Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sudah Cukup Diam! Langkah Nyata Menghentikan Kekerasan Terhadap Wanita dan Anak

21 September 2024   18:05 Diperbarui: 21 September 2024   18:05 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Kekerasan terhadap wanita dan anak adalah sebuah isu yang kian hari kian menekan kesadaran masyarakat. Baik dalam ruang publik maupun di rumah, korban kekerasan sering kali terjebak dalam situasi yang sulit, di mana suara mereka terbungkam oleh rasa takut, tekanan sosial, atau ketidakberdayaan. Masyarakat menyaksikan hal ini, namun tak jarang memilih diam. Pertanyaannya, sampai kapan kita hanya menjadi penonton?

Keresahan Isu Kekerasan: Latar Belakang yang Meluas

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Kekerasan terhadap wanita dan anak mencakup berbagai bentuk---fisik, emosional, hingga seksual. Menurut Abel & Kajumulo (2021), data menunjukkan peningkatan signifikan kasus kekerasan domestik selama pandemi. Tekanan ekonomi, isolasi, dan ketidakpastian hidup memicu konflik yang berujung pada kekerasan, terutama di lingkungan rumah tangga. Hal ini diperburuk dengan adanya faktor budaya dan sosial yang sering kali menormalisasi perilaku kekerasan atau menyalahkan korban.

Di ruang publik, wanita dan anak-anak juga kerap menjadi target pelecehan, baik secara verbal maupun fisik. Media sosial kini memfasilitasi platform bagi korban untuk berbicara, namun ironisnya, media ini juga menjadi tempat bagi para pelaku untuk bertindak tanpa takut konsekuensi.

kekerasan terhadap wanita dan anak sering kali berhubungan dengan struktur kekuasaan patriarkal dan ketidaksetaraan gender

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Dalam banyak kasus, pelaku kekerasan merasa memiliki kontrol atau kekuasaan atas korbannya. Penelitian oleh Kelley (2021) menunjukkan bahwa pandangan yang mengakar dalam budaya mengenai dominasi laki-laki dan subordinasi perempuan berkontribusi besar pada praktik kekerasan ini.

Dampaknya tidak hanya dirasakan secara fisik, tetapi juga emosional dan psikologis. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan kekerasan sering mengalami trauma yang mendalam, yang dapat berdampak pada perkembangan mental mereka di kemudian hari. Begitu pula dengan wanita, yang kerap kali harus menanggung beban rasa malu, bersalah, atau bahkan kehilangan kepercayaan diri setelah menjadi korban kekerasan.

Menghentikan kekerasan terhadap wanita dan anak adalah tanggung jawab kita bersama

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Ada beberapa langkah konkret yang dapat kita ambil sebagai individu dan masyarakat untuk menghadapi masalah ini:

  • Edukasi dan Kesadaran Publik: Masyarakat perlu mendapatkan edukasi yang lebih baik mengenai kekerasan dan dampaknya. Jones & Smith (2022) menekankan pentingnya pendidikan sejak usia dini tentang kesetaraan gender dan hak asasi manusia. Dengan meningkatkan kesadaran akan hak-hak dasar dan pentingnya hubungan yang sehat, generasi mendatang akan lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan.

  • Menciptakan Ruang Aman bagi Korban: Korban kekerasan sering kali merasa tidak memiliki tempat yang aman untuk berbicara. Menciptakan ruang aman, baik secara fisik maupun digital, sangat penting untuk membantu mereka berbicara dan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

  • Penerapan Hukum yang Lebih Tegas: Hukum yang melindungi wanita dan anak dari kekerasan sudah ada, namun implementasinya sering kali lemah. Masyarakat harus terus mendesak pemerintah untuk memperketat penegakan hukum terkait kekerasan, serta memastikan bahwa pelaku mendapat hukuman yang setimpal.

  • Dukungan Emosional dan Psikologis: Korban kekerasan membutuhkan dukungan emosional yang berkelanjutan. Organisasi masyarakat, sekolah, dan keluarga bisa berperan aktif dalam memberikan dukungan psikologis agar korban bisa pulih dengan lebih baik.

Setelah mengetahui beberapa langkah yang bisa kita ambil, bagaimana menurut Anda? Apakah sudah saatnya kita bergerak untuk melindungi wanita dan anak dari kekerasan? Atau, apakah masih ada hal lain yang bisa kita lakukan sebagai bagian dari solusi ini? Mari kita berdiskusi dan bagikan pandangan Anda di kolom komentar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun