masyarakat terhadap seorang pemimpin jelas: mereka menginginkan sosok yang tegas, mampu menjawab tantangan, dan tidak menghindari tanggung jawab. Dalam dunia yang semakin transparan dan terhubung seperti sekarang ini, publik ingin melihat pemimpin yang terbuka terhadap kritik dan berani menghadapi situasi sulit. Yukl (2020) dalam penelitiannya menyoroti pentingnya kepemimpinan yang komunikatif dan responsif. Seorang wakil pemimpin harusnya memanfaatkan momen seperti ini untuk memperlihatkan bahwa mereka memiliki kendali penuh atas situasi, bukan menyerahkan kepada orang lain untuk menjawab.
Menjadi seorang wakil pemimpin bukan berarti memiliki hak untuk "melepaskan" tugas, terutama dalam situasi yang menuntut jawaban. Mereka adalah representasi langsung dari kepemimpinan tertinggi, dan tindakan mereka akan selalu diawasi oleh masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi seorang pemimpin untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya memiliki kompetensi yang memadai, tetapi juga tanggung jawab penuh terhadap setiap situasi.
Kepemimpinan Adalah Tentang Kompetensi dan Tanggung Jawab
Menjadi pemimpin, terutama wakil pemimpin, bukan hanya soal duduk di kursi kekuasaan. Ini tentang bagaimana seseorang menghadapi tekanan, memberikan jawaban, dan menanggung konsekuensi dari setiap tindakan yang diambil. Tindakan menyerahkan mic kepada bawahan dalam wawancara publik, meskipun terlihat kecil, adalah simbol yang menunjukkan masalah yang lebih dalam: ketidakmampuan atau ketidakberanian dalam mengambil tanggung jawab.
Masyarakat membutuhkan pemimpin yang bisa diandalkan, yang tidak hanya bisa berbicara ketika situasi nyaman, tetapi juga siap memberikan jawaban saat situasi sulit. Wakil pemimpin harus menyadari bahwa setiap tindakan mereka akan berdampak pada kepercayaan publik. Dalam dunia yang terus menuntut transparansi dan kejelasan, kepemimpinan yang kuat hanya bisa terbentuk jika kompetensi dan tanggung jawab dipegang teguh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H