Betapa tidak, sejarah kembali terulang ketika Purwokerto dipilih oleh Pemerintah Kolonial Belanda menjadi wilayah yang dilewati jalur trem perusahaan swasta Serajoedal Stoomtran Maatshappij (SDS). Perusahaan ini membangun beberapa jalur trem diantaranya adalah Maos-Purwokerto yang saat ini masih aktif dan jalur Purokerto-Sokaraja yang kini nonaktif.Â
Keberadaan jalur kereta api ini kemudian membuat Purwokerto semakin maju dan akhirnya "membunuh" Banyumas sebagai ibukota Karasidenan Banyumas saat itu. Perlahan tapi pasti, Banyumas kehilangan kendali dan akhirnya ibukota wilayah ini dipindahkan ke Purwokerto.
Kini, Purwokerto kembali mendapatkan privilege dari Kemenhub untuk menjalankan program Teman Bus yag bernama Trans Banyumas. Salah satu alasan dipilihnya Purwokerto dan beberapa wilayah di Banyumas dalam program ini adalah wilayah ini dianggap potensial untuk dikembangkan transportasi umumnya. Wilayah Banyumas Raya yang cukup luas dengan jumlah penduduk melimpah dan sumber daya alam yang luar biasa adalah kunci dari perlunya transportasi umum di kota ini.
Purwokerto dan Banyumas Raya juga masih belum semacet beberapa kota lain di Jawa Tengah maupun di Indonesia. Kemacetan memang terjadi di beberapa titik tetapi belum separah di kota lain. Dengan adanya Teman Bus, diharapkan kemacetan yang akan bisa diminimalisasi.
Agar lebih mengetahui bagaimana pengoperasian Trans Banyumas sekaligus jalan-jalan saat liburan, maka saya kembali datang ke Purwokerto beberapa waktu lalu. Saya kaget ternyata integrasi transportasi di kota ini jauh lebih baik dibandingkan kedatangan saya 3 tahun lalu. Saat itu, belum ada transportasi umum yang bisa diandalkan selain angkot yang ngetem lama.
Kini, dari stasiun Purwokerto, saya hanya perlu berjalan kaki sekitar 250 meter untuk mencapai Terminal Pasar Pon. Terminal ini merupakan terminal integrasi dari beberapa moda transportasi umum di Purwokerto.Â
Ada Trans Banyumas, Trans Jateng, dan angkot. Halte Trans Jateng yang dikhususkan untuk bus dek tinggi (high deck) bersebelahan dengan Halte Trans Banyumas yang berdek rendah (low deck).
Saat mendekati kedua halte tersebut, ada seorang petugas halte Trans Jateng yang menanyakan tujuan saya. Saya pun mengatakan bahwa akan menuju daerah Pabuaran. Ia langsung menyuruh saya menyebrang jalan karena bus Trans Banyumas yang sedianya akan menuju Pabuaran melintasi sisi seberang Terminal Pasar Pon dari arah underpass Jenderal Soedirman.
Bagi saya ini unik karena walau ia adalah petugas Trans Jateng ternyata ia paham juga rute dari Trans Banyumas. Bagi orang awam seperti saya, terutama yang jarang atau pertama kali ke Purwokerto, tidak peduli harus naik apa yang penting bisa sampai ke tujuan. Layanan bantuan semacam ini menjadi salah satu nilai plus yang kadang disepelekan pada penataan transportasi umum.