Mohon tunggu...
Nurul Faizah
Nurul Faizah Mohon Tunggu... Guru - Baru sampai bisa titik. Belum di akhir titik.

Emak-emak yang mencoba menggairahkan diri pada menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Paraji dan Cerita Ingin Sehat dari Kampung Lembursawah

7 Februari 2022   12:25 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:27 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Sehat. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mak Inoh sudah berumur 80an tahun. Keluar masuk kamar membawa baskom berisi air. Sesekali saya melihatnya mencuci benda semacam keris, tapi bukan keris, entah apa itu. 

" Oaahhh....oaaah...." terdengar bayi menangis dari dalam kamar beberapa saat setelah Mak Inoh masuk ke kamar tersebut. " Alhamdulillah...." secara kompak orang-orang di luar kamar mengucap syukur. 

Saya pun merasakan haru. Namun saat pintu terbuka, kulihat darah di mana-mana. Teh Iah dipapah keluar kamar. Mak Inoh berteriak, "Panadol!" Suami Teh Iah pun dengan gesit meminumkan obat tersebut pada istrinya yang  mengeluh sakit kepala. Saya bertanya-tanya dalam hati apa yang dilakukan Mak Inoh tadi. Apa yang dirasakan Teh Iah, saya pun tak bisa membayangkan!   

Itu adalah pengalaman pertama saya mendengarkan seorang wanita yang melahirkan dengan bantuan paraji di Kampung Lembursawah, tempat saya mengabdi sebagai guru. Apakah Kampung Lembursawah jauh dari klinik ataupun puskesmas? Tidak. 

Sekarang hanya butuh 40 menit ke puskesmas, bahkan di dusun sudah tersedia bidan desa yang standby. Ini jauh lebih terakses dibandingkan lima tahun lalu ketika saya berniat mengimunisasikan Rumay, butuh sekitar 2 jam untuk ke puskesmas terdekat. Saat itu akses jalan sulit dan berbatu, berkat pembangunan PLTA Cisokan sekarang menjadi terasa lebih dekat. 

Meski akses jalan sudah mudah dan tersedia bidan desa, beberapa masyarakat masih mengandalkan paraji dan 'orang pintar'. Suatu hari saya merapikan tanaman strawberi dan beberapa saat kemudian badan saya penuh bentol. 

Siswa-siswa saya mengatakan bahwa saya terkena 'hantu caruluk'. Belum sempat saya menjelaskan bahwa itu mungkin terkena ulat strawberi, mereka sudah berlari keluar rumah dan kembali lagi membawa segelas air. 

"Minum Bu, ini sudah dijampe" kata mereka. Saya minum saja, ini air kasih sayang dari mereka. Tak perlu dibayangkan bagaimana cara menjampenya. Salah satu siswa membawa  sabut kelapa yang berasap dan mengelilingi ruangan saya. "Saya pun diam saja sambil tersenyum dan berpikir, mereka sedang memenuhi cinta di ruangan saya." Akhirnya saya sembuh! Setelah minum kelapa muda yang juga mereka petik dari hutan. Sampai sekarang saya belum tahu bagaimana bentuk 'hantu caruluk'.

Pernah saya mengobrol dengan bidan desa. Beliau merasa kalau masyarakat belum sepenuhnya percaya dengan tenaga kesehatan. Banyak alasannya. Takut disuntik, khawatir bayar, tak punya uang untuk ongkos ngojeknya. karena bagaimana pun juga butuh sekitar 15 menit untuk ke dusun menemui bidan desa. Untuk mendatangi posyandu juga banyak yang belum sepenuhnya mau melakukan. Kader butuh ekstra ngotot memaksa warganya.

Saya dan keluarga mengakses kesehatan dengan datang ke klinik pribadi bidan di sekitaran kota kecamatan dengan rate biaya Rp 25.000,00-Rp 60.000,00 sekali periksa. Jika berkunjung ke puskesmas hanya mengeluarkan Rp. 10.000,00 untuk pasien umum. 

Alhamdulillah, sekarang sudah ada dokter gigi di sini, saya pun lega, dengan Rp. 10.000,00 kita bisa ke poli gigi di puskesmas. Teringat dua tahun lalu, saya baru dua kali proses menambal gigi, ternyata dokter giginya sudah mutasi dan baru sekarang ada penggantinya.

Di sini kami harus sehat. Cukup flu biasa saja yah. Karena untuk ke rumah sakit jauh, butuh sekitar dua jam. Tetapi jangan khawatir, hampir setiap desa memiliki ambulans. Apalagi saya memiliki tetangga yang macam ibu peri, siap antar jaga keluarga kami. Tetapi bayangkan jika sakit parah, sangat darurat! Dua jam perjalanan belum juga dengan bertemu macetnya orang yang buka tutup jalan di proyek-proyek jalan yang belum terselesaikan.   

Anda pasien BPJS? maka bersiaplah pada tengah malam atau 'uput-uput' di dini hari untuk melakukan perjalanan ke rumah sakit tempat dirujuk. Tentu saya harus meninggalkan pekerjaan jika terpaksa akan ke rumah sakit. Tidak semua RS menerima pasien BPJS di poli yang buka jam sore atau malam.

Empat bulan lalu, saya pun mengalami bolak balik RS untuk ke poli penyakit dalam. Jadi hampir setiap hari senin, terpaksa saya tidak ke sekolah karena ke RS. Karena capek di jalan dan merasa sehat, saya pun menghentikan kontrol ke RS. 

Pernah saya mengalami pengalaman menggelikan setahun lalu. Saya sakit gigi, lebih sakit dari sakit hati. Karena saya adalah makhluk yang perhitungan, saya pun memanfaatkan fasilitas BPJS. Jadi hanya bisa dipakai di RS rujukan. Dengan keadaan sakit gigi saya bolak balik mengendarai motor ke kota, dua jam dari tempat tinggal. Sudah membaik dan perlu dicabut, saya pun kembali ke RS. 

Usai dicabut, mulut penuh dengan darah. Naik motor pun mampir-mampir ke masjid untuk numpang kumur. Eh terjebak hujan dan berteduh di indomaret, posisi mulut penuh darah mau meludah banyak orang yang juga sedang berteduh, mau izin ke toilet indomaret bicaranya bagaimana yah, mulut penuh darah. Akhirnya saya pun hanya diam, berharap hujan reda dan segera mencari kamar mandi atau tempat aman untuk memuntahkan darah di mulut. 

Hujan menggerimis, saya pun buru-buru bangun mencari kunci motor di kantong jaket dan tas namun tak juga ketemu. Orang yang berteduh disampingku menunjukkan bahwa kuncinya terjatuh. 

Saya pun mengangguk dan memosisikan tangan selayaknya mengucapkan terima kasih. Saya menuju motor dan tiba-tiba orang tersebut menepuk punggung saya dan berbicara dengan keras, mulut terbuka lebar dengan gerakan bibir pelan. " Pakai jas hujannya menutupi tas, biar tidak basah", katanya. Saya pun mengangguk-angguk tanda paham. 

Rasa ingin bicara namun tertahan karena darah di mulut sudah seperti mau keluar. Ternyata beliau mengira saya tuna wicara padahal saya memang tuna wicara dalam menghadapi pungli, hehehe. Bagaimana dengan Anda, kawanku? 

Begitulah perjalanan kami dalam mengakses kesehatan di sini. Saat masih hidup di kota kami dulu, sedikit-dikit kalau sakit ke dokter spesialis. Di sini bidan-bidan cantik andalan kami! Alhamdulillah, kami di sini sehat dan tersugesti baik dengan 'ah, tidak apa-apa'.           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun