Free Ride Publiticy
Untuk publisitas free ride publicity, penulis kembali melihat bahwa sosial media kembali menjadi andalan dari pada aktor-aktor politik yang aktif disosial media. Free ride publicity sendiri adalah sebuah cara untuk mempopulerkan diri sendiri dengan manfaatkan pihak lain, seperti contohnya aktor politik yang hadir dalam perlombaan atau acara HUT Kemerdekaan. Hal ini penulis lihat dari video yang sempat viral pada HUT kemerdekaan tahun 2021 silam, Ganjar Pranowo mengunggah video lomba makan krupuk yang memang sering diadakan oleh masyarakat pada HUT kemerdekaan. Namun kali ini, sedikit berbeda dan tentunya hal tersebut dikarenakan pandemi Covid-19 yang melarang orang-orang berkerumun, tetapi seperti tidak kehilangan akal Ganjar bersama dengan Ridwan Kamil dan Anies Baswedan menggelar perlombaan yang sama namun dengan cara virtual. Penulis melihat para aktor politik tidak ingin kehilangan momentumnya untuk tetap mempublikasi diri mereka, dengan menggunakan ajang HUT RI.
Penulis menilai dengan adanya Covid-19 free Ride Publicity agaknya tidak terlalu populer dimata para aktor politik, karena konsekuensinya jika mereka tetap merayakan bersama masyarakat maka akan ada sanksi baik itu dari peraturan pemerintah maupun sanksi sosial berupa pengurangan simpati dari masyarakat, yang akan tentunya berdampak pada pemilihan yang akan mendatang. Bahkan malah, aktor-aktor politik ramai-ramai menyerukan agar perayaan kemerdekaan dilakukan dirumah dan tidak membuat kerumunan yang menyebabkan Covid-19 semakin meluas nantinya.
Tie-in Publicity
Berbeda dengan free ride publicity yang memanfaatkan sebuah pihak, tie-in publicity adalah sebuah publisitas yang memanfaatkan berita tidak biasa, dalam hal ini bisa saja berita tersebut adalah bencana alam. Kita sama-sama mengerti dan merasakan bahwa sejak tahun 2020 bahkan sampai sekarang, Indonesia masih dilanda dengan pandemi Covid-19 yang memakan banyak korban, dan memberikan dampak kesegala aspek kehidupan. Namun penulis melihat pada publisitas tie-in publicity, pandemi menjadi hal yang dimanfaatkan dengan baik bagi para politikus negeri ini.
Belum lama ini, berita yang cukup viral datang dari Puan Maharani. Puan sendiri sekarang tengah menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2019-2024, sekaligus menjadi salah satu politikus yang terus diisukan untuk maju mencalonkan diri pada kontestasi pilpres 2024 yang akan datang. Belum lama ini, terdapat kabar bahwa Puan Maharani menggunakan tie-in publicity untuk meningkatkan valuenya dimata masyarakat, yakni dengan berbagi sembako yang dibungkus dengan wajahnya didepan. Penulis melihat ini sebagai sebuah tie-in publicity, karena memang Puan memanfaatkan sebuah kejadian yang extra ordinary yakni pandemi untuk dijadikan ajang publisitas. Tidak sampai disitu Puan juga menggunakan tie-in publicity lainnya, dengan cara memasang baliho di lokasi Semeru. Dengan banyaknya turis yang berkunjung kelokasi Semeru, mungkin menjadi waktu yang tepat untuk Puan melakukan hal demikian untuk menaikan elektabilitasnya kedepan.
Tidak hanya puan, berbagai macam elemen politik juga ikut memanfaatkan pandemi sebagai ajang untuk menyuburkan tie-in publicity. Salah satunya adalah partai Demokrat yang membagikan 1.000 paket sembako, dan masih banyak lagi. Dari berbagai data dan fakta yang dikumpulkan, penulis melihat bahwa tie-in publicity dengan jenis berbagi sembako menjadi primadona dikala pandemi Covid-19, karena memang membantu secara materi dimasa pandemi yang mana orang-orang kesulitan mencari hal tersebut akan sangat efektif. Maka dari itu, berbagi sembako menjadi publisitas yang banyak dilakukan oleh para politikus dimasa pandemi.
Paid Publicity
Publisitas terakhir adalah paid publicity, yang mana salah satu contohnya adalah dengan membayar media untuk kebutuhan publisitasnya. Penulis merasa, strategi publisitas paid publicity juga masih menjadi sebuah pilihan utama bagi para politikus, contohnya masih dapat ditemukan baliho-baliho dipinggir jalan atau dijembatan penyebrangan orang. Namun bedanya dimasa pandemi ini, baliho tersebut ditambahkan embel-embel mengenai "jaga imun", atau hal-hal yang bersangkutan dengan pandemi seperti gerakan memakai masker dan lain sebagainya. Pada paid publicity, penulis menilai iklan-iklan menggunakan media seperti baliho masih menjadi pilihan dimasa pandemi ini.
Simpulan dan Saran
Kesimpulan dari pembahasan yang sudah dijabarkan oleh penulis diatas adalah bahwa, nyatanya semua jenis publisitas masih digunakan oleh para aktor politik meski dalam suasana pandemi. Namun memang kenyataannya ada yang menjadi primadona dan pilihan, bahkan menjamur dikalangan aktor politik dan ada juga yang kurang dilirik karena memang tidak cocok dengan suasana pandemi. Seperti contohnya adalah Free ride publicity, dimana pada masa pandemi seperti sekarang pemerintah melarang orang menciptakan kerumunan, padahal umumnya Free ride publicity menggunakan acara-acara yang dibentuk oleh masyarakat sebagai alat publisitas. Sebaliknya, pada masa pandemi penulis melihat bahwa tie-in publicity menjadi primadona dan pilihan bagi para aktor politik, karena memang bisa dikatakan tie-in publicity sangat cocok dengan kondisi masyarakat pada saat ini. Terlebih lagi pandemi menjadi sebuah event yang memang bisa dibilang extra ordinary, sehingga para aktor politik banyak yang memilih tipe publisitas ini. Penulis juga menilai bahwa sebenarnya teknik publisitas tie-in publicity dengan membagi-bagikan sembako adalah teknik yang kuno namun berhasil pada masa sekarang.