Mohon tunggu...
Ilham Jati
Ilham Jati Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seberapa "Melek" Aparatur Negara terhadap Propaganda Media Massa dan Sosial dalam Konflik Laut China Selatan?

16 April 2024   09:50 Diperbarui: 16 April 2024   09:53 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak tahun 2012 hingga 2020, beberapa sumber telah membahas perkembangan studi mengenai konflik Laut China Selatan dalam perspektif komunikasi secara global. Dari sekian akun pada media sosial twitter yang membahas tentang isu Laut China Selatan terdapat penulis aktif mencapai 28.031 dan penulis yang teridentifikasi mencapai 2.412, penelusuran dilakukan terhadap artikel yang terbit antara 5 tahun sampai dengan 15 tahun terakhir. Hasilnya ditemukan 21 kajian/studi yang diterbitkan dari Asia, Amerika, dan Australia terkait dengan pembahasan konflik Laut China Selatan dalam perspektif komunikasi global. Konflik Laut China Selatan merupakan salah satu ancaman yang berpotensi menimbulkan dampak negatif besar, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi stabilitas kawasan di Asia Tenggara (Dienda & Muhammad, 2022).

Beberapa peristiwa penting di twitter yang dikelompokan oleh situs Drone Emprit mengenai ketegangan Laut China Selatan sebagai berikut :

  • 11 Juni 2020, akun twitter @RepTedYoho menjelaskan bahwa China menganggap Taiwan bagian dari China. Sejarah panjang dua negara serumpun ini semakin mempertajam konflik keduanya. Hal itu diikuti penguatan militer Taiwan untuk menegaskan kedaulatanya di Laut China Selatan (Arbar, 2020).
  • 13 Juni 2020, akun twitter @Leighforusa menulis bahwa Angkatan udara Amerika Serikat atau USAF (United States Air Force) menerbangkan drone di Laut China Selatan membuktikan kepentingan atau intervensi Amerika Serikat dalam wilayah tersebut (Dienda & Muhammad, 2022).
  • 17 Juni 2020, akun twitter @ShashiTharoor menjelaskan bahwa China menenggelamkan kapal ikan Vietnam (Dienda & Muhammad, 2022).
  • 20 Juni 2020, akun twitter @ANI menulis bahwa angkatan laut Amerika Serikat atau US Navy melakukan latihan gabungan dengan Jepang di Laut China Selatan (Dienda & Muhammad, 2022).
  • 23 Juni 2020, akun twitter @StateDept menjelaskan bahwa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat secara terbuka menantang China dengan melalukan kerjasama dengan India. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan Amerika Serikat mengenai undang-undang keamanan di Hongkong (Dienda & Muhammad, 2022).

Propaganda Media China

China menjadi negara yang aktif dalam mempromosikan klaim kedaulatan atas wilayah Laut China Selatan melalui media massa (Gracia, 2018). Di era kepemimpinan presiden Xi-Jinping, China tengah meningkatkan jangkauan media massa sebagai bagian dari strategi diplomasi guna menyebarkan pengaruhnya di Laut China Selatan. Kantor Berita Xinhua Group, China News Network Corporation (CNC) dan China Central Television (CGTV) fokus terhadap setiap narasi pemberitaan sebagai soft-power diplomasi dalam mengukuhkan pengaruh global China (Cook, 2020). Dalam hal ini China telah menunjukan pada dunia internasional, bahwa pengaruh media massa menghantarkan asumsi bagi dunia terhadap pembenaran klaim kedaulatan China di Laut China Selatan (AS, 2014). Penggunaaan klaim "Nine Dashed Line" di Kawasan Laut China Selatan sebagai instrumen informasi untuk membentuk opini masyarakat China maupun komunitas internasional bahwa Laut China Selatan secara historis adalah wilayah "traditional fishing ground" China sejak dahulu (Mandaku & Samad, 2022)

Propaganda Peta Baru China

Peta baru China dirilis Kementerian Sumber Daya Alam China pada Senin 28 Agustus 2023. Media milik pemerintah China, China Daily mengumumkan "Peta Standar China 2023". China mempertahankan klaim "Nine Dash Line" di kawasan Laut China Selatan. Hal terbaru dalam peta ini adalah masuknya kawasan laut bagian timur Taiwan sehingga menambah satu garis putus dari sembilan menjadi sepuluh garis putus-putus. Hal tersebut memperluas klaim China atas wilayah laut yang berbatasan dengan Filipina. Dalam sebuah laporan mengatakan bahwa dengan peta baru ini, China akan menguasai seluruh Kepulauan Spratly termasuk di dalamnya Kelompok Pulau Kalayaan. China berpendirian pada basis sejarahnya sendiri dalam menentukan batas wilayah, khususnya di Laut China Selatan menggunakan "Nine Dash Line". China juga tidak mau menerima putusan Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016 (BBC Indonesia, 2023).

Propaganda Media Global Times

Global Times melalui artikelnya yang diterbitkan pada 10 Maret 2016 dengan judul "Beijing has case for 'historic rights' at sea" menjelaskan bahwa China memiliki hak historis terhadap Laut China Selatan. Hal ini dikarenakan sejak dahulu para nelayan China telah melakukan perdagangan perairan semi tertutup di Laut China Selatan. Selain itu, negara China juga memiliki kepentingan dalam pelestarian hak bersejarah dengan menjaga hukum "Nine Dash Line" yang berfungsi sebagai perimeter hak nelayan tradisional China. Ketidakabsahan dari hukum ini menjadi pertentangan tegas yang dikeluarkan Manila dan Washington. Mereka berpendapat bahwa batasan "hak bersejarah" yang dinikmati oleh rakyat China di Laut China Selatan adalah kecacatan hukum (Gupta, 2016).

KESADARAN APARATUR NEGARA

Tujuan utama tulisan ini untuk menganalisis kesadaran Aparatur Negara diantaranya ASN, TNI dan Polri terhadap geopolitik dan geostrategis di wilayah Laut Cina Selatan. Telah dilakukan pengumpulan data publik dengan cara menyebarkan pertanyaan melalui platform kuisioner Google Forms yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi sebagai bahan pengembangan tulisan ini. Kuisioner tersebut ditujukan kepada Aparatur Negara diantaranya ASN, TNI dan Polri. Data yang diperoleh akan diolah secara kualitatif, kemudian hasilnya dapat diambil kesimpulan mengenai tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam hal ini Aparatur Negara mengenai permasalahan geopolitik Indonesia khususnya konflik Laut China Selatan.

Sebagai bagian dari analisis, tulisan dengan tema "Seberapa "Melek" Aparatur Negara Terhadap Propaganda Media Massa dan Sosial Dalam Konflik Laut China Selatan?" telah dilakukan survei terhadap 94 Aparatur Negara diantaranya ASN, TNI dan Polri secara acak.

  • Data Asal Responden

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun