Penulis: Ilham Marasabessy
Mayoritas masyarakat Indonesia mengenal Pulau Papua sebagai salah satu dari lima pulau terbesar di negara ini. Namun hanya sedikit orang yang menyadari bahwa Papua Barat Daya sebenarnya terdiri dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Tulisan dari dosen Manajemen Sumber Daya Perairan UNAMIN Sorong Ilham Marasabessy dkk. (2021) dan data Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya, 2022 menjelaskan bahwa Papua Barat Daya merupakan provinsi kepulauan yang terdiri dari banyak pulau-pulau kecil berjumlah 3.032 pulau, menempati urutan pertama provinsi dengan jumlah pulau kecil terbanyak di Indonesia.
Kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi wilayah Papua Barat Daya, pada  tahun 2016 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong sebagai yang pertama di Papua. KEK dimaknai sebagai suatu kawasan yang memiliki batas spasial tertentu dalam wilayah hukum Indonesia, ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan fasilitas tertentu dengan harapan mampu membuka konektivitas wilayah dan mendukung perekonomian daerah khususnya masyarakat lokal sekitar kawasan.  Sesuai dengan salah satu prinsip Nawacita - membangun Indonesia dari pinggiran, maka pembentukan KEK Sorong diharapkan menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi baru di Kawasan Timur Indonesia. Terletak di atas lahan seluas 523,7 ha di Distrik Mayamuk, KEK Sorong diuntungkan karena letaknya yang strategis di sepanjang jalur perdagangan antar provinsi dalam kawasan Papua dan Kepulauan Maluku juga idealnya mampu menghubungkan jalur perdagangan internasional (Papua - Australia)
Berada di Selat Sele masuk dalam wilayah Kepulauan Arar, KEK Sorong menawarkan manfaat geo-ekonomi, khususnya di bidang transportasi laut, perikanan dan jasa ekosistem. Banyak harapan yang melekat pada KEK Sorong sejak masa embrio dan di awal kelahirannya, kawasan ini diharapkan mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki pada sektor perkapalan, agroindustri, pertambangan dan logistik. Sejak beroperasi pada tahun 2019, Idealnya KEK Sorong diperkirakan akan menarik investasi sebesar Rp 32,2 triliun dan mempekerjakan 15.024 orang pada tahun 2025, namun hingga akhir tahun 2023 harapan ini masih belum terlihat "Ibarat pribahasa hasrat hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai".Â
Kondisi yang kian tidak menentu di alami KEK Sorong mendorong Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia berencana mencabut status KEK Sorong pada Desember 2023. Harus diakui kondisi ini sangat dilematis bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong dan Provinsi Papua Barat Daya, bahkan PJ Gubernur Mohammad Musa'ad harus bernegosiasi menawarkan solusi pada Mendagri Tito Karnavian, memalui usulan agar KEK Sorong dikelola oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya. Sejauh ini, keinginan mencabut status KEK Sorong berkaitan dengan persoalan administratif seperti belum tuntasnya pelepasan tanah adat, pembayaran tanaman milik warga di lokasi KEK, dan beberapa kemungkinan permasalahan lain yang diasumsikan timbul akibat kurangnya ketercapaian dalam memenuhi angka-angka statistik pertumbuhan KEK Sorong yang telah di prediksi sebelumnya.Â
Perkembangan KEK dalam suatu wilayah bukan tanpa perencanaan, namun penilaian pragmatis yang diambil selama 4 -5 tahun operasional KEK Sorong juga tidak relevan untuk memberi rapor merah. Menyikapi permasalahan ini, sebaiknya persoalan KEK Sorong dapat dipisahkan antara nilai manfaat yang telah dirasakan oleh masyarakat lokal Distrik Mayamuk seperti masyarakat Kepulauan Jeflio, Arar, dan beberapa wilayah di kawasan pesisir Mayamuk dan persoalan administratif yang ada. Permasalahan belum terselesaikannya administrasi yang menimpa KEK Sorong merupakan hal penting yang harus diselesaikan, menjadi tugas Daerah dan Negara, namun disisi lain perlu dipikirkan kontribusi positif keberadaan KEK Sorong bagi masyarakat lokal yang telah berlangsung selama ini, jauh lebih penting.Â
Dalam perspektif social ecological system, permasalahan mendasar di KEK Sorong adalah integrasi keanekaragaman sumberdaya pesisir, laut dan jasa ekosistem di kawasan pesisir dan pulau kecil Distrik Mayamuk belum dikembangkan secara optimal padahal dukungan aspek ini mampu memberikan kontribusi besar mendukung ekonomi lokal masyarakat dan dapat disinergikan dengan pertumbuhan industri di KEK Sorong. Perlu diketahui bahwa memaknai pembangunan suatu wilayah tidak semata merujuk pada pembangunan fisik, identik dengan banyaknya perusahan yang tumbuh dan berkembang, namun perlu juga memperhatikan pembangunan sumberdaya manusia dan memahami psikologis masyarakat lokal terhadap kawasan yang dikembangkan, apakah telah sesuai dengan karakteristik masyarakat setempat, dapat memberi manfaat kepada mereka atau bahkan tidak sama sekali ? Pengamatan ini dapat dilakukan melalui ketersediaan infrastruktur mendukung aktivitas masyarakat yang memadai, kemudahan aksesibilitas, komunikasi, transportasi, pendidikan, tempat ibadah, konektivitas barang dan jasa yang mudah dan cepat.
