Mohon tunggu...
Ilham Marasabessy
Ilham Marasabessy Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen/Peneliti

Belajar dari fenomena alam, membawa kita lebih dewasa memahami pencipta dan ciptaannya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pesisir Pulau Kecil yang Rentan, Haruskah Dikorbankan?

12 Agustus 2024   19:21 Diperbarui: 12 Agustus 2024   19:58 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dinamika Pesisir dan Laut saling terintegrasi (Sumber foto; Koleksi probadi, 2023)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan regulasi yang diupayakan pada proses preventif prabencana. Tindakan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sejatinya adalah bentuk perhatian dan tanggung jawab stakeholders terhadap keberlanjutan aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, kesehatan ekologi, keilimpahan keanekaragaman hayati, pemanfaatan jasa ekosistem dan pengembangan daerah pada skala yang lebih luas.

Untuk itu, diperlukan tatakelola secara terstruktur dan sistematis, mengenai kegiatan pengurangan resiko bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan jenis, tingkat resiko, dan karakteristik wilayah bencana. Merealisasikan tindakan ini, negara melalui Paraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 disusun untuk mengatur mitigasi bencana dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Upaya ini melekat secara kolektif, menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah termasuk masyarakat untuk mencegah kerusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara massif di masa mendatang.

Apakah pulau kecil yang rentan harus dikorbankan? Banyak wilayah pulau kecil dan cenderung sangat kecil mengalami pengikisan atau abrasi karena faktor alam seperti; gempa bumi, letusan gunung berapi, kenaikan muka laut (sea level rise), gelombang pasang, dan perubahan periodik arus laut. Selain itu dapat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penambangan pasir laut, pengambilan terumbu karang (coral reef), penebangan pohon mangrove dan kerusakan padang lamun (seagrass). Hal ini berpotensi menimbulkan kerusakan pesisir, menyebabkan penurunan lahan pantai dan hilangnya habitat organisme endemik juga mengurangi nilai estetika pantai.

Sistem Alami Pesisir Pulau Kecil (Sumber foto; Koleksi pribadi, 2023)
Sistem Alami Pesisir Pulau Kecil (Sumber foto; Koleksi pribadi, 2023)

Untuk memahami hal ini, maka coba kita intip seperti apa wilayah pesisir memainkan peranannya dalam siklus alami bumi. Secara ekologi, ekosistem pesisir laut dan pulau-pulau kecil berfungsi sebagai pengatur iklim global, menjadi siklus hidrologi dan bio-geokimia, penyerap limbah dan carbon, habitat dan sumber plasma nutfah, sumber energy alternative, penyedia jasa ekosistem dan sistem penunjang kehidupan lainnya. Menjadi sangat ideal, karena kawasan ini ditempati oleh berbagai jenis ekosistem produktif di alam yang berkontrubusi terhadap perjalanan siklus bumi, seperti; (terumbu karang, padang lamun, mangrove) menyediakan barang (ikan, minyak, mineral, logam dll) dan jasa lingkungan (penahan ombak, wisata bahari, kelangsungan eksistensi kearifan lokal dll) bagi manusia.

Kerentanan pulau-pulau kecil dapat meliputi kerentanan ekologi (ecology vulnerability), kerentanan sosial (social vulnerability), dan kerentanan ekonomi (economic vulnerability). Dalam bahasan ini kita fokuskan pada kerentanan ekologi dan upaya mitigasi yang perlu dilakukan. Upaya mitigasi wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil, dilakukan melalui pendekatan kerentanan (vulnerable), konsep ini dibuat dengan menggunakan pendekatan atau analisis risiko pada suatu komunitas dan ekosistem terhadap gangguan eksternal ataupun internal. Analisis kerentanan merupakan satu tools bersifat multidisiplin dan umumnya digunakan untuk membantu para stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Penilaian tingkat kerentanan pesisir dan pulau kecil dapat dilakukan dengan mempertimbangkan tiga aspek yaitu; pertama adalah exposure (keterpaparan atau ketersingkapan) berhubungan dengan pengaruh atau stimulus perubahan fisik pesisir dan laut dalam hal besaran (magnitude) dan frekuensi dari suatu gangguan pada sistem di pesisir laut dan pulau kecil yang terjadi dalam kurun waktu yang cenderung lama; selanjutnya adalah sensitivity (sensitivitas) merupakan level kemampuan alami pesisir dan laut, diidentifikasi melalui ambang batas yang dapat diterima dari tekanan yang berbeda dan memberikan dampak merusak; terakhir adalah adaptive capacity (kapasitas adaftif), merupakan penyesuaian sistem alam, biasanya merujuk kepada aksi manusia dalam merespon, mengantisipasi atau memproyeksi perubahan yang timbul akibat kerusakan di wilayah pesisir dan laut yang selanjutnya dilakukan upaya perbaikan. Kapasitas adaftif bertujuan untuk membuat potensi dampak lebih moderat, mengambil manfaat atau untuk mengatasi konsekuensi dari perubahan tersebut sehingga stakeholders lebih siap.

