Sebelum turun, saya pun berkata kepada ibu dari keluarga tersebut agar punya aturan ketika naik. Bukannya minta maaf, ibu tersebut malah tertawa kecut sambil bingung mencari tempat duduk. Untung saja, anak tersebut tidak kenapa-kenapa.
Kejadian paling parah sering terjadi saat naik bus Trans Semanggi. Jika Suroboyo Bus masih ada kondektur yang sering mengingatkan penumpang, tidak demikian dengan Trans Semanggi. Hanya ada seorang sopir yang juga bertugas menjaga ketertiban di dalam bus. Kejadian tadi pun terjadi di dalam bus Trans Semanggi.
Nah, pernah juga terjadi perselisihan antara sopir bus Trans Semanggi dengan rombongan penumpang. Ceritanya di sebuah halte ada sebuah rombongan keluarga yang naik. Mereka berpindah-pindah posisi tempat duduk. Pada halte berikutnya, ada dua orang mahasiswi yang naik. Mereka sebenarnya ingin duduk di kursi yang masih kosong tetapi tidak diperbolehkan oleh salah satu anggota keluarga tersebut.
Mereka pun berdiri dan perjalanan masih jauh. Sopir bus kemudian meminta dua orang mahasiswi itu untuk duduk. Salah satu dari keduanya lantas menuju ke dekat sopir dan mengatakan apa yang terjadi. Tak lama, sopir pun bersuara keras dengan menggunakan mikrofon agar keluarga tersebut memberi tempat duduk dan tidak seenaknya berpindah. Bukannya menerima, eh malah mereka makin ramai dan seakan mengejek sang sopir. Sontak sopirnya marah dan mengancam akan memaksa menurunkan mereka. Saya ngakak di dalam hati.
Hal paling absurd adalah kegiatan menitip bangku di bus-bus AC Tarif Biasa (ATB) jurusan Surabaya-Malang di akhir pekan. Saat akhir pekan memang saat krusial. Banyak pekerja asal Malang yang pulang ke rumahnua setelah seminggu bekerja di Surabaya.
Seringkali, ada oknum yang titip bangku di dalam bus. Mereka biasanya naik dari luar terminal atau di dekat pintu mausk tol, daerah yang sebenarnya tidak boleh digunakan untuk menaikturunkan penumpang. Kadang, kondektur yang dititipi bangku lupa menjaga bangku tersebut dan diduduki oleh penumpang yang naik dari dalam terminal.
Otomatis, saat si empunya yang merasa berhak naik, adu mulut terjadi. Kalau ada yang mengalah biasanya mereka akan duduk di kursi VIP di dekat sopir menggunakan bangku seadanya. Kalau tidak, ya pasti umpatan Jancxxx akan keluar. Umpatan ini seakan sering saya dengar ketika pulang di akhir pekan. Yah untungnya tidak ada yang merekam dan saya pun malas melakukannya karena buat apa dan sama-sama sudah capai. Sebenarnya, jika ikut aturan siapa yang datang dulu maka ia akan mendapat prioritas.
Cekcok juga kerap terjadi jika kita naik KA lokal seperti Penataran. Kalau ini sepertinya hampir setiap perjalanan yang saya lakukan pasti ada cekcok. Kalau ikut aturan, sebenarnya kita tidak boleh berpindah posisi tempat duduk. Kita wajib duduk pada nomor bangku.
Apesnya, ada saja oknum keluarga besar yang seenaknya menukar bangku dengan alasan mereka tidak mau terpisah dengan anggota keluarga lain. Biasanya mereka membeli tiket mepet. Kalau penumpang lain tidak keberatan sih tidak masalah.
Masalah akan muncul jika penumpang tersebut tidak mau ditukar tempat duduknya. Rata-rata ya juga dari keluarga besar juga yang sudah niat membeli tiket kereta jauh-jauh hari. Pasti mereka juga tidak mau dong ditukar tempat duduknya. Enak aja mungkin begitu kata mereka dalam hati. Maka, adu mulut pun terjadi dan PKD menjadi solusinya. Ia akan bertindak tegas dengan melarang kegiatan pindah-pindah bangku.
Selain menempelkan berbagai aturan di halte, bus atau kereta, sebenarnya pembuatan konten mengenai larangan untuk melanggar di dalam transportasi umum perlu diperbanyak. Media sosial pengelola transportasi umum seyogyanya tidak hanya menampilkan ucapan selamat peringatan momen tertentu tetapi juga video edukasi semacam ini.