Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya memiliki satu masalah yang hingga kini belum terpecahkan.
Layanan transportasi umum yang memadai dan bisa diandalkan. Meski Surabaya sudah memiliki Suroboyo Bus dan Trans Semanggi Surabaya, nyatanya keduanya belum bisa dikatakan berhasil mengatasi masalah transportasi umum di Kota Pahlawan ini.
Dua layanan tersebut masih belum menjangkau banyak wilayah di Surabaya. Kebanyakan rute yang dilalui dua moda transportasi ini adalah jalan utama.
Sementara, jalanan lain dan pemukiman warga yang menjadi kantung aktivitas masyarakat sebagian besar belum tersentuh. Jangankan pemukiman, jalanan besar lain, perkantoran, dan sekolah juga masih belum banyak yang tersentuh.
Akibatnya, warga Surabaya mau tak mau, suka tak suka harus menggunakan kendaraan pribadi untuk beraktivitas. Mereka pun setiap hari membakar gas karbondioksida dan gas karbon monoksida demi bisa beraktivitas.
Selain kemacetan, polusi udara juga menjadi masalah yang cukup serius. Tentu, jika hal ini dibiarkan maka akan menimbulkan dampak yang cukup buruk bagi warga Kota Surabaya.
Sebenarnya, ada beberapa rencana pengembangan rute Trans Semanggi Surabaya yang beroperasi pada tahun ini. Namun, hingga bulan ketiga tahun ini, rencana tersebut nyatanya belum juga ada hilalnya.
Malah, masyarakat Surabaya tahun kemarin harus menelan pil pahit dengan mendapatkan prank pengoperasian bus listrik yang hanya berjalan selama seminggu.
Meski kini rute yang dilewati bus tersebut dilayani oleh Trans Semanggi, tetap saja kejadian tersebut menimbulkan pemahaman bahwa pemerintah tidak serius dalam menyediakan transportasi umum.
Angin segar pun berembus ketika beberapa pemberitaan menyatakan bahwa Pemkot Surabaya akan menyediakan angkutan Feeder atau pengumpan. Beberapa warga melihat armada Feeder berjalan di jalanan Surabaya untuk ujicoba. Kabar pun santer terdengar bahwa pada akhir Februari kemarin layananan ini akan beroperasi. Nyatanya, waktu pengoperasian Feeder pun molor dan baru benar-benar jalan awal Maret ini.
Sebuah akun bernama Wira-Wiri Suroboyo pun diperkanalkan publik di Instagram. Akun tersebut menyatakan bahwa pengoperasian Feeder akan segera dilakukan. Tak lama, peresmian pun dilakukan oleh Wali Kota Surabaya.
Walau sudah diresmikan, sebagai orang yang pernah kena prank bus listrik kemarin, saya bertanya. Benarkan feeder ini akan beroperasi? Atau hanya gimmick semata yang nantinya akan kembali berhenti kembali?
Dalam unggahan akun Wira-Wiri Suroboyo, setidaknya ada 5 rute Feeder ini. Rute pertama adalah rute Benowo-Tunjungan, rute kedua adalah rute Mayjend Sungkono-Embong Wungu, rute ketiga adalah Terminal Joyoboyo Kedung Asem, rute keempat adalah Penjaringan Sari-Gunung Anyar, dan rute kelima adalah Puspa Raya HR Muhammad.
Kelima rute ini melayani wilayah dan jalanan yang sebagian besar belum dilewati oleh Trans Semanggi dan Suroboyo Bus.
Meski demikian, kelimanya akan menghubungkan penumpang dengan halte Suroboyo Bus dan Trans Semanggi di beberapa titik. Penumpang bisa transit dari feeder menuju dua layanan bus tersebut.
Sayangnya, integrasi tiket hanya bisa dilakukan dengan Suroboyo Bus yang sama-sama dikelola oleh Pemkot Surabaya. Penumpang dari feeder maupun Suroboyo Bus tidak perlu lagi membayar tiket jika akan transit. Namun, penumpang tetap harus membayar tiket saat transit menggunakan bus Trans Semanggi Surabaya karena dikelola oleh Kemenhub.
Walau pihak Trans Semanggi telah memberikan informasi yang cukup jelas mengenai halte yang bisa digunakan transit feeder, nyatanya dengan aturan berbayar lagi ini, sejatinya belum memaksimalkan peran dari transportasi umum itu sendiri.
Walau demikian, antusiasme warga Surabaya dalam menyambut feeder bisa dikatakan cukup tinggi. Ketika saya mencoba naik dari Embong Malang ke Pasar Kembang lalu kembali lagi ke Tunjungan, saya bertemu dengan beberapa warga asal Benowo yang ingin ke pusat Kota Surabaya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa wilayah Benowo, Pakal, Kandangan, dan sekitarnya dianggap sebagai wilayah yang tak tersentuh pembangunan Kota Surabaya secara merata. Salah satunya adalah pembangunan transportasi umum. Wilayah ini juga cukup jauh dari Surabaya dan dulu saya pernah mengira wilayah ini sudah masuk Kabupaten Gresik karena saking jauhnya.
Ketika viral video Bu Risma marah-marah soal pelayana e-KTP yang amburadul di Surabaya, beliau saat itu menggambarkan bagaimana jika warga dari Benowo harus oper bemo atau angkot dan menunggu lama demi mendapatkan e-KTP.Â
Penggambaran tersebut membuat pemahaman bahwa daerah ini memang salah satu daerah yang juga harus diperhatikan dalam menata transportasi umum.
Kini, dengan adanya feeder warga Benowo bisa jalan-jalan ke Tunjungan. Sebuah hal yang mungkin akan sulit dilakukan bagi mereka yang masih belum memiliki kendaraan pribadi.
Dalam perjalanan saya dari Pasar Kembang ke Tunjungan, saya bersama simbah-simbah yang niat jalan-jalan ke Tunjungan. Dari raut muka dan pembicaraan mereka, tampak sekali kebahagiaan bisa naik feeder ini. Maka, saya berpikir sebenarnya jika ingin melihat ketidakmerataan pembangunan di Indonesia sebenarnya tidak perlu jauh-jauh. Datanglah ke Surabaya dan lihatlah warga di daerah pinggiran selama ini cukup susah mendapatkan layanan transportasi umum.
Untuk pengalaman naik feeder ini sendiri sebenarnya cukup nyaman dan mirip Feeder Trans Semarang. Ada dua jenis armada yang digunakan, yakni armada Hi Ace dengan kapasitas 14-16 orang dan armada Grand Max dengan kapasitas 11 orang. Di dalam feeder terdapat layar monitor berisi informasi rute. Ada pula mesin pembayaran nontunai di dekat pintu yang terbuka secara otomatis.
AC yang menyala kencang membuat nyaman. Sopir pun yang menurut informasi merupakan sopir angkot rute yang terdampak juga mengemudikan feeder dengan baik. Walau kadang mereka masih bingung mencari letak halte yang harus dituju, tetapi masih perlu dimaklumi. Halte yang terpasang memang belum diinformasikan jelas oleh akun Wira-Wiri Suroboyo. Kadang, posisi halte juga terhalang oleh pohon atau bangunan lain.
Seorang kondektur juga disiagakan di setiap armada feeder. Selain membantu sopir dan penumpang, mereka juga memastikan penumpang bisa transit ke Suroboyo Bus atau Trans Semanggi. Untuk seminggu ini, tiket masih gratis dan akan berbayar sebesar 5.000 rupiah untuk umum dan 2.500 rupiah untuk pelajar pada minggu berikutnya.
Kelemahan utama feeder ini adalah posisi armadanya belum bisa dicek melalui aplikasi seperti Trans Semanggi atau Suroboyo Bus. Penumpang harus sabar menunggu di tempat pemberhentian. Jika mereka sedang beruntung, maka akan cepat mendapatkan feeder. Jika tidak, maka mereka harus ekstra sabar.
Semoga saja nanti ada pengembangan feeder ini agar bisa dicek melalui aplikasi. Syukur-syukur, aplikasi yang digunakan adalah Go Bis Suroboyo Bus agar lebih memudahkan penumpang.
Jika feeder ini semakin diminati, sudah saatnya Pemkot Surabaya menambah armada feeder ini lagi. Tidak hanya itu, beberapa wilayah lain di Surabaya juga belum tersentuh oleh feeder.
Memang, semua butuh proses tetapi jika tidak dilakukan secara sungguh-sungguh jangan harap masyarakat mau beralih menggunakan transportasi umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H