Kedua, optimalisasi gedung Malang Creative Center
Sorotan Sebagian warga Malang dengan penutupan jalan tersebut adalah belum optimalnya gedung Malang Creative Center (MCC). Gedung ini baru saja dibangun dan menghabiskan dana lebih dari 90 milyar rupiah. Padahal, gedung tersebut direncanakan sebagai ruang kreatif bagi masyarakat Malang yang ingin menyalurkan kreativitasnya. Mereka yang memiliki usaha ekonomi kreatif diharapkan mampu terwadahi dari gedung megah tersebut.
Lantas, jika ada gedung baru tersebut, mengapa harus tetap menutup jalan? Apa harus menunggu seremonial dulu untuk menggunakan gedung tersebut? Apa memang harus saklek menggunakan Kayu Tangan agar roh kreatifnya tetap ada?
Padahal, pembangunan gedung tersebut sudah rampung. Setiap kali saya melewati gedung di kawasan Blimbing ini, gedung masih kosong. Hanya lampunya saja yang dinyalakan. Belum tampak banyak aktivitas yang berarti di gedung megah tersebut.
Kalau acara tersebut dilakukan di gedung tersebut, maka akan terasa jauh lebih bermanfaat. Selain menghindari penutupan jalan, momen itu juga bisa digunakan sebagai awal penggunaan gedung yang pembangunannya juga menuai pro kontra. Paling tidak, masyarakat Malang memganggap bahwa uang rakyat yang digunakan tidak berakhir sia-sia. Mereka juga bisa melihat pameran dengan nyaman tanpa takut terkena hujan.
Ketiga, konsep acara yang tidak begitu jelas
Pemahaman ini saya tangkap dari beberapa orang yang datang ke lokasi acara. Dari perbincangan mereka, Sebagian besar mempertanyakan konsep acara tersebut. Apakah berupa pameran kreatif atau pameran Malang Tempo Dulu.
Kalau pameran kreatif, mengapa ada imbaun untuk mengenakan pakaian jadul selama acara? Jika ada imbauan tersebut, mengapa tidak dibuat sekalian dalam nuansa tempo dulu? Mengapa masih ada spot yang mempertunjukkan kreasi kekinian. Panggung acara misalnya yang begitu megah layaknya panggung konser masa kini.