Mohon tunggu...
Ilham Mardiantoro
Ilham Mardiantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - IG : ilham_mardiantoro

Mahasiswa Administrasi Publik, Fisip, Universitas Sriwijaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Teror terhadap Pemuka Agama

18 Oktober 2021   15:23 Diperbarui: 18 Oktober 2021   16:41 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Keberagaman di Indonesia. Sumber : Beim.com

Oleh : Ilham Mardiantoro

Mahasiswa Administrasi Publik, FISIP, Universitas Sriwijaya.

Indonesia merupakan negara majemuk beragam suku, budaya, ras, dan agama yang ada di negara ini. Indonesia juga di kenal dengan tingkat kerukunannya yang tinggi. Berdasarkan Indeks Kerukunan Umat beragama (KUB) di indonesia tahun 2019 kerukunan beragama menunjukkan kategori tinggi yaitu 73,83%. 

Berbicara keberagaman, indonesia banyak dipuji oleh dunia internasional seperi Liga Muslim Dunia memuji Indonesia dalam keberagaman. Pujian itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia Sheikh Mohammed Abdulkarim Al-Essa.

"Bhinneka Tunggal Ika" Berbeda-beda tapi tetap satu merupakan semboyan yang diusulkan pertama kali oleh Mohammad Yamin yang menyatakan bahwa bangsa indonesia sebagai negara yang menghargai perbedaan dan mempunyai prinsip persatuan dan kesatuan. Semboyan inilah yang memberikan api persatuan di penjuru tanah nusantara dari Sabang sampai Merauke.

Tidak sedikit semboyan itu dipuji oleh negara lain. Seperti yang diucapkan oleh Presiden Jerman Christian Wulff memuji semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi dasar hidup perdamaian dalam perbedaan di Indonesia. Dikatakan juga oleh Presiden Italia Sergio Mattarella bahwa Bhinneka Tunggal Ika berhasil menyatukan keberagaman Indonesia. Terakhir Presiden Amerika Barack Obama memuji semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam penyampaian kuliah umum bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah persatuan dalam keragaman. Menurutnya merupakan dasar dari contoh indonesia kepada dunia.

Terbukti banyak sekali pujian atas semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut. Namun, akhir-akhir ini kurun waktu 2 tahun terakhir bahwa di Indonesia sering kali terjadi peristiwa-peristiwa ironis yang bertolak belakang terhadap semboyan yang ada di indonesia. Teror terhadap pemuka agama semakin marak dan kencang menghantui keberagaman masyarakat indonesia.

Seperti yang terjadi di tangerang seorang ustadz ditembak hingga wafat oleh orang tidak dikenal. Ada juga seorang ustadz di batam yang sedang mengisi kajian di dalam masjid dikejar dan diserang oleh orang yang mengaku sebagai komunis. Terdapat penyerangan juga di Bandung sebagai korban pimpinan Pondok Pesantren yang bernama KH Umar Bisri, Tidak berhenti di situ saja, ada juga ulama besar Almarhum Syeikh Ali Jaber yang dulunya disaat mengisi ceramah di daerah lampung, terdapat orang tidak dikenal tiba-tiba menyerang beliau menggunakan senjata tajam sehingga mengakibatkan luka tusukan di samping tangan kanan beliau.

Ada juga penteroran yang dialami oleh biksu Mulyanto Nurhalim di Desa Babt, Kabupaten Tanggerang. Tidak berhenti di situ Romo Edmund Prier mengalami luka dalam penyerangan Gereja Santa Lidwina stasi Bedog Paroki Kumiteran, Sleman.

Sebagian besar dari peristiwa ini para pelaku teror tokoh agama seringkali di indikasikan mengalami gangguan jiwa. 

Sehingga indikasi-indikasi seperti itu seakan-akan menyebarkan dan memberikan stigma pada masyarakat bahwa penyerangan yang terjadi menjadi kewajaran/dimaklumi karena dilakukan oleh orang gangguan jiwa/tidak sehat. Yang mana orang gangguan jiwa ketika sakau/kumat tidak bisa mengendalikan tingkat emosional mereka sehingga bertindak negatif bahkan merugikan orang lain.

Melihat rentetan peristiwa ini, seakan menjadi pantikan api kekacauan yang mengancam terhadap keutuhan keberagaman dan kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Polarisasi masyarakat yang sangat membahayakan terhadap keutuhan bangsa merupakan dampak besar ancaman yang mengerikan dari peristiwa ini

Dampak-dampak sosial dari peristiwa penteroran ini jangan dibiarkan. Peristiwa ini sangat sensitif dan sarat akan provokasi. Pemerintah harus turun tangan dalam upaya mengusut tuntas dan mencari siapa sebenarnya yang mengendalikan dibalik peristiwa ini.

Teruntuk aparat juga, jangan selalu sembrono cepat untuk menyimpulkan pelaku-pelaku teror pemuka agama ini sedang mengalami gangguan jiwa. Karena peristiwa teror terhadap pemuka ini semakin terus terjadi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Kepada stakeholder yang berwenang juga seperti lembaga Eksekutif dan Legislatif harus membuat Pansus (Panitia Khusus)  untuk menyelidiki/mengusut tuntas peristiwa dibalik ini.

Merupakan tugas dan kewajiban seluruh pemangku kebijakan untuk melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh konstitusi yaitu melindungi seluruh rakyat indonesia. Sehingga bila amanat konstitusi dijalankan akan berdampak terhadap keutuhan persatuan keberagaman indonesia dan semakin menguatkan kedaulatan NKRI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun