Mohon tunggu...
Ilga Della
Ilga Della Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pariwisata UGM

Between knowledge and awareness.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Indonesia Meluas hingga Penang dan Hat Yai

3 Juni 2021   13:56 Diperbarui: 3 Juni 2021   13:59 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan dalam Minibus (Ilga, 2020) Dokpri

Tidak terasa, kendaraan minibus semakin mendekat dengan kantor perbatasan negara. Kantor perbatasan antara Thailand dan Malaysia ini tergolong unik, karena mengharuskan pengunjung asing untuk turun langsung dengan kaki untuk mendapatkan cap di paspor. Lain dengan perbatasan negara lain yang bisa melewatinya cukup didata petugas perbatasan dengan menurunkan kaca mobil. Tentunya, ketentuan ini berlaku bagi siapapun yang hendak melewati perbatasan negara Thailand dan Malaysia mulai dari penumpang mobil, pengguna sepeda maupun sepeda motor. Kami pun bergegas antre untuk mendapatkan cap kedatangan dari petugas imigrasi. 

Kebetulan, saat itu terdapat rombongan warga India atau berketurunan India yang sepertinya tengah melakukan tur perjalanan menggunakan sepeda motor. Seperti kebanyakan orang, ada rasa gugup setiap kali melakukan antrean di bagian imigrasi. Ada rasa was-was jika paspor kami tidak diterima hingga pikiran terburuk akan dideportasi. Berbekal menyerahkan paspor dan menjelaskan kepentingan berkunjung, kami dinyatakan lolos dan legal untuk memasuki negara Thailand. Petugas yang sigap dan alur antrean yang rapi menjadikan antrean banyak pengunjung ini terurai dengan relatif cepat.

Perbatasan Malaysia - Thailand (Ilga, 2020) Dokpri
Perbatasan Malaysia - Thailand (Ilga, 2020) Dokpri

Antrean Pengunjung Perbatasan (Ilga, 2020) Dokpri
Antrean Pengunjung Perbatasan (Ilga, 2020) Dokpri

Seusai mendapatkan cap perbatasan, baik rombongan kami dan rombongan Arek Malang kembali ke minibus untuk melanjutkan perjalanan menuju Hat Yai. Jarak yang makin dekat membuat kami terjaga untuk melihat perbedaan keadaan di kiri kanan jalan. Perbedaan yang terasa sekali adalah bentuk bangunan yang mulai kaya akan ornament-ornamen khas Thailand, banyak kuil-kuil ibadah kecil hingga besar yang terlihat dari pinggir jalan, papan petunjuk yang menggunakan aksara Thailand, dan terik matahari yang lebih terasa dari sebelumnya.

Tak terasa, pukul 12 siang kami tiba pada pusat Hat Yai sekaligus titik akhir dari perjalanan panjang menggunakan minibus selamakurang lebih empat jam ini. Turunlah segenap rombongan kami sambil mengemasi barang-barang yang cukup banyak dan berat meskipun kebanyakan merupakan tas punggung. Selain itu, kami turut mencari-cari tempat teduh untuk memikirkan perut yang mulai keroncongan minta diisi. Pertimbangan seperti waspada terhadap makanan lokal yang kebanyakan mengandung unsur babi membuat pilihan tempat makan siang jatuh pada salah satu waralaba makanan cepat saji terbesar di dunia, McDonalds.

Sembari menyusuri trotoar dan sebagai wisatawan yang baik, tengokan kiri kanan menjadi kegiatan tak terhindarkan. Hat Yai yang merupakan tempat asing yang baru kami kunjungi pertama kali ini. Anehnya, Hat Yai menyediakan kenyamanan seolah-olah kerabat lama kami yang kerap dijumpai. Panas namun rapi, panas tetapi terasa sejuk oleh angin yang berembus di antara himpitan gedung-gedung menjulang. Di sisi kanan terlihat banyak wisatawan dan warga lokal yang sedang transaksi oleh-oleh khas Hat Yai. Bukan Thailand kalau tidak ada kendaraan Tuk-tuk yang bersliweran. Bukan Thailand pula kalau tidak menemui penjaja makanan jalanan khas seperti Mango sticky rice dan ikan laut yang terlihat segar. Seluruh sudut jalanan memiliki kesibukan masing-masing di saat bersamaan terjaga kerapiannya dan kebersihannya.

Jalanan Hat Yai (Ilga, 2020) Dokpri
Jalanan Hat Yai (Ilga, 2020) Dokpri

Salah Satu Gerai Jajanan Ikan Laut (Ilga, 2020) Dokpri
Salah Satu Gerai Jajanan Ikan Laut (Ilga, 2020) Dokpri

Mango Sticky Rice (Ilga, 2020) Dokpri
Mango Sticky Rice (Ilga, 2020) Dokpri

Lain hal di sisi kiri, terdapat mall seperti yang kerap dijumpai di daerah asal, dan terdapat satu jajanan makanan yang cukup menyita perhatian kami. Menggunakan bahasa isyarat dan keterbatasan bahasa, baru kami ketahui ternyata jajanan tersebut merupakan sate babi. Sebagian dari kami adalah penggemar babi, tanpa berpikir panjang kami langsung membelinya. Sejak gigitan pertama, saya langsung yakin bahwa sate babi ini menjadi sate terenak sepanjang hidup saya. Rasa gurih dan manis saling bentrok secara legit di lidah saya. Belum lagi tekstur kekenyalan daging yang terasa pas, tidak alot tidak juga terlalu lembut. Satu tusuk dirasa tak cukup, kami pun membeli hingga tiga tusuk sate. Hingga kini, belum pernah saya temui citarasa sate serupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun