Pengusaha mebel di Indonesia saat ini juga menghadapi persaingan yang keras, terutama dari produk asing yang masuk pasar. Hal ini diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka acara IFFINA+, Indonesia Meubel & Design Expo 2023. Jokowi menyebutkan bahwa pengusaha mebel harus terus berinovasi agar tetap dapat bersaing dengan produk-produk mebel luar negeri.
Pengusaha mebel di Jatim mengakui bahwa pemerintah sudah mendukung industri mebel, tetapi masih ada kendala dalam peningkatan kualitas produk dan desain yang kekinian untuk meningkatkan penerimaan pasar.Â
Kendala utama yang dihadapi adalah impor bahan baku tambahan yang mengakibatkan pengusaha harus mengalihkan order ke Vietnam, Myanmar, dan Malaysia.
Dampak persaingan tersebut terasa khususnya pada saat perang dagang AS dan China, yang meningkatkan persaingan global. Vietnam, Laos, dan Thailand juga berebut pasar, sehingga pengusaha harus lebih kreatif untuk mencari celah dan peluang pasar luar negeri.
Industri mebel di Indonesia mengalami pengurangan ekspor sejak tahun 2017, yang diakibatkan oleh faktor permintaan dan perubahan pasar global. Pada saat pandemi COVID-19, industri mebel dan kerajinan dalam tekanan terkena dampaknya, yang diakibatkan peningkatan pengangguran sekitar 280 ribu pekerja.
Untuk mengatasi persaingan yang keras, pengusaha mebel harus terus berinovasi dan mengembangkan produk yang berkualitas tinggi. Selain itu, pengusaha juga harus mengembangkan strategi untuk mencari celah dan peluang pasar luar negeri, serta memperluas partnerisipan dengan perusahaan luar.
Industri mebel di Indonesia, yang sebelumnya dianggap sebagai salah satu sektor yang menjanjikan, kini menjadi medan pertempuran yang semakin tidak sehat bagi para pengusaha.Â
Persaingan yang ketat dan tidak seimbang telah menimbulkan keresahan di kalangan pengusaha mebel, terutama di daerah-daerah yang menjadi pusat produksi utama seperti Jepara, Solo, dan sekitarnya.
Salah satu akibat langsung dari persaingan tidak sehat adalah penurunan harga yang tidak proporsional dengan biaya produksi. Pengusaha mebel sering kali terjebak dalam spiral penurunan harga demi memenangkan pasar yang semakin ketat.Â
Hal ini membuat banyak pengusaha kecil dan menengah kesulitan untuk bertahan, karena mereka tidak mampu menyesuaikan biaya produksi dengan harga jual yang terus-menerus tergerus.
Selain itu, praktik-praktik tidak fair seperti dumping barang dengan harga di bawah biaya produksi atau penyalahgunaan kekuatan pasar juga semakin meracuni lingkungan bisnis mebel di Indonesia. Ini menciptakan ketidakpastian bagi pengusaha, menghambat inovasi, dan mengurangi kualitas produk secara keseluruhan.