Di era modern ini, sering kali terdengar keluhan dari berbagai pihak mengenai pemuda dan pemudi zaman sekarang. Sebagian mengatakan mereka kurang tangguh, kurang tekun, atau bahkan terlalu banyak alasan ketika dihadapkan pada tantangan. Fenomena ini kerap dikaitkan dengan perubahan pola hidup, tuntutan zaman, serta perkembangan teknologi yang semakin memudahkan segalanya. Namun, mari kita lihat ini secara lebih objektif dan mendalam.
Pemuda dan Tanggung Jawab terhadap Pangan
Ada seruan untuk mengajak pemuda kembali bertani, belajar mencangkul tanah, dan memahami pentingnya menjaga ketahanan pangan. Namun, tak jarang ajakan ini mendapat penolakan. Alasannya? "Setiap orang punya minat dan bakat yang berbeda." Pernyataan ini sebenarnya tidak keliru. Namun, di balik itu, ada pertanyaan besar: sejauh mana kita menyadari bahwa ketahanan pangan adalah tanggung jawab kolektif, bukan hanya tugas segelintir orang?
Bertani tidak semata soal profesi, tetapi juga nilai kehidupan. Belajar menanam adalah bentuk rasa syukur atas sumber daya alam yang kita miliki. Bukan berarti setiap pemuda harus menjadi petani penuh waktu, tetapi setidaknya memahami dasar-dasarnya sebagai wujud kontribusi kecil terhadap keberlanjutan pangan bangsa.
Pemudi dan Dinamika Pendidikan
Di sisi lain, pemudi sering kali diberi ruang untuk belajar hal-hal yang bersifat intelektual, seperti membaca, menulis, atau mengembangkan keterampilan lainnya. Namun, sayangnya, kebiasaan ini tidak selalu dijalani dengan antusiasme yang tinggi. Ada yang memilih rebahan, scroll media sosial, atau enggan melakukan sesuatu dengan alasan "tidak mood" atau "takut mental terganggu."
Penting untuk diingat bahwa belajar dan berkarya adalah proses yang membutuhkan disiplin dan ketekunan. Ada saat-saat di mana dorongan eksternal, bahkan paksaan, mungkin diperlukan untuk membentuk kebiasaan baik. Tentu saja, kita harus memahami batasan agar tidak berujung pada tekanan mental yang berlebihan. Namun, mental yang kuat juga lahir dari kesediaan untuk menghadapi ketidaknyamanan, bukan terus-menerus menghindarinya.
Menyeimbangkan Pemahaman dan Tindakan
Generasi muda adalah harapan bangsa. Kritik terhadap mereka memang penting, tetapi lebih penting lagi adalah memberikan solusi yang tepat dan relevan. Bagi pemuda, memahami urgensi ketahanan pangan adalah langkah awal. Bagi pemudi, menumbuhkan rasa cinta terhadap ilmu adalah hal mendasar.
Daripada sekadar mengkritik, mari kita bertanya: apakah sistem yang ada saat ini mendukung tumbuhnya karakter yang tangguh dan produktif? Apakah kita, sebagai masyarakat, menyediakan ruang untuk mereka belajar, berproses, dan gagal tanpa takut dihakimi?
Akhirnya, pemuda dan pemudi perlu memahami bahwa menjadi generasi yang berdaya tidak hanya tentang menjalani minat pribadi, tetapi juga berkontribusi untuk kepentingan bersama. Sesekali keluar dari zona nyaman adalah latihan yang baik untuk membangun jiwa yang kuat dan bertanggung jawab.
Semoga refleksi ini dapat membuka dialog yang lebih sehat dan membangun. Karena pada akhirnya, masa depan bangsa ada di tangan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H