Kemarin, ramai di media sosial mengenai driver ojek online yang ditangkap kepolisian di Solo.
Alasan penangkapan tersebut adalah karena sang driver membawa barang dagangan miras yang diantarkannya. Ia yang tidak tahu isi dari barang tersebut terkejut dan harus menelan pil pahit. Ditangkap polisi dan dijadikan tersangka dengan tuduhan pasal 204 KUHP dan harus menjalani wajib lapor. Ia juga harus menanggung rugi sebesar 375 ribu rupiah. Angka yang cukup banyak bagi seorang driver ojek.Â
Namun, setelah ia mengunggah kisahnya di forum media sosial lokal, pihak kepolisian pun akhirnya membebaskannya. Mereka juga menjadikannya hanya sebagai saksi dan mengganti rugi uang milik driver ojek online tersebut. Kasus pun dianggap selesai. Sang driver pun yang mulanya semangat berapi-api agar kasus ini bisa mendapat keadilan menjadi bungkam.
Meski demikian, banyak warganet yang penasaran. Mengapa tim kepolisian begitu cepat menangkap driver ojek online padahal ia tidak tahu sama sekali isi dari paket yang ia kirimkan? Tidak hanya itu, selepas nomor pemesan tersebar di media sosial, banyak warganet yang mencari identitasnya. Dan ternyata, melalui aplikasi pelacak kontak ditemukan bahwa sang pembeli adalah seorang oknum polisi di kepolisan Surakarta. Beberapa warganet juga sempat menemukan akun Instagram oknum tersebut yang akhirnya kini hilang tak berbekas.
Kasus yang viral kemarin membuat mata sebagian orang terbelalak. Mengapa ojol begitu mudah sekali dipermainkan dan dijebak seperti itu? Terlebih, ada dua orang ojol yang ditangkap dengan tuduhan yang sama dan waktu yang bebarengan pula. Mengapa mereka tak diberi kesempatan untuk menjelaskan dengan detail posisi yang mereka alami sebelum ditangkap dan dijadikan tersangka?
Pertanyaan-pertanyaan itu hanya akan menjadi asumsi dan tidak bisa dijawab. Ada batas yang cukup tebal antara masyarakat luas dan pihak kepolisian dalam kasus seperti ini. Yang penting kasus selesai dan nama baik kepolisan tidak tercoreng. Untuk urusan oknum yang berada di balik kasus ini, biarlah menjadi misteri sampai hari kiamat tiba.
Pertanyaan pun kemudian beralih kepada bagaimana jika ojol tersebut tidak memviralkan kejadian naas yang dialaminya? Apakah ia akan dibebaskan segera atau masih harus menjadi tersangka dan mendapat hukuman dari perbuatan yang tidak dilakukannya?
Jawaban pun tidak bisa diprediksi kembali. Akhirnya, media sosial pun kembali menjadi kontrol masyarakat atas ketidakadilan yang terjadi. Warganet yang cerdas dengan cepat bisa membuka tabir siapa yang berada di balik nomor yang digunakan untuk mengorder miras tersebut. Dengan kekuatan komentar "up", mereka berharap masalah ini menjadi perhatian serius.
Bola panas pun yang sempat bergulir pun akhirnya padam dengan klarifikasi dari pihak Kepolisian dan Walikota Solo terkait kasus tersebut. Klarifikasi juga diberikan oleh pihak Gojek yang memberikan keterangan bahwa semua sudah selesai.
Meski begitu, ada empat pelajaran penting terkait hal ini.
Pertama, tentu saja dari pihak driver ojol yang harus lebih teliti lagi dalam melakukan pengantaran terutama lewat Go-Shop. Nota pembelian atau keterangan tertulis mengenai isi barang wajib ada agar mereka bisa mengantarkan dengan tenang. Jika ada yang mencurigakan, maka berinisiatif melapor kepada pihak kepolisian adalah hal utama. Semisal, jika penjual dan pembeli tidak mau jujur memberi tahu isi dan spesifikasi dari barang yang akan diantar.