Di sini kami harus sehat. Cukup flu biasa saja yah. Karena untuk ke rumah sakit jauh, butuh sekitar dua jam. Tetapi jangan khawatir, hampir setiap desa memiliki ambulans. Apalagi saya memiliki tetangga yang macam ibu peri, siap antar jaga keluarga kami. Tetapi bayangkan jika sakit parah, sangat darurat! Dua jam perjalanan belum juga dengan bertemu macetnya orang yang buka tutup jalan di proyek-proyek jalan yang belum terselesaikan. Â Â
Anda pasien BPJS? maka bersiaplah pada tengah malam atau 'uput-uput' di dini hari untuk melakukan perjalanan ke rumah sakit tempat dirujuk. Tentu saya harus meninggalkan pekerjaan jika terpaksa akan ke rumah sakit. Tidak semua RS menerima pasien BPJS di poli yang buka jam sore atau malam.
Empat bulan lalu, saya pun mengalami bolak balik RS untuk ke poli penyakit dalam. Jadi hampir setiap hari senin, terpaksa saya tidak ke sekolah karena ke RS. Karena capek di jalan dan merasa sehat, saya pun menghentikan kontrol ke RS.Â
Pernah saya mengalami pengalaman menggelikan setahun lalu. Saya sakit gigi, lebih sakit dari sakit hati. Karena saya adalah makhluk yang perhitungan, saya pun memanfaatkan fasilitas BPJS. Jadi hanya bisa dipakai di RS rujukan. Dengan keadaan sakit gigi saya bolak balik mengendarai motor ke kota, dua jam dari tempat tinggal. Sudah membaik dan perlu dicabut, saya pun kembali ke RS.Â
Usai dicabut, mulut penuh dengan darah. Naik motor pun mampir-mampir ke masjid untuk numpang kumur. Eh terjebak hujan dan berteduh di indomaret, posisi mulut penuh darah mau meludah banyak orang yang juga sedang berteduh, mau izin ke toilet indomaret bicaranya bagaimana yah, mulut penuh darah. Akhirnya saya pun hanya diam, berharap hujan reda dan segera mencari kamar mandi atau tempat aman untuk memuntahkan darah di mulut.Â
Hujan menggerimis, saya pun buru-buru bangun mencari kunci motor di kantong jaket dan tas namun tak juga ketemu. Orang yang berteduh disampingku menunjukkan bahwa kuncinya terjatuh.Â
Saya pun mengangguk dan memosisikan tangan selayaknya mengucapkan terima kasih. Saya menuju motor dan tiba-tiba orang tersebut menepuk punggung saya dan berbicara dengan keras, mulut terbuka lebar dengan gerakan bibir pelan. " Pakai jas hujannya menutupi tas, biar tidak basah", katanya. Saya pun mengangguk-angguk tanda paham.Â
Rasa ingin bicara namun tertahan karena darah di mulut sudah seperti mau keluar. Ternyata beliau mengira saya tuna wicara padahal saya memang tuna wicara dalam menghadapi pungli, hehehe. Bagaimana dengan Anda, kawanku?Â
Begitulah perjalanan kami dalam mengakses kesehatan di sini. Saat masih hidup di kota kami dulu, sedikit-dikit kalau sakit ke dokter spesialis. Di sini bidan-bidan cantik andalan kami! Alhamdulillah, kami di sini sehat dan tersugesti baik dengan 'ah, tidak apa-apa'. Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H