Pilkada 2020: Pesta Demokrasi atau Cari Mati?
Oleh: Razib Ikbal Alfaris
Tanggal 9 Desember 2020 disebut sebagai pesta demokrasi masyarakat sebab pada tanggal itulah pilkada serentak dilaksanakan. Pilkada serentak ini dilaksanakan di 270 wilayah seluruh Indonesia yang mencakup 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten. Semua lapisan masyarakat memanfaatkan kesempatan ini untuk berkontribusi pada daerahnya masing-masing dengan memilih calon pemimpin yang bisa membawa daerahnya menuju perubahan dan pembangunan masif.
Namun, sayangnya pilkada 2020 tak seindah pilkada tahun-tahun lalu. Pilkada yang disebut sebagai ajang pesta demokrasi, berubah menjadi ajang “cari mati” sebab dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 yang semakin memburuk. Pada Selasa, 08 Desember 2020 saja kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah bertambah lebih dari 5292 kasus. Lalu dengan keadaan demikian akan dilaksanakan pilkada? Bukankah cocok disebut dengan cari mati?
Maaf, saya lupa kalau pilkada 2020 akan menerapkan protokol kesehatan dengan sangat ketat. Jadi, semuanya akan baik-baik saja. Mungkin kurang lebih begitu yang akan dikatakan oleh KPU ketika dipertanyakan mengenai pilkada di tengah pandemi ini. Namun, bukankah fakta justru berkata lain?
Pertama, bagaimana Anda bisa tahu semuanya akan baik saja padahal tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang selain Tuhan? Ya, memang kita berharap semuanya akan baik-baik saja. Kedua, kalau memang Anda yakin semuanya akan baik-baik saja, kenapa kasus Covid-19 di Indonesia semakin bertambah padahal protokol kesehatan sudah digalakkan?
Tunggu, biar saya jawab. Pasti karena masyarakat yang tidak patuh? Kalau begitu, adakah jaminan bahwa semua lapisan masyarakat sampai ke TPS yang berada di pelosok akan patuh menerapkan protokol kesehatan? Kalau memang yakin, lantas kenapa banyak paslon yang melanggar aturan kampanye yang tidak boleh mengundang kerumunan? Kenapa pula banyak kandidat yang justru terpapar Covid-19 setelah kampanye?
Dilansir dari Kompas.com setidaknya ada 68 kandidat terpapar Covid-19 sebelum penetapan calon dan 3 meninggal akibat pandemi ini. Data itu tentu semakin meresahkan masyarakat terkait pilkada di tengah pandemi.
Bukan hanya masyarakat yang protes. Dilansir dari Kompas.com, dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu NU dan Muhammadiyyah memprotes kebijakan pelaksanaan pilkada di tengah pandemi karena dinilai bisa membahayakan keselamatan dan kesehatan masyarakat. Mantan wakil presiden RI Jusuf Kalla juga mengkritik kebijakan ini dengan alasan yang sama.