Program Vaksinasi merupakan salah satu program yang dilakukan untuk pencegahan Covid-19.
Meski vaksinasi tidak melindungi secara keseluruhan akan infeksi virus ini pada seseorang, tetapi mengurangi dampak berat yang ditimbulkan. Sejak pemberlakukan PPKM Darurat akhir pekan kemarin, vaksin pun menjadi syarat perjalanan bagi seseorang yang akan keluar kota. Terutama, mereka yang tidak bekerja di sektor esensial.
Menurut Juru Bicara Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, pada 3 Juli 2021 kemarin sudah ada 45 juta orang Indonesia yang sudah divaksin minimal vaksin pertama.Â
Sebanyak 31,5 juta telah menerima dosis pertama dan sisanya sudah menerima dosis kedua. Dalam menggenjot upaya vaksinasi sebanyak 2 juta orang per hari, maka pemerintah akan menggandeng platform digital untuk memudahkan masyarakat yang akan divaksin.
Tidak hanya itu, kini banyak lembaga yang melaksanakan vaksinasi massal. Mulai dari rumah sakit, militer, kampus, hingga beberapa tempat usaha yang menawarkan vaksin. Meski ada hoaks kesehatan seputar vaksin yang membuat beberapa orang enggan divaksin, nyatanya animo masyarakat yang ingin divaksin cukup tinggi.
Ini terlihat jelas dari mebludaknya pendaftaraan vaksinasi yang dilakukan oleh berbagai lembaga tersebut. Setiap ada informasi mengenai pembukaan pendaftaran vaksinasi, layanan narahubung selalu penuh dan slow respond untuk menjawab.Â
Demikian pula dengan formulir pendaftaran online yang disediakan oleh berbagai lembaga tersebut, seringkali sudah ditutup lantaran sudah memenuhi kuota.
Bahkan, tak sampai 3 hingga 5 menit dari jadwal pembukaan pendaftaran, kuota vaksin sudah penuh. Kondisi ini memang menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat untuk divaksin memang tinggi. Tentu, dengan banyaknya mereka yang gagal untuk mendapatkan jatah vaksin pada suatu lembaga membuat mereka kecewa.
Tidak hanya itu, kadang berbagai lembaga tersebut tidak secara jelas merinci siapa saja yang akan divaksin pada hari pelaksanakan. Mereka hanya menginfromasikan bahwa akan menghubungi para calon penerima vaksin melalui email atau layanan pesan. Banyak di antara mereka yang mendaftar meminta agar penyedia vaksin tersebut memberitahukan secara jelas siapa saja yang akan menerima vaksin.
Entah karena tiada waktu lagi atau tenaga yang kurang, informasi tersebut sering tidak dipaparkan. Memang, berkejaran dengan waktu untuk terus melakukan vaksinasi adalah tindakan tepat saat ini.Â
Namun, sebenarnya untuk mengurangi kekecewaaan para calon penerima vaksin yang tak mendapat kuota juga perlu dilakukan. Paling tidak, mereka mendapatkan kepastian terlebih dahulu dan bisa menunggu dengan tenang jika kuota vaksin tersedia lagi.
Jika mereka ditolak dari satu lembaga ke lembaga lain, kemungkinan mereka juga akan frustasi. Akhirnya, semangat kuat yang mulanya berniat untuk divaksin menjadi hilang.Â
Mereka pun akan tidak lagi peduli apakah sudah divaksin atau belum meskipun bekerja di sektor yang membutuhkan vaksinasi. Dari beberapa komentar yang terbaca dari pengumuman penutupan pendaftaran vaksinasi, banyak yang menyatakan bahwa vaksinasi hanya awing-awang bagi mereka yang bekerja mandiri.Â
Sesuatu yang mustahil untuk mereka dapat sehingga bisa bekerja dengan lebih tenang. Padahal, pemerintah sudah menargetkan sebagian besar rakyat Indonesia akan divaksin dan tinggal menunggu waktunya saja.
Masalah ini sebenarnya harus mulai ditanggapi serius. Dengan perkembangan IT saat ini, sebenarnya pemerintah bisa membuka satu layanan khusus pendaftaran vaksin secara nasional. Jika tidak secara nasional, bisa secara region atau kota.
Nantinya, pendaftar bisa melihat berapa kuota vaksin yang terdapat di kota tersebut. Pemerintah tinggal menunjuk lembaga yang bisa mengadakan vaksin seperti lembaga yang membuka  pendaftaran vaksin saat ini. Jadi, pendaftaran dilakukan dengan jelas dan transparan.
Dengan begini, mobilitas masyarakat pun bisa dikurangi. Tidak lagi mengantre di tempat tertentu yang rawan sekali terjadi kerumunan massal dan penularan Covid-19.
Pada pendaftaran satu pintu tersebut, alangkah lebih baik juga dilengkapi data real time siapa saja yang masuk waiting list atau data tunggu penerima vaksin. Mereka yang sudah mendaftar tidak lagi risau untuk mencari vaksin karena tinggal menunggu dengan jelas kapan divaksin.Â
Entah seminggu kemudian atau dua minggu kemudian, yang jelas mereka sudah mendapatkan kepastian. Tidak hanya itu, informasi mengenai penyakit bawaan yang kerap menjadi syarat vaksin juga bisa dimasukkan dalam situs yang membuka pendaftaran vaksinasi secara terpusat tersebut.
Bagaimana dengan masyarakat yang tidak bisa mengakses internet?
Pendaftaran vaksinasi secara manual masih bisa dilakukan. Di berbagai wilayah ada banyak sekali kader Posyandu yang kini sempat vakum jika tidak sedang melakukan kegiatan pemeriksaan secara terbatas. Mereka bisa diberdayakan untuk mendata warga yang belum divaksin.
Data warga yang lengkap tersebut bisa diajukan ke Puskesmas. Nantinya, Puskesmas akan mengadakan vaksinasi massal bagi warga di wilayah kerjanya yang belum divaksin. Puskesmas juga tentu melakukan kegiatan tersebut sesuai kuota vaksin yang tersedia.
Di beberapa tempat, kegiatan semacam ini sudah berjalan baik. Sayangnya, di tempat saya belum terlaksana sehingga masyarakat yang mau divaksin harus mendaftar melalui WA atau google form kepada Puskesmas tersebut. Sama dengan lembaga lain yang membuka vaksin, pendaftaran pun sangat cepat penuh dan banyak yang gigit jari.
Jadi, penerima vaksin akan lebih tenang dan tak lagi was-was dengan berbagai pemberitaan seputar pasca vaksinasi. Mereka tetap bisa beraktivitas jikalau ada keluhan, mereka bisa membuka aplikasi yang terpercaya tersebut.
Entah bagaimana caranya, yang jelas sebagai pekerja lepas, pendaftaran vaksinasi di Indonesia masihlah sulit. Padahal, menerima vaksin juga merupakan hak semua warga negara yang seyogianya dikelola dengan lebih baik lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H