Pesisir laut dan pulau-pulau kecil memiliki tingkat kerentanan lingkungan yang tinggi, paling tidak terdapat enam faktor yang menyebabkan kerentanan itu seperti; 1). Keterbatasan asimilasi dan daya dukung, hal ini berimplikasi pada permasalahan pengelolaan limbah, persediaan air dan yang menyangkut ukuran teritori pulau-pulau kecil; 2). Lahan pesisir dan laut yang cenderung lebih luas dibandingkan dengan luas daratan hunian, sehingga pulau kecil mudah terdampak erosi dan abrasi; 3). Sistem ekologi kompleks namun rapuh, memiliki resiliensi relatif tinggi dari pengaruh luar dan cenderung mempengaruhi keanekaragaman hayati di dalamnya; 4). Mudahnya terpapar dampak bencana alam, seperti; gempa bumi, letusan gunung api, angin badai, banjir, gelombang pasang, tsunami, eutrofikasi dan bentuk lain, namun tingkat kerentanannya sangat bergantung pada kondisi pulau; 5). Proporsi luas lahan daratan terbatas sehingga dampak akibat pengaruh pemanasan global relatif lebih besar, termasuk naiknya muka air laut sehingga akan banyak proporsi wilayah daratan yang akan hilang; dan 6). Dampak yang signifikan akibat perkembangan ekonomi, pertumbuhan industry, pertambangan berpotensi menyebabkan kerusakan ekologi semakin tinggi, pencemaran limbah, kehilangan sumberdaya alam, penurunan produksi perikanan dan pertanian subsisten.

Dinamika Pesisir dan Laut saling terintegrasi (Sumber foto; Koleksi probadi, 2023)
Dinamika Pesisir dan Laut saling terintegrasi (Sumber foto; Koleksi probadi, 2023)

Kerentanan pesisir, laut dan pulau kecil terhadap bencana atau kerusakan bersifat dinamis, artinya tingkat kerentanan dapat berubah seiring dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perubahan nilai parameter pada index exposure sangat dipengaruhi oleh fenomena global yaitu perubahan iklim yang menyebabkan suhu bumi meningkat sehingga mengakibatkan naiknya permukaan air laut dan perubahan sistem alami bumi. Namun jika kenaikan muka air laut terus berlanjut, besar kemungkinan nilai indeks paparan akan meningkat dan mempengaruhi hasil perhitungan selanjutnya, selain itu juga sangat dipengaruhi oleh level dan jenis pemanfaatan kawasan pesisir laut dan pulau kecil. Untuk mengurangi tingkat kerentanan pulau kecil adalah dengan meningkatkan nilai kapasitas adaptif melalui selektivitas kegiatan industri yang akan ditempatkan pada kawasan pulau kecil. Sebaiknya industri ekstraktif pertambangan tidak dilakukan, karena akan berdampak pada peningkatan limbah pertambangan di kawasan pesisir dan laut, kerusakan habitat dan penurunan fungsi ekosistem. Wilayah pesisir dan laut pada kawasan pulau kecil yang saling terintegrasi dikuatirkan akan berdampak luas pada kerusakan sumberdaya alam pada wilayah lain. Selain itu kondisi ini juga akan berdampak pada sistem sosial budaya masyarakat yang menempati pulau kecil, hal ini berkaitan dengan ruang pengelolaan dan pemanfaatan yang semakin terbatas karena privatisasi kawasan. Masyarakat pulau kecil umumnya memiliki karakteristik sosial dan budaya yang unik dan sakral. Upaya pembangunan yang tidak memperhatikan aspek ini akan menciptakan ketidak cocokan (mismatch) dalam jangka panjang. 

Upaya lain untuk meningkatkan kapasitas adaftif juga dapat dilakukan dengan  pengembangan efektivitas kawasan konservasi lain di luar kawasan perlindungan yang sudah dikelola saat ini (other effective area-base conservation measure/OECMs), peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, edukasi peduli ekosistem, pembentukan kelompok masyarakat pengawasa dan pencinta lingkungan dan pengembangan matapencaharian alternatif bagi masyarakat. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun