Mohon tunggu...
Ilfin Nadhir Alamsyah
Ilfin Nadhir Alamsyah Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi / Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menulis membuat aku berfikir, dengan berfikir membuat aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Penanak Nasi

21 Mei 2022   10:39 Diperbarui: 21 Mei 2022   10:48 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah ini dari sang Ayah saat ia menceritakanya padaku dua tahun lalu. Ada seorang santri sebut saja Zaid dan Fulan namanya, mereka adalah kakak adik yang sama-sama belajar di salah satu Pesantren yang ada di Jawa Timur. Pada dini hari tepatnya pukul 2 pagi, Zaid bangun untuk melaksanakan qiyamul lail ( sholat tahjud, taubat, witir, dsb). Sebelum Ia melangkah ke kamar mandi guna wudlu, Ia sengaja pergi ke dapur Pesantren untuk melihat adiknya yang sedang menanak nasi di panci yang besar. Hal itu Fulan lakukan untuk menyiapkan sarapan bagi para santri. 6 tahun lamanya si Zaid nyantri Ia mendapati adiknya selalu bangun memasak seperti itu tetapi tidak pernah melaksanakan sholat malam. Zaid yang merasa benar atas perilakunya itu berkata kepada Fulan. 

"Hai dik, sudah 6 tahun aku melihatmu seperti itu, tetapi kau tidak pernah sama sekali melakukan sholat malam, sangat disayangkan!" 

Kemudian si Zaid menendang panci besar yang dipakai Fulan untuk menanak nasi hingga pecah terbelah dua. 

"Brookkkk", 

si Fulan terkejut atas perlakuan kakaknya. 

"Astagfirullah, apa yang kau lakukan kak". 

Zaid pun pergi tanpa menghiraukan Fulan. Fulan pun terdiam sejenak sembari menambal panci besar itu. Ia mendoakan yang terbaik untuk kakaknya yang merasa selalu benar itu. 

2 tahun kemudian setelah kepulangan mereka dari Pesantren, Zaid dan Fulan sama- sama memiliki pesantren yang cukup besar. Si Zaid mendirikan Pesantren sebelah kanan desa, kemudian si Fulan mendirikan pesantren di kiri desa. Namun, rupanya dari salah satu pesantren mereka yang paling banyak santrinya adalah si Fulan. 

Mendapati hal itu si Zaid iri terhadap Fulan, Ia pun melakukan segala cara agar Pesantrenya memiliki santri yang banyak. Akan tetapi, sampai penghujung akhir hayat mereka, tetap si Fulan lah yang memenangkan hal itu. 

Saat pemakaman tiba, ditaruhlah Kyai Zaid di makam paling atas di desa itu, kemudian Kyai Fulan di makamkan di makam terendah di desa itu. Namun, wa'allahu a'lam pagi setelah pemakaman, salah satu santri mereka mendapati bahwa semula makam si Zaid di atas desa, terbalik dan berganti menjadi makam Fulan yang di atas. Sontak para santri kaget dan menanyakan hal itu pada salah satu teman seperjuangan Kyai Zaid dan Kyai Fulan saat nyantri. 

Rupanya kawan seperjuangan  itu menceritakan detail kisah mereka saat sama-sama nyantri . 

" kau tahu,mengapa santri Fulan lebih banyak daripada santri Zaid dan makam itu bisa berubah tanpa sepengetahuan kita? Pertama, dahulu ketika Zaid nyantri Ia selalu merasa paling benar dalam hal syariat, Ia sering menyalahkan Fulan saat Fulan melakukan hal yang tidak disukai olehnya, termasuk menanak nasi untuk para santri. Zaid selalu merasa dirinya yang paling baik di mata Allah, namun ia sering lalai terhadap sesama, Ia sering mencaci orang lain dan adiknya dalam hal agama. meskipun Ia selalu mendirikan sholat di malam hari namun ia lupa bahwa ia sering menyakiti adiknya. Kendati demikian, si Fulan tidak pernah membalasnya, si Fulan selalu sabar dan mendoakan yang terbaik untuk kakaknya itu dan saling peduli satu sama lain, tidak pernah berfikir buruk dan mencaci sesama manusia" 

Kesimpulan : puncak tertinggi seorang manusia di hadapan Tuhan adalah memanusiakan manusia, melihat dengan kebaikan apapun cipatakan Tuhan. Terikat oleh hal itu,bahkan dalam ilmu tasawuf, melihat makhluk bukan lagi sekadar wujud sebagai makhluk, namun wujud Tuhan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun