Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Yuk, Mulai Menghargai Diri Sendiri Secara Obyektif dan Realistis!

19 Juli 2021   08:08 Diperbarui: 19 Juli 2021   14:49 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi self love, mencintai diri sendiri (SHUTTERSTOCK/Krakenimages.com)

Setiap manusia pasti punya kelebihan dan kekurangan.

Tidak ada manusia yang sempurna. Meski, kini dengan tipu daya beranda Instragram, pasti ada sisi kelemahan yang ada dalam tiap manusia. 

Lantaran memiliki kelebihan dan kelemahan, manusia hendaknya menempatkan diri sesuai porsinya.

Ia tak terlalu superior dan memandang rendah orang di sekitarnya. Sebaliknya, ia juga tak inferior dengan memandang dirinya paling buruk sembari meratapi mengapa ia tak sebaik orang lain. 

Menempatkan diri seusai dengan porsi yang dimiliki ini sama halnya dengan menghargai diri secara obyektif dan realistis. 

Meski, namanya juga manusia, tentu ada sisi subyektif dan pemikiran yang tidak realistis dalam memandang dirinya.

Ketika saya masih sekolah dulu, saya pernah mendapatkan pelajaran mengenai dua macam takdir yang melekat pada manusia. 

Bagi pembaca yang beragama Islam pasti paham dua macam takdir. Tak lain adalah takdir mubram dan takdir muallaq.

Takdir mubram ketentuan mutlak dari Tuhan yang pasti berlaku dan manusia tidak diberi peran untuk mewujudkannya. Jenis kelamin dan usia kematian adalah beberapa contoh dari takdir mubram ini. kita tidak diberi peran untuk mengubah takdir yang kita dapat tersebut.

Sedangkan, takdir muallaq adalah takdir yang mensyaratkan usaha atau ikhtiar manusia dalam meraih apa yang ia tentukan. Rezeki dan prestasi belajar dalah beberapa contohnya. 

Tuhan telah menentukan batas yang akan kita dapat dalam hidup. Namun, untuk mencapai batas tersebut, kita harus berusaha semampu kita. Kita juga harus mengerti bahwa batas tersebut adalah batas yang telah dianugerahkan pada diri kita.

Dengan memahami makna takdir, kita akan bisa menghargai diri lebih obyektif dan realistis. Kita tidak akan bertanya lagi mengapa tidak dilahirkan dari keluarga yang kaya raya. Kita tidak akan bertanya lagi mengapa tidak dilahirkan dengan wajah yang rupawan nan jelita. Kita pun tak akan bertanya lagi mengapa di usia saat ini masih belum sampai pada pencapaian seperti orang lain, terutama orang di sekitar kita.

Untuk menghargai diri sendiri, memantapkan diri pada pilihan hidup yang telah diambil adalah kunci. Hidup memang sebuah pilihan sulit. 

Banyak sekali opsi dan jalan yang bisa kita ambil. Meski pada awalnya kita ragu pada diri kita, pada penilaian orang di sekitar kita, tetapi yang menjalani adalah kita sendiri. Yang mengerti bagaimana susahnya dalam menjalani pilihan adalah diri kita. Dan tentunya, yang bisa mengerti bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah di dalam pilihan kita ya diri kita sendiri. Meski harus dengan proses berliku dan panjang, masalah itu akan bisa kita hadapi.

Menghargai pilihan yang kita ambil adalah bentuk menghargai diri sendiri. Kita akan bisa menempatkan diri sesuai pilihan kita. Kita akan mengerti bahwa segalanya tidak akan berjalan instan. Butuh proses yang panjang dan berliku hingga mendapatkan hasil yang diinginkan.

Selanjutnya, kita sering tidak menyadari bahwa di dalam kelemahan kita ternyata ada kelebihan yang tidak kita sadari sebelumnya. 

Saya memiliki teman pria yang tidak begitu suka dengan pisang. Bahkan, bisa jadi ia jijik jika harus makan pisang secara langsung. Namun kegemarannya akan memasak, akhirnya dia bisa mengolah berbagai macam olahan pisang. Mulai pisang krispy, keripik, es krim, dan lain sebagainya. 

Pada suatu ketika, ia mengatakan pada saya bahwa ia sangat tertantang atas kelemahan tidak bisa makan pisang secara langsung.

Ia sangat tahu bahwa kandungan di dalam buah pisang sangat bermanfaat bagi kesehatannya. Ia menyadari bahwa ada sesuatu yang menolaknya untuk bisa memakannya secara langsung. Ia menyadari kelemahannya tersebut. 

Ia mencoba bagaimana dengan kelebihan yang ia miliki, ia bisa menjadikan kelemahan tersebut teman terbaik dengan cara yang lain.

Ilustrasi Istock.com
Ilustrasi Istock.com
Saya mendapatkan pelajaran berharga darinya bahwa ketika kita bisa menghargai diri secara obyektif dan realistis, maka kita akan bisa mendapatkan sesuatu yang barangkali tidak kita duga. Contohnya ya teman saya tadi. 

Selepas ia bisa membuat beberapa olahan menu dari pisang, ia pun bisa menjualnya. Walau tidak sampai untung banyak, tetapi saat itu bisa ia gunakan untuk membiayai kebutuhan kuliah. Bahkan, ia juga berhasil lolos seleksi proposal Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK). Proposalnya mendapatkan dana dari pemerintah saat itu dan bisa digunakan untuk mengembangkan usahanya.

Poin penting dalam menghargai diri secara obyektif dan realistis adalah menyadari bahwa tidak perlu menutupi kekurangan dengan kelebihan semu. 

Sebuah langkah bumerang dalam hidup jika kita melakukannya secara terus-menerus. Semisal, memaksakan diri untuk bergaya hidup mewah demi kepoluleran semata. Demi eksistensi dan pengakuan dari lingkungan sekitar.

Saya sering menolak ajakan teman yang nongkrong di kafe mewah. Sebelum nongkrong di kafe, saya memang rajin mengecek harga menu di Instagram kafe tersebut. Bukan apa-apa, saya memang cukup strict dalam melakukan pengeluaran di kafe. 

Ketika harga menu di kafe tersebut terlalu mahal, saya biasanya meminta untuk beralih ke kafe lain. Jika teman-teman saya tak mau, maka saya pun absen dan jujur kalau saya tak ada uang. 

Barulah kalau mereka memaksa saya untuk ikut dengan bantuan dana sosial dari mereka, saya pun akan ikut. Kalau tidak, lebih baik saya tak memaksakan diri.

Meski begitu, sebenarnya kita perlu apresiasi yang cukup untuk menghargai diri sendiri. Kalau saya, rajin ke tempat pijat jika kondisi memungkinkan adalah kunci. 

Pijat refleksi adalah bentuk apresiasi bagi diri saya yang sudah bekerja keras selama ini. Yang sudah lama menatap layar komputer lama atau bepergian jauh. Saya hanya melakukannya paling tidak dua atau tiga bulan sekali. Bagi saya itu sudah cukup sebagai bentuk penghargaan diri.

Terakhir, bentuk menghargai diri secara obyektif adalah menerima saran yang membangun. Cara ini tentu paling sulit terlebih kita sering tak mau jika menerima saran. 

Menerima saran dari orang lain boleh tidak kita lakukan secara tergesa. Kita bisa melakukannya sambil berproses menjalankan kehidupan kita. 

Mengolah saran sambil belajar apa yang menurut kita kurang adalah salah satu cara tebaik dalam menghargai diri secara obyektif dan realistis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun