Mohon tunggu...
Ilham saputra
Ilham saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah yang Membunuh

17 Februari 2022   05:59 Diperbarui: 17 Februari 2022   06:01 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan menjadi hal penting yang harus dikenyam oleh setiap orang. Sebab, sebelum terjun ke dunia ekonomi, hukum, pollitik, pemerintahan dll, Pendidikan menjadi standar penilaian pertama untuk bisa memasuki dunia tersebut. jika tidak memenuhi standar itu, jangan harap akan bisa diterima.

Kewajiban mengenyam pendidikan, sejatinya sejalan dengan cita-cita Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, dewasa ini kebanyakan orang tidak lagi menilai dari kemampuan dan kecakapan yang dimiliki seseorang, melainkan melihat dari  ijazah dan sampai dijenjang mana Pendidikannya.

Sekolah Dasar (SD) adalah tahap pertama yang harus dilewati untuk bisa menuju ke jenjang selanjutnya. Sebab ditahap ini anak- anak diajarkan membaca, menulis dan menghitung, sehingga jika tak pandai dalam ketiga hal di atas, jangankan menamatkan SD, naik kelas pun tidak akan bisa.

Padahal kemampuan setiap anak jelas berbeda, ada yang bisa menguasainya dalam waktu singkat, bahkan beberapa, sudah tahu membaca, menulis, dan menghitung sebelum masuk Sekolah Dasar.  Namun, juga tak dapat dipungkiri, beberapa anak butuh waktu lebih lama.

pada akhirnya, siswa yang tidak bisa memenuhi tuntutan sekolah, dilabeli sebagai murid yang gagal. padahal kebijakan sekolah yang menyeragamkan kemampuan setiap anak sangat tidak adil.

Dalam buku yang berjudul Sekolah Itu Candu, Roem Topatimasang mengomentari hal ini dengan sangat baik, menurutnya, sekolah bukan hanya menuntut pesertanya seragam dalam berpakaian, lebih jauh, sekolah juga menyeragamkan peserta didik dalam segala hal. pakaian seragam, Bahasa seragam, bahkan sekolah juga memaksa isi kepala hingga isi hati manusia yang ada di dalamnya untuk seragam.

Penyeragaman ini menyebabkan banyak minat dan bakat anak-anak yang mengenyam Pendidikan di sekolah menguap dan hilang.

Beberapa orang dari mereka mungkin telah mencoba bersuara, tetapi tetap tidak didengar. Mereka hanya mampu berbisik ditengah riuhnya orang-orang yang terjebak dalam sistem feodal. Bertanya adalah tabu, membangkang adalah dosa dan kreatif adalah memalukan. diam adalah emas, penurut adalah membanggakan, itulah sekolah.

Selain menyeragamkan kemampuan peserta didik beberapa sekolah juga menjelma menjadi pabrik penghasil uang, dimana Pendidikan yang seharusnya dibangun dengan nilai-nilai kebijaksanaan dan kemanusiaan kini mulai disusupi dengan nilai-nilsi komersial.

Eko Prasetyo megatakan, sekitar 70% pengeluaran mayoritas keluarga di Indonesia adalah untuk Pendidikan. Namun jumlah yang besar ini belum mampu menjamin keterampilan anak-anak. Bahkan, tidak jarang seorang anak harus mengikuti les tambahan agar lebih mampu mengantar anak mendapatkan nilai yang bagus.

Pada akhirnya, pernyataan Sekolah yang Membunuh mungkin tidak disepakati semua orang, mereka melihat sekolah masih sangat penting sebagai satu-satunya institusi Pendidikan formal. Kami pun sepakat akan hal itu. 

Tapi, kita tidak bisa menutup mata dengan kesimpang-siuran yang terjadi, serta sistem Pendidikan yang diubah bukan karena kebutuhan masyarakat akan tetapi karena kehendak yang berwenang semata.

Seorang psikolog bernama Kurt Lewin mengatakan, sebuah proses pembelajaran akan berhasil jika melibatkan tiga aspek dalam diri manusia. Aspek pertama disebut dengan aspek kongnitif yang berisikan pengetahuan. aspek kedua disebut dengan aspek afektif, dimana pembelajaran juga harus melibatkan sikap emosi. Yang terakhir adalah aspek psikomotrik, di mana setiap pembelajaran harus langsung dilakukan atau dialami oleh peserta belajar.

Jika proses pembelajaran lebih mengutamakan aspek kongnitif saja, diberikan pengetahuan  yang melimpa ruah dan diceramahi terus menerus serta tidak diberi kesempatan untuk mempraktikkan apa yang mereka pelajari, siswa akan menjadi muak dan bosan. sehingga pelajaran yang paling mereka sukai adalah ketika guru mengatakan "Hari ini ada rapat dengan kepala sekolah, kalian boleh pulang," pernyataan itu akan disambut dengan teriakan oleh siswa.

Malcom  S. Knowles yang pernah menjadi Direktur Eksekutif  Adult Education Association of the  United States of Amerika mengatakan, orang hanya akan mengingat 20% saja dari apa yang dipelajarinya jika ia hanya mendengarkan, orang akan mengingat sekitar 40% dari apa yang dipelajarinya ketika ia melihat langsung pelajaran tersebut, dan orang akan mengingat 80% jika dia melakukan sendiri apa yang dipelajarinya, dan hal itu dilakukan berulang-ulang.

jadi wajar saja orang tidak akan pernah lupa tentang pelajaran mengendarai sepeda motor karena dia melakukan langsung dan berulang-ulang, wajar juga siswa dengan mudah melupakan pelajaran disekolah jika dia hanya mendengarkan ceramah dari gurunya secara terus-menerus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun