Contoh lain pada film  Dilan 1990. Pakaian yang dikenakan oleh karakter Dilan di film itu juga membuat kalangan anak muda tertarik untuk mengikuti gaya berpakaiannya. Sehingga para pelaku produksi juga dapat meraup untung dari hasil penjualan pakaian seperti yang dikenakan oleh Dilan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa film mempunyai potensi dalam memajukan ekonomi kreatif di bidang fashion.
Â
Contoh selanjutnya pada film Yowis Ben. Film ini menceritakan sebuah anak muda yang mendirikan sebuah band musik. Di dalam filmnya dia menciptakan sebuah lagu, yang kemudian digemari banyak kalangan anak muda yang menonton film tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa film juga memiliki potensi untuk memajukan ekonomi kreatif di bidang musik yang menjadi faktor pendukung dalam sebuah film. Seiring berjalannya waktu, kemudian banyak lagu-lagu yang diciptakan yang juga menjadi soundtrack pada film Yowis Ben selanjutnya.
Sesuai dengan manfaat ekonomi kreatif yang sudah dijelaskan di awal artikel. Industri film juga bermanfaat dalam hal penciptaan lapangan kerja. Lapangan kerja yang dimaksud, mulai dari aktor, sutradara, editor, desainer kostum dan lain sebagainya. Seperti contoh, pada industri film lokal yang ada di kabupaten Jember, Jawa Timur. Banyak sekali masyarakat yang tertarik mengikuti casting film dan kemudian berproses dengan bergabung menjadi aktor pada film yang diproduksi oleh filmmaker yang ada di Jember. Mengingat di Jember banyak sekali komunitas-komunitas atau production house untuk memproduksi film, apalagi di Jember terdapat kembaga pendidikan yang memiliki program studi perfilman. Hal ini menjadi wadah untuk memberikan pelatihan yang diperlukan, termasuk untuk generasi pekerja film selanjutnya.
Jadi, dengan banyaknya proyek film yang dijalankan, akan ada banyak pekerjaan yang tersedia yang kemudian dibutuhkan di dalam industri film ini. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi agar semakin berkembang melalui pendapatan yang dihasilkan oleh pekerja film, meskipun masih harus menghadapi berbagai rintangan.Â
Sebagai contoh, di Jember masih minim sekali tenaga kerja yang benar-benar ahli di bidang film, seperti sutradara, penulis naskah, atau mungkin juga pemerannya, sehingga pemilihan pekerja filmnya cukup terbatas. Hal lain yaitu, terkait dengan distribusi film. Kebanyakan para pekerja film di Jember terutama kalangan anak muda kurang bisa mendistribusikan film ketika setelah selesai diproduksi, sehingga film-film yang dihasilkan hanya dijadikan sebagai koleksi atau pencapaian pribadi tanpa memanfaatkan aspek komersilnya. Permasalahan lain yang jauh lebih penting yaitu, kurang meratanya penyebaran layar bioskop di Indonesia, serta perlindungan terhadap hak karya cipta yang masih kurang, sehingga banyak sekali masyarakat yang masih melakukan pembajakan film di website-website illegal.
Demikian peran film sebagai salah satu produk ekonomi kreatif di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H