Mereka biasanya senang dengan aktivitas mengganti mading dengan karya terbaru. Terlebih, agar tidak bosan, kami juga menentukan tema mading dengan tema tertentu sesuai materi pembelajaran tematik yang sedang berlangsung.
Misalnya, pada bulan ini mading yang diisi bertema organ tubuh hewan dan manusia karena materi pembelajaran sedang masuk Tema 6. Lalu, pada bulan berikutnya, mading pun berganti dengan tema sejarah bangsa Indonesia karena merupakan materi pada Tema 7 dan seterusnya. Isi dari tema mading pun sesuai dengan tugas yang kami minta untuk mengumpulkan. Tentu, tugas yang terbaik akan kami pajang di mading walau kadang lagi-lagi dengan rasa keadilan, hampir semua anak akan kebagian mendapatkan jatah tayang di majalah dinding.
Ada banyak jenis karya yang bisa kami pajang dalam mading. Biasanya, tulisan karangan siswa yang paling banyak. Namun, cerita bergambar (cergam), komik, dan beberapa Do It Yourself  (DIY) juga bisa dipajang.
Jika sedang ada tugas membuat kliping mengenai materi IPA dan IPS, karya mereka pun bisa jadi informasi penting dalam mading. Asalkan ada komposisi pas dalam mading diantara berbagai karya tersebut, maka isi dari mading masih bisa diambil dari tugas siswa.
Beda cerita ketika ada penilaian suatu lomba semisal Adiwiyata atau lomba lain. Maka, guru biasanya akan turun langsung menangani mading. Guru pun berjibaku menata sedemikian rupa agar mading bisa tertata dengan baik.
Di tengah pandemi dan pembelajaran daring seperti ini, harus diakui bahwa mading bukanlah prioritas di dalam pembelajaran. Siapa yang akan membaca mading toh pembelajaran dilakukan di rumah?
Mading pun banyak yang terbengkalai. Sarang laba-laba dan hewan lain akan mulai menjadi tempat asyik untuk berkembang. Kertas di dalam mading mulai berubah menjadi kuning dan berdebu. Tulisan di dalamnya mulai tak terbaca jelas hingga akhirnya menyisakan lembaran kertas tanpa makna.
Tidak hanya itu, kebanyakan tugas pun hanya berupa tugas online. Siswa hanya perlu memotret foto tugas yang diminta sang guru. Tidak lagi mengumpulkan dalam bentuk fisik walau ada juga beberapa guru yang masih meminta tugas fisik dari siswa mereka. Tentu, dengan tak adanya tugas fisik yang dikumpulkan, maka guru pun tak memiliki bahan untuk mengisi mading.
Dengan tidak menjadi prioritas, maka mading pun tidur semantara waktu di masa pandemi ini. Ia sering terabaikan di tengah berbagai teori seputar bagaimana pendidikan tetap berjalan. Padahal, jika sang guru bisa meluangkan waktu, ia masih bisa mengisi mading di sekolahnya. Ia bisa memoto mading tersebut ke WAG siswa dan wali murid. Mereka bisa membacanya dengan baik.