Meski begitu, ada beberapa komentar yang masuk memberikan solusi mengenai halte tersebut. Beberapa diantaranya bahkan memberikan paparan yang komperhensif dari beberapa disiplin ilmu yang mereka kuasai. Semisal, mengenai tata kota, traffic manajemen, dan ilmu sosiolologi. Dari beberapa diskusi yang masuk, akhirnya saya pun juga mendapatkan pengetahuan baru bahwa dalam mendesain sebuah halte tidak bisa begitu saja. Perlu kajian yang mendalam agar bangunan tersebut bisa dimaksimalkan oleh penggunanya.
Diskusi soal rute juga tak kalah seru. Banyak sekali komentar yang masuk datang memberikan pemikiran mereka mengenai rute yang harus dilayani oleh BRT. Ada rute yang dirasa terlalu panjang atau bahkan terlalu pendek. Saya pun akhirnya juga bisa belajar bagaimana susahnya untuk menentukan rute BRT. Mulai dari apakah ada rute exsisting (rute yang sudah ada), kepadatan penduduk dan aktivitas, hingga beberapa parameter lain.
Perubahan dan pemecahan rute BRT menjadi hal yang paling saya suka untuk didiskusikan. Makanya, saya selalu semangat ketika membuat konten baru mengenai dua topik ini. Ada saja komentar yang masuk dengan aneka pandangan yang berbeda. Jika saya masih setuju, maka saya tidak banyak memberikan komentar. Jika tidak, maka saya biasanya memberikan sedikit paparan dengan beberapa informasi yang saya ketahui.
Paling tidak, saya bisa memberikan gambaran bahwa untuk membuka sebuah rute BRT baru, sesungguhnya tidak semudah itu. Banyak sekali tantangan di lapangan yang tidak bisa diselesaikan dengan satu dua hari. Contohya adalah penolakan angkot yang merasa bahwa rutenya diambil. Kejadian di Bandung yang menghebohkan saat banyak kasus penghadangan armada Teman Bus adalah salah satu contoh nyatanya.
Makanya, dalam setiap kesempatan saya memberikan penjelasan bahwa rute BRT bisa saja diubah oleh pemangku kepentingan dan kita sebagai pengguna harus siap dengan perubahan tersebut meski sebenarnya ada kerugian yang kita dapatkan. Tentu, peran pemerintah sebagai pelaksana BRT juga sangat penting sehingga video yang saya ambil juga menjadi salah satu usaha untuk memberikan gambaran di lapangan bahwa masalah rute adalah masalah yang kerap menjadi PR tersendiri.
Dua hal pokok lain yakni armada dan pembayaran juga menjadi isu yang layak diperbincangkan. Saya kerap menerima komplain dari pengguna Feeder, entah di Surabaya atau Semarang bahwa armada yang tersedia terlalu kecil. Saya paham karena mereka menginginkan armada bus kecil sebagai kendaraan yang melayani rute tersebut.
Akan tetapi, saya pun memberikan pemahaman bahwa konsep feeder adalah menghubungkan daerah yang dilalui oleh bus. Jika menggunakan bus, tentu armada tersebut akan kesulitan melewati rute gang dan jalan sempit. Padahal, wilayah itu adalah konsentrasi terbesar dari penumpang feeder.