Konsep acara yang nanggung inilah yang membuat warga bingung. Ini acara sebenarnya dibuat bagaimana?
Keempat, sosialisasi yang belum maksimal
Jujur, penutupan jalan yang dilakukan tidak diimbangi dengan sosialisasi maksimal kepada masyarakat. Contohnya saja mengenai waktu acara tadi yang masih banyak yang kecele. Tak hanya itu, banyak yang belum tahu mengenai urgensi dari acara ini sehingga mereka tak berkenan hadir.
Sosialisasi lebih banyak dilakukan melalui media sosial. Mereka yang kerap menggunakan media sosial akan lebih tahu mengenai acara ini. Namun, tetap saja dari pembicaraan warga Malang yang saya dengar, banyak yang bertanya-tanya ada apakah jalan di Kayu Tangan sampai ditutup. Mereka tidak ingin mengetahui lebih lanjut dan berfokus pada kegiatan lain semisal mengahdiri kondangan pernikahan.
Kelima, sedikitnya UMKM yang berperan
Dari paparan yang ada, saya menangkap maksud dari acara ini adalah sebagai pendongkrak usaha kreatif Malang. Jika begini, maka sektor UMKM lah yang harusnya lebih berperan. Ketika saya mengunjungi beberapa stan, bukan stan UMKM yang saya temui, tetapi stan-stan dari pemodal besar yang ada. Mulai hotel berbintang, restoran, dan stan milik brand besar.
Memang ada beberapa stan dari UMKM lokal tetapi jumlahnya tak begitu banyak. Sebagian besar sudah tutup saat saya datang ke sana. Inilah yang harus menjadi catatan jangan sampai nanti ada event lain yang tak memberikan ruang banyak bagi UMKM. Untuk apa membuat event sampai menutup jalan jika lebih banyak digunakan bagi para pemilik modal besar.
Diantara berbagai catatan tadi, memang harus diakui Pemkot Malang sangat ingin membuat Kayu Tangan dikenal. Berbagai daya dan upaya dilakukan agar Kayu Tangan bisa ramai dan menjadi dstinasi baru. Keinginan ini tidak salah karena saya melihat beberapa bangunan di Kayu Tangan yang semula mati kini hidup kembali.