Tinjauan akademis yang dilakukan pada bulan Agustus - November 2023 dengan mengambil sampel di Kepulauan Arar sebagai kampung kepulauan. Diketahui bahwa secara kultural masyarakat ini memiliki karakteristik orang pesisir (islanders), sebagian besar berkerja di sektor perikanan dan jasa kelautan (seperti; nelayan dan pengelola wisata bahari), sebagian lagi bertani secara subsisten dan bekerja sebagai karyawan perusahan swasta dalam KEK Sorong. Hasil analisis diperoleh nilai distribusi barang dan jasa sumberdaya alam dari kawasan Kepulauan Arar ke luar wilayah semakin mudah dijangkau melalui ketersediaan jalan yang menghubungkan wilayah pulau induk (Arar daratan) dan Arar Kepulauan hingga pada daerah terkoneksi lain pada pusat Kota Aimas dan Kota Sorong. Realitas keberadaan aksesibilitas jalur darat yang menghubungkan Arar daratan dan kepulauan, secara bertahap dapat mereduksi disparitas antara Kepulauan Arar dengan wilayah di sekitarnya, menstimulus peningkatan produksi SDA dan SDM, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja produktif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Sejak zaman dahulu, penduduk Kepulauan Arar telah berinteraksi satu sama lain dengan wilayah terkoneksi melalui hubungan sosial, ekonomi, dan sumber daya alam. Namun dalam beberapa dekade terakhir, keterlibatan ini semakin tinggi didorong oleh tuntutan perdagangan. Industri perikanan dan jasa kelautan, merupakan kegiatan ekonomi utama yang dilakukan penduduk Pulau Arar. Sebelum pembentukan KEK Sorong, nelayan secara personal atau kelompok kecil dalam keluarga melakukan perdagangan hasil laut dengan cara menjualnya di pasar Kota Sorong melalui jalur laut dengan biaya yang tinggi, hal ini berdampak pada rendahnya tingkat pendapatan islanders Arar. Namun sejak aksesibilitas wilayah Kabupaten Sorong terbuka berkat pembangunan jalan nasional di KEK Sorong, dinamika tersebut berubah, masyarakat cenderung menjual hasil laut di Kota Aimas dan wilayah terkoneksi lain di Kabupaten Sorong. Selain itu konektivitas Kampung Arar sebagai wilayah kepulauan menjadi lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa melalui jalur darat. Kontribusi lain dengan adanya KEK Sorong ialah mendorong kerjasama saling menguntungkan antara perusahan dengan masyarakat Kepulauan Arar dengan cara  membeli 2 ton hasil perikanan mereka setiap bulan yang diperuntukan untuk konsumsi karyawan perusahan.  Melalui kemudaan aksesibilitas dan transportasi penduduk Arar dan sekitarnya telah mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang layak melalui ketersediaan sekolah yang memadai hingga kemudahan akses pendidikan pada Perguruan Tinggi, layanan kesehatan, peribadatan, akses perbankan dan pasar. Harus diakui bahwa bonus demografi digerakkan oleh struktur masyarakat dan dipengaruhi oleh aspek pendidikan, kesehatan, kebijakan perekonomian, dan dukungan pemerintah. Untuk itu kebijakan Pemerintah Pusat melalui Kemendagri RI yang berencana mencabut status KEK Sorong, sebaiknya dapat dipikirkan kembali, peninjauan aspek sosial yang didasarkan pada psikologi masyarakat lokal dalam KEK Sorong yang telah berjalan selama ini perlu menjadi pertimbangan. Upaya pengembangan KEK Sorong sebaiknya tidak hanya berfokus pada industri perkapalan, agroindustri, pertambangan dan logistik non ekstraktif melainkan dapat mengintegrasikan industri logistik ekstraktif dalam bidang perikanan juga sumberdaya pesisir dan laut, selain itu dapat dikembangkan untuk industri pariwisata bahari yang cenderung bersinergi positif dengan aktivitas masyarakat lokal di sekitar kawasan. (imfb)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H