Jika kita ibaratkan sistem pendidikan dengan sebuah rumah, maka pendidikan dasar merupakan pondasi bagi sistem pendidikan kita. Jika ingin membangunrumah yang kokoh dan dan mampu bertahan lama maka pondasi yangkokoh merupakan suatu keniscayaan. Begitu pula dengan pendidikan, jika ingin mendapatkan sistem pendidikan yang kuat dan mampu bertahan dalam menjawab tantangan ke depan maka perbaikan atau saya lebih suka menyebut perubahan paradigma terhadap pendidikan dasar merupakan suatu hal yang sangat mendesak.
Perubahan paradigma yang dimaksud adalah segala macam kekeliruan-kekeliruan baik secara konsep maupun praktik terhadap pendidikan dasar. Secara konsep kesalahan mulai dari mendefinisikan pendidikan dasar, kesalahan dalam melihat peserta didik secara menyeluruh dan guru yang mengajar di pendidikan dasar. Dari segi praktik, dapat dilihat dari metode pengajaran yang berpusat pada guru, tidak ada inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran, kesalahan lainnya dalam tata kelola pendidikan dasar mulai dari manajemen sekolah, guru dan peserta didik.Selanjutnya mengapa hal ini mendesak? Banyak alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sebut saja yang umum kita lihat dimasyarakat bahwa pendidikan kita jauh tertinggal, dengan malaysia saja yang dulu meminta guru dari indonesia sekarang sudah jauh lebih baik. Ini dibuktikan dengan IPM malaysia lebih baik dari Indonesia. Secara khusus dapat dijawab dengan makin besarnya tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh bangsa ini, pendidikan yang merupakan pilar untuk mencerdasakan kehidupan bangsa saat ini jauh panggang dari api. Pendidikan dasar yang merupakan akar dari pendidikan kita harus di ubah cara pandangnya. Pendidikan dasar harus menjadi perhatian semua pihak. Anggapan saya adalah jika pendidikan dasar sudah berkualitas maka dengan sendirinya permasalahan pendidikan diatasnya seperti pendidikan menengah dan pendidikan tinggi akan lebih muda untuk diselesaikan.
Pendidikan dasar sejatinya adalah ruang bagi peserta didik untuk bermain, belajar menemukan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Teori konstruktivis menyatakan bahwa peserta didik sudah memiliki pengetahuan awal tinggal bagaimana pengetahun-pengetahuan yang masih mentah itu dimatangkan oleh guru. Lebih tepatnya guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, yang menjadi fokus perubahan paradigma adalah proses belajarnya. Kita, siapapun, jangan pernah mengagggap peserta didik adalah mereka yang tidak tahu apa-apa, kita sebagai guru jangan bersikap paling pintar dan menjadi sumber pengetahuanm, ini kritik kepada guru-guru yang masih menggunakan cara mengajar seperti itu. Vygotsky dan Bruner lewat zone of proximal development-nya dan scafolding menyatakan bahwa peserta didik membutuhkan orang-orang disekitarnya untuk mengembangkan pengetahuannya. Lebih tepatnya menjembatani peserta didik dalam mencari dan menemukan solusi pada permasalahan yang dihadapi. Biarkan peserta didik berkreasi dan berpikir sendiri terlebih dahulu lalu kemudian menemukan. Walaupun hal ini sepertinya sulit namun inilah awal untuk ke depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H