Kebijakan Ekspor Pasir Laut dan Kekhawatiran Lingkungan
Sejak pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2023, gelombang kritik dari aktivis lingkungan dan masyarakat pesisir terus menguat. Kebijakan ini dikeluarkan setelah lebih dari 20 tahun larangan ekspor pasir laut berlaku, yang sebelumnya dimaksudkan untuk melindungi ekosistem laut. Namun, yang menjadi sorotan adalah pernyataan pejabat bahwa yang diekspor adalah sedimen yang mengganggu, bukan pasir laut biasa(greenpeace).
Bagi aktivis lingkungan, istilah sedimen ini dianggap sebagai upaya menutupi fakta bahwa aktivitas pengerukan pasir laut dapat mengancam ekosistem bawah laut dan mengganggu habitat keanekaragaman hayati. Penggunaan istilah ini dinilai sebagai bentuk greenwashing, di mana kebijakan merusak dibungkus dengan dalih pemulihan lingkungan. Apakah benar sedimentasi ini hanya upaya untuk membersihkan lautan, atau justru ada kepentingan ekonomi yang mengorbankan ekosistem kita?
Dampak Lingkungan dari Pengerukan Pasir Laut
Pengerukan pasir laut, apa pun istilah yang digunakan, membawa dampak besar pada ekosistem laut. Aktivitas ini merubah struktur dasar laut, yang pada gilirannya dapat mengubah pola arus laut dan memperbesar risiko abrasi pantai serta banjir rob. Kasus penambangan pasir laut di Kepulauan Spermonde, Makassar pada 2020, menjadi contoh nyata bagaimana pengerukan pasir dapat merusak wilayah tangkapan nelayan, mengurangi produktivitas mereka, dan mengancam keberlanjutan mata pencaharian(greenpeace).
Sementara pemerintah berdalih bahwa ekspor sedimentasi ini dilakukan untuk memulihkan ekosistem, aktivis lingkungan menilai bahwa proses tersebut tidak lebih dari usaha mengeksploitasi lautan demi keuntungan segelintir elite ekonomi. Aktivitas ini justru memperparah krisis ekologis, memicu konflik sosial, dan menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat pesisir yang bergantung pada kelestarian laut.
Langkah Mudah untuk Mengurangi Dampak Ekspoitasi Pasir Laut
Audit Transparan dan Independen: Pemerintah harus membuka audit yang transparan dan dilakukan oleh pihak independen untuk menilai dampak lingkungan dari aktivitas ekspor pasir laut ini. Ini akan membantu memastikan bahwa klaim tentang sedimentasi yang "mengganggu" dapat diuji kebenarannya.
Peningkatan Pengawasan Lingkungan: Setiap aktivitas pengerukan pasir harus diawasi dengan ketat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bersama dengan lembaga-lembaga lingkungan yang relevan. Langkah ini akan memastikan bahwa pengerukan tidak mengancam ekosistem laut secara jangka panjang(greenpeace )(harianjogja).
Pelibatan Masyarakat Pesisir dalam Keputusan: Masyarakat pesisir yang terdampak langsung oleh pengerukan pasir harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Mereka adalah pihak yang paling mengetahui kondisi lautan di daerah mereka dan akan memberikan perspektif yang penting terkait keberlanjutan ekosistem lokal(harianjogja).
Dengan tindakan-tindakan ini, kita dapat melindungi ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi jutaan masyarakat pesisir. Namun, apakah langkah-langkah ini akan cukup untuk mencegah kerusakan yang lebih besar?
Bagaimana pendapat Anda tentang kebijakan ekspor pasir laut ini? Apakah Anda setuju dengan langkah-langkah yang diambil pemerintah, atau apakah ekosistem kita terlalu berisiko? Yuk, bagikan pandangan Anda di kolom komentar!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H