Dalam penyampaiannya yang komunikatif dan penuh kelakar, pemilik kanal Youtube bernama Honest Guide ini menjelaskan ketidakseimbangan kunjungan wisatawan dan penduduk lokal pada wilayah Praha khususnya di bagian tengah kota (sekitar 10 juta wisatawan dan 30 ribu penduduk lokal).Â
Melalui TedTalknya, Janek bercerita upaya-upaya yang dilakukannya dalam mengatasi overtourism di Praha adalah dengan memberikan tips bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Praha baik dibuat-buat atau nyata adanya, melalui kanal Youtube Honest Guide.Â
Tips-tips yang diberikan berupa tempat-tempat kuliner ala warga lokal, berwisata ala lokal seperti mengunjungi atraksi-atraksi wisata pagi-pagi hari, mengubah aktivitas yang membahayakan aset pariwisata menjadi kegiatan tidak membahayakan atau tanpa arti seperti memasang gembok cinta di pinggir jembatan menjadi memegang #HonestLamp yang dipercaya dapat memberikan keberuntungan padahal hanya dibuat-buat, sekaligus memberi informasi penipu-penipu yang ada agar Praha lebih kondusif dan aman (pelaku uang palsu, supir taksi gadungan, tempat penipuan uang yang tidak mencantumkan transparansi komisi, hingga biksu-biksu palsu yang mengaku berasal dari Tibet).
Pada video kedua, Doug Lansky memulai pembicaraan dengan fenomena overtourism yang terjadi di berbagai belahan dunia dan menuai protes dari penduduk lokal seperti yang terjadi di Vienna, Barcelona, Praha, dsb. Doug memiliki pendapat yang cukup mengesankan, istilah ‘overtourism’ sebaiknya diganti menjadi ‘unbalanced tourism’ yaitu ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran terhadap industri pariwisata. Tidak dapat disangkal bahwa pariwisata dapat menjadikan hilangnya pariwisata itu sendiri jika terus di’gas’ tanpa di’rem’ di situasi tertentu.Â
Menanggapi fenomena tersebut, terdapat 4 bekal utama baik dalam menyelamatkan maupun mengembangkan pariwisata (pariwisata urban dalam konteks ini). Keempat hal tersebut meliputi perlindungan kualitas lokal yang ada, mengoptimalkan ekonomi lokal, meningkatkan pengalaman pengunjung, dan perlindungan terhadap aset-aset pariwisata.Â
Sekali lagi, Doug memiliki pendapat yang memberikan kesan mendalam, ‘a city can have tourists but tourists can’t have a city’ yang dapat diartikan lebih jauh pariwisata yang notabene mengundang banyak wisatawan tidak seharusnya menjadikan sebuah kota/perkotaan melupakan jati diri atau nilai-nilai lokal yang dimiliki.
Pada video terakhir, Peter Calthorpe menyampaikan 7 prinsip utama dalam membangun maupun mengembangkan kota/perkotaan menjadi lebih baik (TED, 2017). Adapun 7 prinsip yang dimaksud adalah preserve (melestarikan), mix (menggabungkan), bike (bersepeda), walk (berjalan), connect (menghubungkan), ride (mengendarai), dan fokus (terfokus).Â
Lebih lengkapnya, melestarikan ekologi alami, pemandangan agraris, situs-situs warisan budaya; melakukan penggabungan dari usia, gender, pendapatan warga hingga penggunaan lahan; merancang jalanan yang dapat dilalui dengan jalan kaki; memprioritaskan jalur-jalur sepeda; menghubungkan antar jalur yang ada; mengembangkan moda transportasi umum sekaligus sistem transit yang efektif dan efisien; serta mencocokkan dan menghubungkan kepadatan dan kapasitas tempat-tempat transit.
Ketiga pembicara di atas berbicara mengenai bagaimana sebaiknya pariwisata secara umum harusnya dilakukan hingga prinsip terbaik dalam mengembangkan suatu area perkotaan.Â
Selain itu, satu hal yang terus menerus dibahas dalam ketiganya tak peduli bagaimana majunya suatu perkotaan atau pariwisata secara umum adalah pentingnya keberadaan dari aspek local values. Ketiganya membicarakan aspek nilai lokal mulai dari berwisata ala lokal. melestarikan kelokalan (terlihat maupun tidak terlihat) yang ada hingga menghormati nilai-nilai lokal yang dimiliki.Â
Semua mengacu untuk kembali lagi pada akar, nilai-nilai dasar yang telah dipegang sedari awal terbentuknya sebuah perkotaan. Selain sesuai dengan peribahasa di bagian pembuka artikel, pemikiran-pemikiran tersebut relevan dengan salah satu agenda SDGs, khususnya yang ke-11: make cities and human settlements inclusive, safe, resilient, and sustainable (UNWTO, 2021).Â