Mohon tunggu...
Muhammad Ilfan Zulfani
Muhammad Ilfan Zulfani Mohon Tunggu... Penulis - Kayanya pembelajar

Lahir dan tumbuh di Banjarmasin. Pernah tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menuntut Ilmu Agama, Bolehkah Sekedarnya?

11 Juli 2017   15:25 Diperbarui: 11 Juli 2017   17:27 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Keawaman kita terhadap agama pun menjadi sasaran empuk mereka yang ingin menjelekkan Islam. Sebutlah fitnah paling besar terhadap agama Islam di dunia internasional adalah agama Islam sebagai agama yang mengajarkan kekerasan. Padahal, tidak satupun dalil-dalam dalam Islam yang membimbing umatnya untuk menganiaya orang secara keji, apalagi membunuh orang yang sama sekali tidak bersalah.

Umat Islam yang kebetulan lemah ilmu dan imannya, terperdaya dengan ajakan kaum teroris yang mengatasnamakan Islam ini. Tentunya hal ini tidak terjadi jika agama diajarkan secara benar kepada mereka. Pun, kita sebagai umat Islam juga akan mudah melawan fitnah-fitnah keji ini jika kita punya ilmu.

Sudah Benarkah Pendidikan Agama Kita?

Indonesia sebagai negara yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar nomor satu dalam dasar negara Pancasila sudah sepatutnya mengimplementasikan konsensus tersebut dengan baik. Ilmu agama harus diajarkan secara intensif dan tidak kalah dengan ilmu-ilmu lainnya.

Apabila melihat kenyataan sekarang, tentunya dasar negara tersebut belum bisa dikatakan terlaksana dengan baik. Lihatlah kenyataan pada guru-guru agama yang kebanyakan masih dibawah strata guru-guru umum, begitu juga strata ilmunya sendiri. Kita merasa lebih terhormat jika anak-anak kita memenangi olimpiade Astronomi dibandingkan anak kita bisa membaca Alquran dengan baik dan benar. Ini karena memang penghargaan dari masyarakat dan pemerintah terasa lebih besar diberikan kepada mereka yang berprestasi di bidang umum. Belum lagi jika kita berbicara stigma masyarakat terhadap sekolah-sekolah agama, sebagian dari masyarakat menempatkan sekolah agama sebagai piihan dibawah sekolah umum jika ingin menyekolahkan anak, kalau gak diterima boleh lah masuk pesantren daripada nganggur.Kita harus bisa membenarkan sesat pikir ini, tentunya dengan meningkatkan kualitas dan strata ilmu agama minimal sama dengan ilmu umum.

Selain stigma yang menyesakkan dada ini, marilah kita lihat kenyataan seberapa lama porsi ilmu agama yang diberikan dalam bangku kuliah dan bangku sekolah formal. Kurang lebih 2 jam pelajaran atau 2 SKS per minggunya. Bagaimana bisa mengajarkan ilmu agama dengan benar dan komprehensif jika waktu yang diberikan hanya sebentar?

Jika jawaban yang diberikan pemerintah adalah bahwa bagi para siswa yang ingin mempelajari agama secara dalam dipersilahkan secara mandiri mencarinya di pengajian-pengajian atau sekolah tambahan, tentu bukanlah jawaban yang bijak. Marilah kita kembalikan kepada sila pertama pada Pancasila yakni ketuhanan. Tentu sila tersebut mengindikasikan bahwa agama bagi Indonesia adalah hal yang begitu penting. Itu artinya juga agama bukanlah hal yang bisa disebut privat, negara harus menyediakan sarana dan prasarana orang beragama dengan sangat baik.

Terakhir, terlepas dari konteks negara yang harus memfasilitasi kebutuhan beragama dengan tepat, kita sebagai muslim tentunya dituntut oleh Islam untuk berupaya mempelajari agama yang sempurna ini secara tuntas dan benar. Mulailah dengan hal yang mudah yakni kembali menghadiri masjid-masjid yang menyediakan pengajian ilmu. Dengan melakukan ini, maka agama tidak akan menimbulkan kebingungan-kebingungan yang berujung pada fitnah dan perpecahan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun