Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Emang Masih Zaman Membagi Rapor Berdasarkan Peringkat Nilai di Kelas?

14 Juni 2021   06:10 Diperbarui: 16 Juni 2021   08:47 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembagian rapor. - Merdeka.com/Dwi Narwoko

Minggu ini, berdasarkan kalender pendidikan, hampir semua sekolah akan melaksanakan penerimaan rapor.

Momen ini akan ditunggu oleh siswa dan orang tua atau wali murid karena menjadi acuan belajar selama satu semster. Ajang penerimaan rapor yang dilakukan secara berkala tidak sekadar menjadi ajang komunikasi antara wali kelas dan wali murid. 

Penerimaan rapor juga menjadi ajang untuk memberikan informasi pendidikan dari pihak sekolah serta sebagai bentuk pertanggungjawaban wali kelas atau guru selama satu atau tengah semester.

Ketika kita sekolah dulu, terutama jika ikut orang tua mengambil rapor di sekolah, maka rasa H2C alias harap-harap cemas akan menjadi rasa yang kita alami. Apakah akan ada nilai merah pada rapor atau terjadi penurunan peringkat. Biasaya, kita bisa menebak hasil belajar kita berdasarkan urutan pemanggilan orang tua kita saat penerimaan rapor berlangsung.

Ada adagium bahwa siswa yang mendapatkan nilai bagus dan berperingkat teratas di kelas akan dipanggil terlebih dahulu. Sementara, bagi siswa yang namanya dipanggil paling akhir maka mendapatkan peringkat buncit dan otomatis memiliki prestasi belajar yang buruk.

Alhasil, rasa was-was dan cemas itu pun bercampur aduk dan kadang melumpuhkan mental juga ketika nama kita tidak segera dipanggil.

Lantas, apakah tradisi semacam ini masih tetap berlangsung? Bagaimana pula guru kelas atau wali kelas menata rapornya saat ini? Apakah berdasarkan peringkat siswa atau patokan lain?

Ilustrasi pembagian rapor. - Merdeka.com/Dwi Narwoko
Ilustrasi pembagian rapor. - Merdeka.com/Dwi Narwoko
Sebenarnya, Kepala Sekolah atau pun pihak sekolah tidak secara khusus memberikan patokan bagaimana wali kelas menata rapor dan memanggil siswanya berdasarkan nilai. 

Sekolah hanya memprioritaskan kepada siswa yang memiliki masalah tertentu semisal nilainya kurang atau sering tidak masuk sekolah dan mengumpulkan tugas. Instruksi Kepala Sekolah agar wali kelas bisa memberikan banyak masukan pada wali murid pada siswa dengan kriteria tersebut.

Nah, jika siswa tersebut didahulukan, maka otomatis akan membuat wali murid lain yang nilai anaknya sudah baik cukup menjadi menunggu lama. Inilah alasan ada adagium jika siswa yang nilainya kurang atau mendapat peringkat terbawah di kelas dipanggil paling akhir. Padahal, urutan pemanggilan tersebut diserahkan kepada masing-masing wali kelas.

Dulu, saat pertama menjadi wali kelas, saya pernah melakukan urutan pemanggilan berdasarkan peringkat nilai. Sebelum memulai pembagian rapor, saya mengurutkan terlebih dahulu nama siswa berdasarkan peringkat nilai. Meski, saya tidak menuliskan peringkat siswa di papan tulis karena sudah tidak perlu lagi.

Walaupun bagus dan sesuai tradisi, tetapi saya kasihan dengan wali murid yang anaknya memiliki nilai kurang tetapi datang lebih awal. Kalau mereka dipanggil pada urutan akhir, maka bagi saya hal itu tidaklah adil. 

Mereka sudah niat untuk mengambil rapor dengan datang lebih awal dan seharusnya mendapatkan apresiasi lebih. Biasanya, saya sering menemui siswa yang secara akademik kurang dan butuh bimbingan tetapi sang orang tua begitu perhatian dengan datang menerima rapor tepat waktu. Belum lagi jika mereka masih ada pekerjaan lain, rasanya kok tidak tepat jika memanggil nama berdasarkan peringkat nilai.

Akhirnya, saya memutuskan untuk membagi rapor berdasarkan urutan kehadiran. Mereka yang datang lebih dulu akan saya panggil lebih dulu. Saya berpedoman pada urutan kehadiran yang ada di aula. 

Biasanya, Kepala Sekolah mengumpulkan seluruh wali murid dalam tiap angkatan di dalam aula sebelum masuk ke ruang kelas masing-masing karena ada pengarahan.

Biasanya, saya meminta rekan guru lain yang sudah selesai membagi rapor untuk mengurutkan rapor sesuai urutan kehadiran. Mereka yang datang lebih dulu akan saya panggil lebih awal berapa pun nilai dari sang anak. 

Kadang, saya meminta siswa kelas 6 yang secara mental sudah matang untuk membantu saya. Kertas daftar hadir saya fotokopi sebentar dan meminta mereka mengurutkan. Anak-anak tersebut senang sekali jika diberi tanggung jawab demikian.

Kegiatan ini memang cukup merepotkan. Walau begitu, dengan cara ini, saya bisa mengapresiasi wali murid yang datang tepat waktu. Apresiasi ini juga jadi pembelajaran juga karena tidak semua orang bisa meluangkan waktunya sebentar untuk mengambil rapor siswanya. 

Meski, saya paham bagi beberapa wali murid dengan kesibukannya yang luar biasa harus terlambat datang mengambil rapor. Mereka biasanya meminta izin dahulu akan mengambil rapor saat siang hari atau keesokan harinya.

Jika tidak berdasarkan urutan kehadiran, saya bisanya mengelompokkan urutan pemanggilan berdasarkan kriteria siswa di kelas. Saya kelompokkan siswa semisal yang sering datang terlambat dalam satu kelompok. Siswa yang sering tidak mengerjakan tugas dalam kelompok. Siswa yang gemar berbicara di kelas dalam satu kelompok.

Pengelompokan seperti ini akan mempermudah saya untuk bisa memberi feedback pada wali murid. Saya bisa memberi arahan dengan isi yang saling berkaitan. Perlu diketahui, jika kita menjadi wali kelas, salah satu tantangan kita adalah memberi feedback yang tepat kepada wali murid saat pembagian rapor.

Jujur, saya sering ngeblank ketika akan memberikan feedback tersebut karena manusiawi tidak bisa tepat mengenal dan memahami semua siswa saya yang lenih dari 30 anak. Maka dari itu, agar bisa tertata rapi, saya mengelompokkan urutan pemanggilan rapor berdasarkan isi dari feedback yang akan saya paparkan.

Pemanggilan rapor berdasarkan nomor urut absen juga pernah saya lakukan. Pemanggilan dengan cara seperti ini juga mempermudah wali kelas. Selain bisa diurutkan, juga menghemat untuk proses memasukkan nilai ke buku induk.

Pada masa sekarang, tentu penerimaan rapor tidak seperti dulu karena adanya pandemi. Banyak sekolah yang masih melakukan kegiatan ini melalui daring atau pertemuan zoom bersama. Namun, ada pula yang sudah melakukannya secara luring seperti dulu.

Sebenarnya, pengambilan rapor dengan adanya pandemi tidaklah harus bersamaan. Tidak harus mengumpulkan wali murid dalam satu tempat. Wali kelas bisa membagikan video arahan dari Kepala Sekolah melalui WAG kelas masing-masing. Wali murid bisa datang ke sekolah kapan saja asal masih dalam waktu yang ditentukan, semisal dua hari kerja.

Fleksibilitas semacam ini akan membuat wali kelas lebih leluasa dalam memberikan feedback sang siswa kepada wali murid tanpa terbebani dengan durasi waktu. Jalinan komunikasi pun akan semakin erat dan bisa meningkatkan prestasi belajar siswa di masa sulit ini.

Dengan fleksibillitas waktu dan komunikasi antara wali kelas dan wali murid, akan ada poin penting yang bisa digarisbawahi seputar siswa. Poin penting ini akan sangat berguna bagi guru kelas tingkat selanjutnya dalam memberikan treatment yang tepat pada siswa. 

Misalkan, sebagai wali kelas 5, setelah berkomunikasi dengan para wali murid saat pembagian rapor, saya bisa mencatat dengan detail seputar karakter siswa saya selama satu tahun.

Nantinya, saya bisa memberikan catatan tersebut kepada guru kelas 6 agar bisa lebih baik dalam membimbing mereka. Jadi, saya tidak terburu waktu dan begitu saja menyerahkan siswa saya pada guru tingkat selanjutnya. Layanan pendidikan pun akan lebih baik karena ada keberlanjutan yang tak terputus dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya. 

Jadi, apakah masih zaman memanggil nama siswa berdasarkan urutan peringkat nilai?
Kita diskusi yuk!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun