Saya adalah satu warga Kota Malang yang cukup skeptis dengan pembangunan Gedung Malang Creative Center (MCC).
Bagi saya, uang sebesar 97 milyar rupiah yang menjadi biaya pembangunan gedung tersebut lebih baik dialihfungsikan ke pembangunan  lain. Puskesmas, sekolah, atau memperbaiki jalan raya misalnya. Malang juga sudah memiliki beberapa gedung kesenian yang masih bisa diamnfaatkan.
Namun, karena sudah terlanjur terbangun dengan megah dan terlihat dari jauh saat melintas di kawasa Blimbing, mau tak mau saya dan warga Kota Malang lainnya harus menerima.
Barang wis kadung diapakno.
Barang yang sudah terlanjur dibangun mau diapakan. Ya masak harus dihancurkan lagi. Kan sayang. Makanya, setelah terbangun megah, saya pun juga ingin melihat dan memanfaatkan gedung tersebut karena dibangun dari uang rakyat yang tidak sedikit.
Saya menunggu momen yang pas untuk datang ke sana. Jika datang saat hari biasa, rasanya aneh karena tidak ada event besar yang bisa saya ikuti. Makanya, saat grand launching beberapa waktu yang lalu, saya menyempatkan hadir. Kebetulan, ada rekan saya yang membuka stan pameran makanan UMKM olahannya. Jadi, saya sekalian silaturrahmi sambil mereview keadaan gedung tersebut.
Baru saja masuk ke parkiran motor, saya sudah bingung dengan alur perparkiran. Tidak ada tulisan yang jelas di mana letak parkir motor berada. Namun, seorang satpam meminta saya untuk naik ke bagian atas. Saya kira, parkiran berada di bagian atas gedung.
Rupanya tidak. Parkiran motor berada di basement gedung. Jadi, setelah naik ke parkiran mobil, pengunjung yang naik motor harus turun lagi ke basement. Lalu, mereka harus naik lagi ke lantai 1 atau bagian utama.
Nah, ketika akan naik ke lantai utama, saya sebenarnya ingin naik lift. Namun, di depan lift tersebut sudah penuh oleh para pengunjung yang kebanyakan adalah pelaku UMKM yang sedang pameran. Lift barang yang ada pun juga sering penuh oleh para pelaku pameran yang sedang membawa barang banyak. Alhasil, saya pun menuju lantai utama dengan berjalan kaki ke akses keluar motor. Tidak ada tangga yang menghubungkan basement dengan pintu utama.
Walau sudah berada di pelataran, ternyata saya harus naik tangga lagi untuk masuk lantai 1. Tangga ini menurut saya cukup curam. Barangkali, curamnya tangga digunakan sebagai tempat duduk pengunjung yang ingin melihat live music. Saat itu memang ada pertunjukan music di pelataran lantai 1. Jadi, pengunjung bisa melihat live music sembari melihat jalan raya. Untuk konsep ini, saya sebenarnya suka. Hanya saja mengpa tangganya cukup curam. Kasihan jika orang sepuh ingin naik pasti akan kesulitan.