Mohon tunggu...
INA X THE JOURNALISM
INA X THE JOURNALISM Mohon Tunggu... Jurnalis - The Journalism

Mari kita kupas berita bersama Journalis~

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pejabat Kok Anti Kritik?

12 Juni 2023   21:29 Diperbarui: 18 Januari 2024   09:19 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak lama viral kasus seorang pemuda asal Lampung, Pulau Sumatra yang mengkritik gubernur Lampung yakni Arinal Djunaidi. Bima pemuda asal Lampung yang kini sedang menempuh perkuliahan di Australia sedang mengkritik Arinal yang dimana selama beliau menjabat bahkan sebelum beliau menjabat daerah Lampung tidak ada perkembangan, mulai dari infrastruktur yang tidak ada perkembangan yang signifikan, padahal Indonesia sudah merdeka yang kini menginjak umur 77 tahun.

Pihak gubernur Lampung menanggapi kritikan yang viral di media sosial itu dengan mendatangi orang tua Bima yang seolah-olah dengan nada mengancam mereka yang tidak akan aman sebelum Bima mengklarifikasi permohonan maaf atau mencabut konten kritikan yang sedang viral tersebut. Bahkan ada seorang pakar hukum yakni Gindha Ansori Wayka yang melaporkan Bima terhadap kasus viral kritikan kepada Arinal. Tanggapan itu tidak digubris oleh Bima bahkan justru menambah kritikan lagi dan lagi kepada gubernur Lampung selama Arinal menjabat. 

Setelah sekian lama permasalahan ini yang sedang alot, pada akhirnya presiden Joko Widodo dan menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR) Basuki Hadimuljono turun tangan dalam perbaikan infrastruktur jalan di Lampung, bahkan Presiden Joko Widodo memberikan dana sebesar 800 miliar kepada gubernur Lampung untuk selebihnya ia yang memperbaiki infrastruktur di Lampung.

Setelah kasus viral gubernur Lampung yakni Arinal dengan pemuda Lampung yakni Bima, lalu ada siswi SMP Jambi yang mengkritik pemkot Jambi perihal rumah neneknya yang digusur oleh salah satu perusahaan swasta, padahal neneknya dahulu juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Atas perihal itu wali kota Jambi membalas dengan melaporkan siswi SMP tersebut atas tuduhan UU ITE.

Atas tuduhan dua kasus yang dimana seorang pemuda dan pemudi yang hanya mengkritik para penguasa gubernur dan wali kota setempat, membuat atensi masyarakat dan para pejabat serta pakar hukum yang lurus juga ikut getol atas tuduhan yang menimpa pemuda dan pemudi tersebut. Nampaknya yang mulai getol seperti menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia yakni Mahfud MD dan pengacara kondang yakni Hotman Paris Hutapea serta masih banyak lagi.

Sebenarnya kalau kita melihat secara seksama tentang pembuatan UU ITE ini sangat tidak sehat disuatu negara yang masih menganut demokrasi, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini disahkan 2008 sejak presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), lalu direvisi oleh presiden Joko Widodo sejak 2016 ketika beliau menjabat presiden pada tahun 2014 menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono. 

UU ITE ini akan terus dimanfaatkan oleh para petinggi kekuasaan untuk memperalat masyarakat yang ingin mengkritik kebijakannya dan harusnya ketika UU ITE mau diarahkan seperti itu, mahasiswa dan mahasiswi harusnya sudah turun ke jalan berjilid-jilid untuk meminta penghapusan UU ITE yang sangat merugikan masyarat, agar undang-undang ini tidak berangsur lama atas peraturan-peraturan yang digunakan. Kalau semisalkan masih tetap menggunakan UU ITE mungkin bisa saja direvisi ulang agar lebih tertata sifat UU ITE sesungguhnya.

Bahkan lebih simpelnya kasus ini yang dimana pejabat negara yang dipilih oleh rakyat ketika dulu merengek-rengek meminta jabatan, tetapi setelah jabatan dia raih ternyata malah menimbulkan permasalahan yang merugikan masyarakat. Dengan dalil kasarnya para pejabat seperti ini mau tidak mau menarget agar dalam kurun waktu periode yang ditentukan, dana yang dulunya dikeluarkan harus melebihi uang yang ditargetkan ketika masa jabatan sudah selesai. Jadi entah rakyat tambah miskin, lalu infrastruktur terbelakang para pejabat modelan seperti ini tidak memperdulikan dengan situasi dan kondisi seperti itu. 

2 pejabat negara asal Pulau Sumatra yang berlokasi di Lampung dan Jambi, ketika rakyat memiliki permasalahan yang seperti itu, rakyat harus lebih peduli dan kalau perlu ketika pejabat publik seperti ini bisa diaudit berupa pelengseran paksa dari rakyat, karena rakyat mempunyai kedudukan paling teratas bahkan diatas daripada presiden, terlebih 2 jabatan ini dibawah standart presiden yakni hanya gubernur dan wali kota. 

Jadi tidak ada kedudukan rakyat dibawah mereka-mereka, untung saja ini Indonesia bukan Tiongkok era Deng Xiaoping, kalau begitu bisa aja dikremes orang-orang modelan seperti ini. Karena pada saat itu Tiongkok sempat belajar ke negara Asia Tenggara khususnya Singapura, ketika bagaimana Singapura mengaudit para pejabat negaranya yang parah bahkan hukumannya tidak main-main ketika itu Singapura era kejayaannya Lee Kuan Yew. Lantas bagaimana di tahun 2023 ini hukuman untuk pejabat negara di Indonesia hanya begitu-begitu saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun