Memang hak pemerintah untuk menunda atau membatalkan layanan tersebut. Akan tetapi, pembatalan ini juga akan berdampak pada psikologis masyarakat untuk mau naik Teman Bus. ketika mereka sudah niat naik Teman Bus, mereka pun akan was-was dan bertanya:
Bagaimana jika layanan dihentikan kembali?
Bagaimana bila bus jalan di tengah hari saat mereka akan pulang ke rumah?
Ketidakpastian tersebut juga kembali mencerminkan bahwa angkutan darat di daerah masih perlu banyak dibenahi. Andaikan harus ada evaluasi, alangkah lebih baik tidak menghentikan layanan secara total. Mungkin, bisa mengurangi jam operasional atau tidak keburu menginformasikan layanan tersebut kepada masyarakat luas. Ketika sudah mendapatkan prank dan ghosting semacam ini, maka masyarakat akan enggan menggunakan transportasi umum. Naik kendaraan pribadi yang 'Vasthi-vasthi' saja adalah kunci saat ini.
Semoga saja layanan Teman Bus bisa kembali beroperasi dan tidak lagi menghentikan layanan di tengah jalan. Teman Bus Solo adalah salah satu contoh yang cukup berhasil. Evaluasi dilakukan setiap hari. Saya pernah bersama petugas dari Kemenhub yang ikut di dalam layanan feeder Teman Bus. Ia berbincang dengan sang sopir mengenai kendala operasi dan juga keluhan yang sering timbul dari penumpang. Evaluasi yang sering dilaukan adalah belum jelasnya tanda petunjuk halte sehingga penumpang tidak bisa melihat dengan jelas. Evaluasi ini dilakukan tanpa membuat operasional terhenti.
Cepat pulih ya Teman Bus!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H