Mohon tunggu...
Ikvanda
Ikvanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya Memasak dan Mendegarkan lagu podcash

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menyikapi Hadist tentang Perilaku Orang Berpuasa

3 Desember 2024   11:06 Diperbarui: 3 Desember 2024   11:10 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak apa-apa, adik. Ayo kita bersihkan lukanya," ujar pemuda itu lembut.

Fikri tertegun. Ia baru sadar bahwa kebaikan tidak selalu terlihat dalam bentuk ibadah yang formal.

Di perjalanan pulang, ia melewati rumah Bu Lela. Wanita itu kembali menyapu halaman, kali ini ditemani cucunya. Mereka berbicara sambil tertawa kecil. Fikri melihat ketenangan dan kebahagiaan di wajah mereka.

Hati Fikri mulai terbuka. Ia memahami bahwa setiap orang memiliki cara masing-masing untuk menjalani Ramadan. Tidak semua orang harus sesuai dengan caranya.

Mengubah Cara Pandang

Sore harinya, Fikri kembali menemui Ustaz Salim di masjid. Ia menceritakan apa yang ia lihat dan bagaimana ia merasa telah salah dalam menilai orang lain.

"Ustaz, saya merasa malu. Selama ini saya berpuasa, tetapi hati saya belum benar-benar bersih. Saya lebih sibuk menilai orang lain daripada memperbaiki diri sendiri."

Ustaz Salim tersenyum lembut. "Itulah hikmah dari belajar dan merenung, Fikri. Kita semua sedang dalam proses memperbaiki diri. Puasa adalah sarana untuk itu, bukan sekadar ritual. Ingatlah, Allah mencintai orang yang lembut dan menghormati sesama."

Sejak saat itu, Fikri bertekad untuk berubah. Ia mulai belajar berbicara dengan lebih lembut dan berhenti menilai orang lain. Ramadan tahun itu menjadi titik balik baginya. Ia menyadari bahwa makna puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang menahan diri dari perilaku yang bisa merusak amal.

Fikri kini menjadi pribadi yang lebih rendah hati. Setiap kali bertemu dengan tetangganya, ia lebih sering tersenyum dan menyapa dengan ramah. Bahkan kepada Bu Lela, ia pernah meminta maaf atas kata-katanya yang dulu.

Dan Ramadan itu menjadi lebih bermakna. Tidak hanya bagi Fikri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun