Sebagian besar kondektur yang bersama saya di dalam video cuek dan tidak mempermasalahkan saya saat mengambil video. Beberapa bahkan sudah mengenal saya dan sampai hafal jika saya naik pasti akan merekam video saat momen tertentu.
Mengenai masalah larangan merekam di tempat umum ini memang cukup riskan. Jika mengacu pada aturan, sebenarnya ada batasan mengenai privasi seseorang yang harus dihormati.Â
Tidak semua orang mau direkam dan gambarnya tersebar luas. Ada beberapa pasal yang bertujuan untuk menghormati privasi seseorang.
Pasal-pasal tersebut juga bertujuan untuk mencegah wajah dari orang yang masuk dalam foto atau video digunakan untuk tindakan yang tidak baik. Makanya, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa merekam kegiatan di tempat umum, semisal di dalam bus sebenarnya tidak boleh dilakukan.
Akan tetapi, jika aturan ini saklek untuk digunakan, maka tidak ada lagi infrormasi mengenai kondisi di tempat umum.Â
Tidak hanya itu, apakah mungkin dalam sebuah perekaman video atau pengambilan foto di tempat umum dalam keadaan benar-benar sepi layaknya di hutan rimba?Â
Tentu, bagaimana pun sang perekam mencoba menghindari untuk tidak merekam gambar wajah orang di dalam tempat umum seperti di dalam bus, tetap saja ada gambar orang yang masuk.
Apalagi, jika perekaman tersebut dilakukan saat jam sibuk semisal jam pergi atau pulang kerja. Bus akan selalu penuh dengan penumpang dan pasti akan banyak wajah yang masuk di dalam video.Â
Kalaupun akan melakukan sensor, tentu akan sulit. Foto dan video akan dipenuhi dengan blur sehingga tak akan nampak kondisi di dalam bus secara nyata.
Tak hanya itu, aturan Suroboyo Bus yang mengharuskan penumpang laki-laki berada di bagian belakang membuat perekam video yang ingin menampilkan jalan akan sulit.Â
Berbeda halnya dengan Trans Jateng atau beberapa BRT lain mengharuskan penumpang laki-laki berada di bagian depan atau dekat sopir. Merekam jalan pun menjadi sangat mudah tanpa terhalang oleh apa pun termasuk wajah para penumpang.