Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada 2024: Risiko Pengaruh Uang dan Black Campaign dalam Demokrasi Daerah

14 Oktober 2024   08:33 Diperbarui: 14 Oktober 2024   08:35 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Pilkada Serentak 2024 adalah momen penting bagi demokrasi di Indonesia. Namun, di balik hiruk-pikuk politik lokal, terdapat tantangan besar yang masih membayangi---praktik politik uang dan kampanye hitam. Kedua fenomena ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu, tetapi juga membentuk hasil yang tidak mencerminkan kualitas kandidat yang sesungguhnya.

Praktik Politik Uang: Seberapa Luas Pengaruhnya?

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Politik uang telah lama menjadi permasalahan di Indonesia, terutama dalam konteks Pilkada. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2022) di Jurnal Ilmu Politik, sekitar 30% pemilih pada Pilkada 2020 mengakui menerima imbalan uang atau barang untuk memilih calon tertentu. Hal ini menandakan betapa kuatnya pengaruh materi dalam keputusan pemilih, yang pada akhirnya menurunkan kualitas demokrasi.

Politik uang tidak hanya mencemari pemilu, tetapi juga berdampak pada kandidat yang berusaha berkompetisi secara jujur. Harsono (2021) dalam Indonesian Political Science Review mencatat bahwa fenomena ini cenderung memperkuat status quo, dengan menguntungkan calon yang memiliki akses ke sumber daya lebih besar. Akibatnya, calon dengan visi progresif sering kali tidak mendapat dukungan yang adil dari pemilih.

Kampanye Hitam: Taktik Manipulasi Publik

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Kampanye hitam, atau penyebaran informasi palsu untuk menjatuhkan lawan politik, juga menjadi taktik yang sering digunakan dalam Pilkada. Yulianti dan Widodo (2021) dalam Jurnal Komunikasi Politik menemukan bahwa lebih dari 60% pemilih terpapar informasi hoaks selama kampanye Pilkada 2020, dan banyak dari mereka yang dipengaruhi oleh kampanye negatif yang menargetkan citra calon tertentu.

Kampanye hitam tidak hanya menyesatkan, tetapi juga merusak reputasi calon yang mungkin layak. Wahyudi (2021) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kampanye hitam dapat menurunkan elektabilitas calon hingga 20%, tergantung pada seberapa luas dan intensif kampanye tersebut dilakukan. Ini menunjukkan bahwa dalam konteks Pilkada, taktik manipulasi ini memiliki efek yang signifikan terhadap hasil pemilu.

Tindakan Hukum dan Penegakan Regulasi

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Indonesia sebenarnya telah memiliki perangkat hukum yang cukup ketat untuk menangani politik uang dan kampanye hitam. UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah memberikan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara dan denda bagi siapa pun yang terlibat dalam praktik ini. Namun, implementasi di lapangan sering kali menghadapi berbagai hambatan. Simarmata (2020) dalam Jurnal Hukum dan Politik menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di daerah serta minimnya bukti yang kuat sering kali membuat pelaku lolos dari hukuman.

Selain itu, penelitian dari Amirudin (2022) di Jurnal Ilmu Pemerintahan menekankan bahwa meskipun Bawaslu dan KPU terus meningkatkan pengawasan, tantangan terbesar terletak pada partisipasi masyarakat. Tanpa laporan dari masyarakat, pelanggaran sering kali sulit terdeteksi.

Solusi dan Harapan untuk Pilkada Bersih

Untuk mengatasi politik uang dan kampanye hitam, perlu ada peningkatan pengawasan dari lembaga terkait dan partisipasi aktif dari masyarakat. Yusuf (2022) dalam Jurnal Politik Demokrasi menekankan pentingnya literasi politik bagi pemilih, agar mereka dapat membuat keputusan berdasarkan program dan visi kandidat, bukan atas dasar iming-iming uang atau pengaruh kampanye hitam.

Salah satu inisiatif penting adalah memperkuat edukasi politik melalui kampanye yang digalakkan oleh lembaga independen, seperti yang dicatat oleh Rachman (2021). Rachman berpendapat bahwa semakin tinggi tingkat literasi politik, semakin kecil kemungkinan masyarakat terpengaruh oleh politik uang maupun kampanye hitam.

Membangun Demokrasi yang Bersih

Pilkada 2024 memberikan kita kesempatan untuk memperbaiki proses demokrasi lokal di Indonesia. Politik uang dan kampanye hitam harus dihapuskan dari budaya pemilihan, agar hasilnya mencerminkan aspirasi masyarakat yang sebenarnya. Sebagai pemilih, kita memiliki peran penting untuk menjaga integritas demokrasi dengan menolak suap politik dan memastikan calon dipilih berdasarkan kualitas, bukan fitnah.

Bersama-sama kita bisa mewujudkan Pilkada yang bersih. Laporkan setiap pelanggaran kampanye ke Bawaslu, dan jadilah pemilih cerdas yang tidak terpengaruh oleh uang atau kampanye negatif. Demokrasi yang bersih adalah tanggung jawab kita bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun