Beberapa waktu terakhir, Trans Jatim memiliki sebuah inovasi yang cukup apik.
Bus kebanggaan masyarakat Jawa Timur tersebut menyediakan Halte Transit Poin yang berada di Terminal Purabaya atau Bungurasih. Dengan hadirnya Halte Transit Poin tersebut, maka penumpang Trans Jatim bisa lebih mudah untuk naik dan turun dari bus.
Mereka juga bisa berpindah dari satu rute ke rute lain hanya dengan bergeser pintu. Mereka juga tak perlu membayar tiket lagi dan hanya dengan menyerahkan tiket saja, mereka bisa naik bus rute selanjutnya. Pola operasional ini berjalan slama hampir tiga bulan sejak diresmikan akhir Agustus 2023 lalu. Pola operasional ini juga banyak dipuji oleh banyak pihak terutama oleh para penumpang. Integrasi transportasi umum yang diharapkan bisa terwujud.
Namun, tiba-tiba Trans Jatim membuat sebuah pengumuman tak terduga. Per 18 November 2023 kemarin. Mereka memberikan pengumuman bahwa bus Trans Jatim Koridor 2 (K2) yakni rute Purabaya-Mojokerto tidak lagi masuk Terminal Purabaya.
Bus K2 Â mengakhiri perjalanan di Halte Medaeng. Halte ini berada di kawasa Medaeng yang sering menjadi terminal bayangan beberapa bus dan angkutan umum di Surabaya Raya. Medaeng yang di dalamnya terdapat Lembaga Pemasyarakatan ini juga menjadi tempat berhentinya truk-truk besar yang sarat muatan dari berbagai kota.
Sontak saja, keputusan ini membuat banyak pihak protes, terutama dari para penumpang. Kok bisa-bisanya pola operasional yang sudah baik dan berjalan dengan lancar diubah seperti itu. Kok bisa-bisanya penumpang malah diarahkan untuk naik dari terminal bayangan yang bisa dikatakan tidak seusai dengan peraturan yang berlaku.
Lantaran penasaran dan kebetulan sedang ada janji dengan kawan di daerah Trosobo, maka saya pun mencoba naik bus Trans Jatim K2 ini dari Medaeng. Pihak Trans Jatim tidak memberi informasi mengenai posisi halte ini. Saya hanya mengingat ada sebuah rangka halte yang terbangun terlihat dari dalam bus Malang-Surabaya.
Saya turun dari ojok online di pertigaan patung kuda yang mengarah ke Terminal Bungurasih. Ternyata, halte ini berada di depan SPBU yang dekat dengan rumah pemakamam Heaven. Jadi, dari tempat terminal bayangan tempat para penumpang bus AKAP/AKDP turun, para penumpang harus berjalan kaki sejauh 300 meter.
Lokasi halte berada di pinggir jalan yang kumuh, penuh sampah, dengan beberapa hewan ternak warga yang dibiarkan liar. Bau anyir langsung menyeruak di hidung. Saya sempat mual begitu mencium bau tersebut. Di dekat halte tampak beberapa ojek pangkalan yang menjajakan jasa mereka. Saat itu, saya masih bertanya-tanya, jika saya turun di Terminal Bungurasih lalu ingin naik bus ke arah Mojokerto, bagaimana caranya? Atau, jika saya turun dari bus arah Mojokerto di sini, bagaimana cara saya untuk menuju Bungurasih dan lanjut menggunakan Suroboyo Bus?
Saya masih berpikir terus saat intehgrasi transportasi tersebut terputus. Saya simpan dulu pertanyaan itu dengan melihat antrean di dalam halte yang cukup panjang. Tidak ada petugas di sana yang mengatur pergerakan penumpang. Rupanya, di halte ini melintas bus koridor 1, baik dari arah Gresik maupun Sidoarjo.
Jadi, penumpang yang menuju Bungurasih atau dari Bungurasih bisa naik bus tersebut dan tidak perlu bayar lagi. Artinya, Halte Medaeng ini dijadikan halte transit pengganti Halte Transit Poin yang sudah berjalan baik.
Walhasil, penumpang dari dua koridor tersebut menumpuk jadi satu di halte yang sangat sempit dan bau. Tidak ada yang mau mengalah dan semuanya ingin segera mausk bus, terutama yang dari arah Mojokerto dan ingin ke Bungurasih.
Saat berhasil masuk bus ke arah Mojokerto, saya bersama sepasang suami istri paruh baya yang kecele menunggu bus K2 ini cukup lama di Terminal Bungurasih. Mereka masih mengira bahwa untuk naik bus ini bisa dari dalam terminal seperti biasa.
