Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

International Pageant Day, Perayaan Kontes Kecantikan sebagai Sebuah Industri Besar

10 April 2021   08:48 Diperbarui: 10 April 2021   08:53 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kaitannya dengan dampak pageant sendiri terhadap masyarakat luas, meski banyak yang masih memandang sebelah mata, tetapi pageant telah mulai menunjukkan dampaknya. Salah satunya adalah ketika Miss Grand Myanmar -- Han Lay -- dengan lantang meminta bantuan internasional saat ia menceritakan apa yang sedang terjadi di negaranya. Militer Myanmar pun berang. Meskipun tidak secara langsung, Han Lay diisukan akan ditangkap oleh militer Myanmar jika ia pulang ke negaranya. Atas dasar inilah, pemilik MGI, Mr. Nawat menampungnya di Thailand untuk sementara waktu.


Kontes kecantikan juga membuat rasa nasionalisme warga negara terhadap negaranya tumbuh. Ini bisa kita saksikan saat peserta pageant yang mewakili sebuah negara tampil atau baru saja mengunggah foto dan video. Dukungan pun akan mengalir dengan kencang bagi mereka yang sudah susay payah berlatih diri dan bertransformasi ke arah yang lebih baik.

Dukungan paling jelas ketika kontes kecantikan menggelar voting atau pemilihan terbuka, baik melalui media sosial atau aplikasi khusus. Saat MGI digelar, banyak penggemar pageant tanah air yang rela tidak tidur demi memberikan suara melalui YT dan FB kepada wakil Indonesia. Terlebih, saat pemilihan kostum nasional terbaik digelar, harga diri bangsa seolah dipertaruhkan. Memberikan vote seakan sama dengan berteriak kencang di stadion atau GOR ketika melihat atlet Indonesia bertanding.

Sayang, kadang dukungan ini menjurus kepada upaya menjatuhkan kontestal lain, terutama yang dianggap musuh bebuyutan. Contoh utamanya adalah saling adu komentar buruk antara pendukung Indonesia dan Filipina dalam berbagai ajang pageant. Tidak hanya sekadar menjatuhkan dalam bentuk komentar, perang pun kini beralih kepada upaya untuk menyunting foto kontestan dari negara lain yang dianggap musuhnya seburuk-buruknya. Pageant pun menjelma menjadi ajang untuk melenggangkan hate of speech.

Dari kacamata ini, pelaku pageant terutama kontestan sudah saatnya untuk bisa menahan penggemarnya agar hanya fokus dengan wakil mereka sendiri. Kritik membangun dengan bahasa yang santun menjadi kunci karena tekanan terhadap peserta pageant amatlah tinggi. Kisah Miss Eco Indonesia yang menjadi bulan-bulanan warganet lantaran terbata-bata saat sesi Q and A babak 10 besar MEI 2020 seharusnya menjadi yang terakhir. Jika kita ingin wakil kita dihargai oleh masyarakat dunia, maka menghargai wakil kita adalah hal utama yang harus kita lakukan.

Seiring bergulirnya waktu, pageant pun menjelam menjadi ajang untuk membuat konten video yang cukup menjanjikan. Berbagai pageant session atau cerita dan ulasan mengenai pageant bermunculan. Di Indonesia, aktor Gandhi Fernando memulainya dengan cukup baik. Sementara, beberapa nama seperti Alvin Sebetero dari Filipina juga dikenal sebagai pageant analysis yang memberikan paparan lengkap dari A sampai Z terhadap kontestan yang diulasnya. Ia juga dikenal cukup obyektif mengulik kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh peserta pageant.


Dunia pageant juga menjadi sesuatu hal yang menjanjikan bagi mereka yang memiliki uang berlebih. Ivan Gunawan atau Igun adalah contoh nyatanya. Dengan Yayasan Dunia Mega BIntang (YDMB), ia sukses melejitkan wakil Indonesia di ajang internasional dalam waktu singkat. Banyak orang takjub terhadap pengeluaran yang ia berikan pada ratu yang ia kirim. Untung saja, perjuangan Igun tak sia-sia dengan menempatkan wakil Indonesia dalam jajaran 5 besar MGI 2020. Lisensi kontes kecantikan kini menjadi hal yang menjanjikan saat ini.


Tentu, dunia pageant masih memiliki banyak tantangan. Penerimaan masyarakat yang belum sepenuhnya besar, seperti yang terjadi di Indonesia juga menjadi batu sandungan. Pemilik lisensi  atau penyelenggata kontes kecantikan yang tidak melayani peserta kontes kecantikan dengan baik juga kerap terjadi. Isu miring seputar pelecehan seksual terhadap peserta kontes kecantikan di beberapa negara juga masih menjadi bukti bahwa dunia pageant belum sepenuhnya bisa menampilkan apa yang menjadi tujuan dari penyelenggaraan ajang tersebut.

Lantas, bagaimana menurut Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun