Halte di Malang belum memenuhi syarat lokasi sebagai halte yang ideal untuk memenuhi aktivitas warga kota menggunakan transportasi umum.
Setidaknya, ada beberapa syarat lokasi halte dikatakan menjadi halte yang ideal. Pertama, halte berada pada trotoar dengan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan.Â
Kedua, halte diletakkan di pada pusat kegiatan (sekolah, pasar, rumah sakit, dll) sehingga membangkitkan pemakai angkutan umum. Ketiga, halte berada di tempat terbuka dan tidak tersembunyi.
Tidak hanya itu, halte yang baik juga setidaknya memenuhi beberapa aspek dari efektivitas penggunaan halte. Beberapa aspek tersebut adalah tata guna lahan, jarak antar halte, letak halte terhadap fasilitas penyeberangan, dan dimensi atau ukuran halte.Â
Semakin efektif suatu halte yang diukur dari beberapa aspek tersebut, maka suatu halte dikatakan layak untuk digunakan sebagai tempat menunggu dan naik angkutan umum.
Beberapa waktu lalu, saya iseng melakukan sedikit pengamatan mengenai kondisi beberapa halte di Kota Malang. Halte pertama yang saya tuju adalah halte yang berada di Jalan Jaksa Agung Suprapto (Celaket).Â
Walau dekat dengan kawasan Kayu Tangan Heritage yang menjadi salah satu proyek mercusuar, tetapi kondisi halte yang berada di dekat salah satu sekolah ini cukup memprihatinkan.
Jarak Halte yang Berjauhan
Atap yang sudah rusak parah, dinding halte yang penuh coretan, dan berbagai tempelan yang memenuhinya membuat orang enggan untuk menunggu di halte tersebut.Â
Padahal, halte ini cukup strategis karena dekat dengan bangunan sekolah dan beberapa perkantoran. Tidak hanya itu, posisi halte juga cukup pas dengan muka jalan. Artinya, ketika angkot berhenti di halte tersebut, maka penumpang juga cukup mudah untuk naik atau turun.
Dari halte di Celaket ini, saya pun menuju ke arah utara untuk mencari halte selanjutnya. Sayang, saya tak menemukan satu pun halte di dekat halte Celaket tersebut.Â