Akhirnya, mereka harus naik angkot menuju ke Medaeng dan berjalan kaki ke halte ini. Sungguh sebuah kesia-siaan waktu yang harus mereka dapatkan.
Ada juga seorang ibu yang harus naik ojek dari dalam terminal karena memburu waktu untuk ke Mojokerto. Ia rela merogoh kocek 20 ribu demi bisa menuju Halte Medaeng. Padahal, jika bus masih masuk terminal, ia bisa menghemat ongkos untuk pulang ke Mojokerto.
Saya pun turun di daerah Trosobo yang masuk wilayah Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo. Di sini, ada dua halte yang baru dibuka yakni Kemendung dan Trosobo Pos. Pihak Trans Jatim memang menambah halte baru untuk bus K2. Namun, dengan memindahkan halte transit dari dalam Terminal Bungurasih ke Medaeng, bagi saya itu adalah sebuah kesalahan fatal.
Itu terlihat saat saya kembali ke Surabaya selepas melakukan COD salad buah yang sedang viral di TikTok. Bus dari arah Mojokerto sudah cukup penuh saat saya naik sehingga saya harus berdiri.
Ketika turun di Medaeng, saya dan penumpang yang turun susah bergerak karena halte sudah penuh dengan penumpang arah Mojokerto pada bus sebelumnya dan arah Gresik serta Porong yang ingin transit ke Mojokerto. Semua tumplek blek jadi satu di halte sekecil itu.
Saat bus K1 datang, para penumpang pun berebut masuk. Apesnya, bus K1 yang datang juga sudah penuh. Paling banyak menampung sekitar 5 penumpang. Saya dan penumpang lain harus menunggu bus belakangnya. Belum juga bus K1 datang, bus K2 sudah datang lagi. Antrean penumpang semakin penuh hingga meluber ke jalan.
Padahal, saat itu hari Sabtu saat belum banyak pekerja menggunakan bus Trans Jatim. Tidak bisa dibayangkan bagaimana chaosnya halte tersebut di pagi hari saat jam kerja.
Setelah menunggu 3-4 bus, akhirnya saya bisa masuk bus K1 untuk menuju Terminal Bungurasih. Ada satu insiden yang cukup berbahaya yakni pintu bus masih terbuka saking penuhnya penumpang. Padahal, di dekat pintu ada seorang anak kecil bersama ibunya. Untung saja kondektur sigap dan berteriak agar pintu segera ditutup. Kejadian ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa perpindahan halte transit dari Terminal Bungurasih ke Medaeng adalah sebuah kebijakan yang buruk.
Di dalam bus, para penumpang melayangkan protes kepada kondektur. Tentu, ia tak bisa berbuat apa-apa dan hanya menaati aturan yang dibuat. Para penumpang protes karena mereka rugi waktu dan tenaga untuk transit dan menunggu lama. Padahal, jika kegiatan ini dilakukan di Terminal Bungurasih, maka penumpang tinggal geser saja.
Protes juga dilayangkan di media sosial milik Trans Jatim. Keluhan dan kemarahan dilontarkan oleh para pengguna. Mereka heran mengapa kebijakan ini diubah tiba-tiba. Banyak yang beranggapan bahwa kebijakan ini dilakukan karena demo atau perminataan yang dilakukan oleh sopir angkot.
Memang, saat awal pengoperasian Bus K2, ada spanduk penolakan di sekitar wilayah Taman dan Krian. Dua wilayah ini memang dilintasi beberapa rute angkot yang masih eksis.
Padahal, kebanyakan penumpang turun di Mojokerto atau area setelah Balangbendo, yakni perbatasan antara Sidoarjo dan Mojokerto. Kalau pun ada yang berniat turun di sekitar wilayah Taman itu hanya beberapa saja meski permintaannya cukup tinggi.
Jika persepsi ini benar, maka pemerintah sudah kalah oleh pihak-pihak tertentu. Bagaimana bisa, sebuah terminal yang dikelola oleh pemerintah bisa disetir penggunaanya oleh segelintir orang.
Tidak hanya itu, apa yang terjadi pada bus K2 ini menjadi bukti bahwa upaya penataan transportasi umum di Jawa Timur masih jauh panggang dari api. Jangan berharap banyak pada provinsi yang mengagungkan tagline Cetar Membahana Hingga ke Luar Angkasa ini untuk maju menjadi yang lebih baik. Â
@ikromzayn Ruwetnya Halte Medaeng setelah bus #transjatim  suara asli - Ikrom Zayn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H