Ketika turun dari kereta, tiba-tiba saya mendengar teriakan keras dari para pedagang warung nasi di Stasiun Cirebon Prujakan. Â Ah, pucuk di cinta ulam pun tiba. Saya segera menuju ke salah satu warung dan berniat membeli satu bungkus untuk saya makan di peron kereta. Saya tidak mau buru-buru keluar stasiun karena hari masih pagi. Selain itu, rasanya sayang melewatkan momen berharga di stasiun tersebut.
Baru melangkah beberapa saat, saya terhenyak dengan deru lari dari beberapa penumpang yang juga menuju warung. Rupanya, mereka adalah penumpang arah Bekasi dan Jakarta yang juga ingin membeli nasi bungkus. Mereka memanfaatkan waktu kereta singgah cukup lama untuk pengisian air dan pengecekan sarana selama beberapa waktu. Sebelum turun, saya sempat mendengar pengumuman dari kondektur bahwa kereta akan berhenti lama sekitar 17 menit.
Oh, saya baru paham maksud dari perkataan rekan saya tadi. Hal menantang saat naik kereta api di Cirebon adalah berpacu dengan waktu untuk membeli makanan di stasiun. Lengah sedikit saja, maka penumpang bisa ketinggalan kereta. Mereka harus bisa menyesuaikan diri dengan sistem kerja PT KAI yang serba tepat waktu.
Atas alasan itu, saya pun melihat para penjual warung nasi begitu cekatan saat melayani para penumpang yang membeli dagangan mereka. Dalam waktu sekejap, banyak bungkus nasi sudah berpindah ke tangan penumpang yang langsung bergegas menuju kereta. Saya menahan diri dulu untuk tidak membeli makanan di sana sampai semua penumpang arah Bekasi dan Jakarta mendapatkan keinginannya.
Saya melihat sejenak petugas stasiun yang mengisi air untuk berbagai keperluan di dalam kereta. Tentu, air untuk keperluan toilet adalah yang utama. Mereka bergitu sigap dan cermat mengisi air dari sebuah pipa yang berada di dekat peron. Saya takjub dengan kecepatan mereka mengoperasikan berbagai alat tersebut untuk mengejar waktu 17 menit kereta berhenti.
Sebenarnya, ritual ini juga dilakukan di beberapa staisun lain, seperti Stasiun Purwokerto, Stasiun Kertosono, dan Stasiun Surabaya Gubeng. Hanya saja, perjalanan ke Cirebon inilah yang merupakan pengalaman pertama saya melihat langsung ritual tersebut.
Setelah semua beres, petugas stasiun segera memberi informasi bahwa kereta akan kembali berjalan dan penumpang diharapkan naik. Saya pun duduk sebentar sampai kereta benar-benar meninggalkan stasiun. Rasanya 17 menit sangat berharga bagi banyak orang yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Nasi Jamblang Penjaga Mata agar Tidak Terpejam
Tiga hari di Cirebon sebenarnya masih kurang. Walau saya sudah mengunjungi 2 dari 4 keraton yang ada serta wisata Gua Sunyaragi, masih ada banyak tempat yang belum sempat saya singgahi. Saya sudah dihubungi oleh Om saya di Bandung karena memang saya sudah janji mau ke sana.