Selama ini, paket wisata di Desa Wisata Sanankerto kurang laku dan menjual terutama sejak pandemi. Walau pembatasan sosial tidak lagi diberlakukan dan obyek wisata dibuka penuh, tetapi jumlah pengunjung di Desa Wisata Sanankerto masih belum mencapai 40% dari kunjungan normal sebelum pandemi.
Untuk itulah, menurut Bapak Rudi, Ketua Pokdarwis Sanankerto, pengemasan paket wisata di desa tersebut sangat penting. Perlu diketahui, di Desa Sanankerto sudah ada 22 homestay yang berdiri dan separuh diantaranya sudah tersertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability). Sayang, okupansi homestay tersebut masih rendah akibat pandemi.
Langkah jitu yang bisa dilakukan adalah dengan menjual keunikan atraksi wisata pada homestay di Desa Wisata Sanankerto. Atraksi tersebut berupa interaksi antara wisatawan dengan pemilik homestay, semisal membuat kerajinan bambu, minuman tradisional, dan lain sebagainya.
Interaksi ini menjadi nyawa agar ada keinginan kuat dari wisatawan untuk mengunjungi Desa Wisata Sanankerto. Wisatawan akan tertarik karena mereka tak sekadar mengunjungi alam tetapi juga kehidupan masyarakat di dalamnya.
Kriteria Desa Ramah Berkendara
Dukungan untuk mempromosikan desa wisata sebenarnya sudah menjadi program pemerintah melalui Kemenparekraf. Adira Finance mendukung program tersebut dengan memasukkan 6 desa sebagai Desa Wisata Ramah Berkendara sebagai upaya promosi.
Menurut Direktur Marketing Adira Finance, Ibu Swandjani Gunadi, setidaknya ada beberapa kriteria sebuah desa bisa dimasukkan sebagai Desa Wisata Ramah berkendara.
Pertama adalah infrastruktur desa tersebut. Saat menuju Desa Wisata Sanankerto, saya merasakan sendiri mudahnya akses menuju Kawasan Bon Pring. Untuk ukuran jalan desa, Desa Wisata Sanankerto sudah memiliki jalur 2 lajur yang lebar dan semuanya sudah hotmix.
Walau kontur jalan cukup berliku di kaki bukit, tetapi dengan berkendara roda dua rasanya cukup nyaman. Tidak perlu risau karena tak akan bertemu jalan yang rusak.