Mohon tunggu...
ilham Haqiqi
ilham Haqiqi Mohon Tunggu... -

learning never ending :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesendirianku

22 Mei 2013   11:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:12 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kringgggggg.....kringggggggg........kringgggggggg suara alaraamku berbunyi, masih dalam keadaan setengah sadar kumatikan alaramku, kulihat jam ternyata masih setengah 4pagi, kupandangi sebelahku masih tak ada istriku yang meninggalkanku tiga bulan yang lalu kerumah orang tuanya. Hari terasa begitu sepi tanpanya meski itu baru kurasakan setelah dia pergi meninggalkanku.

Kududuk sebentar mengumpulkan tenaga dan pergi kekamar mandi untuk mengambil wudhu, yah aku ingin sholat hajat agar tuntutan istriku untuk cerai dibatalkannya, hari ini adalah hari sidang putusan cerai untukku, tidak aku tidak ingin bercerai dengannya hariku serasa hambar tanpa dirinya disisiku tak ada tawa lagi, tak ada yang peduli denganku, tak ada yang mengomeliku, tak ada yang mendengarkan keluh kesahku.

Kudirikan solat memohon padaNya agar cobaan ini segera berakhir, aku percaya Tuhan tak akan memberi cobaan pada hambanya melebihi batas kemampuan. Tak terasa menetes air mata dipipiku dan semakin deras mengalir saat sujud karena teringat kesalahan-kesalahan yang ku perbuat pada istriku.

Tiga tahun kusiasiakan hidup ini untuk bekerja, tak kusisihkan hari untuk keluarga bahkan untuk makan keluar saja aku enggan, padahal saat pacaran dulu minimal seminggu sekali aku ajak istriku keluar untuk sekedar jalan-jalan atau cari jajanan, tapi saat sudah berkeluarga aku tak menganggap itu penting lagi, toh aku habiskan waktuku untuk bekerja juga demi keluarga kelak dimasa depan, itu semua pandangan subjektifku tapi nyatanya keingginan istriku berbeda, buktinya kini dia lebih memilih meninggalkanku daripada hidup dalam jeratku, tak hanya itu saja, watakku yang keras dan merasa benar sendiri memperparah keadaan tak pernah memuji masakannya meskipun itu hasil dari usaha dan juga rasa cintanya, yang kuucapkan hanya cacian jika ada kesalahan darinya, tak ada lagi kata sayang yang kuucapkan, romantisme kehidupan seolah telah menghilang dari otakku yang telah mencemari hatiku. Maafkan aku bidadariku yang telah menodai janji suci yang terucap dari mulutku sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun