Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa: Mengapa Tekanan Sosial Budaya Menjadi Pemicu Utama?

10 Oktober 2024   12:49 Diperbarui: 10 Oktober 2024   13:12 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa semakin banyak mahasiswa yang memilih untuk mengakhiri hidup mereka? Apakah budaya sukses telah menciptakan tekanan yang mematikan?

Rentetan Kasus Bunuh Diri Mahasiswa yang Menggemparkan

Beberapa waktu terakhir, masyarakat dikejutkan dengan rentetan kasus bunuh diri yang melibatkan mahasiswa dari berbagai daerah. Fenomena ini mencerminkan adanya tekanan psikologis yang dirasakan oleh mahasiswa, yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa. Sebagai contoh, di Jakarta, seorang mahasiswa universitas negeri terkemuka mengakhiri hidupnya dengan meninggalkan catatan yang menyebutkan rasa tertekan terhadap nilai akademik yang tidak memuaskan (Sumber: Media Nasional, 2024). Tidak lama kemudian, kejadian serupa terjadi di Surabaya, di mana seorang mahasiswa ditemukan meninggal dengan surat wasiat yang menyatakan ketidakmampuannya memenuhi harapan keluarga yang menuntutnya menjadi lulusan terbaik (Sumber: Media Lokal, 2024).

Kasus-kasus ini tidak hanya terjadi di kota besar, tetapi juga di Yogyakarta, yang dikenal sebagai Kota Pelajar. Seorang mahasiswa di salah satu universitas di Yogyakarta memutuskan untuk mengakhiri hidupnya setelah mengalami perundungan (bullying) dan merasa tidak mendapat dukungan dari lingkungannya (Sumber: Media Online, 2024). Rentetan peristiwa ini menunjukkan bahwa isu bunuh diri di kalangan mahasiswa bukan hanya masalah individu, tetapi juga fenomena sosial yang membutuhkan perhatian serius dari masyarakat dan institusi pendidikan.

Mengapa Mahasiswa Rentan? Faktor Sosial Budaya yang Mendorong Bunuh Diri

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E 
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E 

Tekanan Budaya dan Harapan Sosial yang Tinggi

Di Indonesia, konsep kesuksesan sering kali diukur dari pencapaian akademis dan profesional. Budaya yang mengagungkan "anak harus sukses" menjadi tekanan besar bagi mahasiswa. Menurut studi dari Yayasan Indonesia Bahagia (2023), lebih dari 65% mahasiswa mengaku merasa tertekan untuk mencapai standar yang ditetapkan oleh orang tua mereka. Hal ini diperparah oleh stigma bahwa kegagalan dianggap sebagai aib yang mencoreng nama baik keluarga. Dalam konteks sosial budaya Indonesia yang bersifat kolektif, mahasiswa tidak hanya membawa beban diri sendiri, tetapi juga beban ekspektasi dari keluarga dan komunitas sekitarnya (Yayasan Indonesia Bahagia, 2023).

Minimnya Ruang untuk Gagal

Sistem pendidikan di Indonesia masih cenderung fokus pada hasil daripada proses. Budaya yang menuntut mahasiswa untuk terus berprestasi tanpa memberikan ruang untuk gagal menciptakan rasa takut yang berlebihan. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2023), hampir 70% mahasiswa yang mengalami kegagalan akademis melaporkan peningkatan kecemasan dan perasaan tidak berharga (Kemendikbud, 2023).

Isolasi Sosial dan Kurangnya Dukungan Psikososial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun