Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Putra Pejabat dan Rompi Viral: Kritik Masyarakat yang Dibalas dengan Lelucon?

25 September 2024   21:18 Diperbarui: 25 September 2024   21:18 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Kedua, adanya budaya defensif dalam lingkup pejabat publik. Alih-alih menerima kritik sebagai bagian dari proses perbaikan, mereka cenderung menganggapnya sebagai serangan yang harus dilawan, bahkan dengan cara yang tidak bijak. Pemakaian Rompi "Putra Mulyono" oleh putra pejabat ini adalah salah satu contoh bagaimana pejabat merespon kritik dengan defensif, mencoba mengecilkan dampak kritik tersebut melalui humor. Dampaknya, tindakan seperti ini semakin memperlebar jurang antara rakyat dan pejabat. Masyarakat yang awalnya hanya kecewa dengan kinerja pejabat, kini juga merasa tidak dihargai. Rasa frustrasi semakin meningkat, dan sangat mungkin potensi konflik sosial bisa semakin tinggi ketika aspirasi rakyat tidak didengarkan dengan baik.

Cara Masyarakat Menyikapi dengan Bijak

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Meskipun tindakan ini memicu banyak reaksi negatif, penting bagi kita sebagai masyarakat untuk tidak terbawa emosi. Bagaimana sebaiknya kita merespon candaan yang seperti ini?

Pertama, gunakan kritik yang konstruktif. Meskipun kita merasa marah atau kesal, penting untuk tetap menjaga kritik dalam jalur yang positif dan tidak terjebak dalam tindakan yang kurang baik. Kritik yang disampaikan dengan baik, berdasarkan data dan fakta, memiliki potensi lebih besar untuk didengar dari pada yang disertai dengan kemarahan.

Kedua, tetap bersuara dengan damai dan elegan. Media sosial memang menjadi tempat yang efektif untuk menyuarakan pendapat, namun penting untuk tetap bijak dan tidak ikut-ikutan memprovokasi situasi. Aksi damai, petisi, atau kampanye sosial bisa menjadi sarana yang lebih baik untuk menuntut tanggung jawab pejabat secara kolektif.

Ketiga, tekan pejabat agar lebih responsif. Masyarakat bisa mendorong transparansi dan akuntabilitas dengan terus menuntut pejabat publik untuk merespon kritik dengan serius. Ada berbagai kanal, seperti forum publik atau media, di mana kita bisa menyuarakan pentingnya pejabat merespon kritik dengan solusi nyata, bukan dengan candaan.

Kritik, Candaan, dan Harapan untuk Perubahan

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Rompi "Putra Mulyono" yang viral ini bukan sekadar simbol candaan, tapi juga gambaran nyata bagaimana kritik serius dari masyarakat sering kali diabaikan oleh pejabat. Sebagai masyarakat, penting untuk terus mengawal isu ini dengan cara yang bijak dan tidak tersulut emosi. Kita harus tetap berpegang pada prinsip bahwa kritik yang sehat adalah salah satu pilar penting dalam membangun demokrasi yang lebih baik.

Bagaimana menurut Anda? Apakah Anda merasa candaan ini adalah bentuk ketidakpedulian pejabat terhadap keresahan masyarakat, atau justru sebagai refleksi dari budaya politik kita yang masih jauh dari transparansi dan empati? Mari kita berdiskusi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun