Drama Badminton dan MGI, Ujian Kesabaran Untuk Mendukung Pahlawan Negara
Minggu ini bisa disebut sebagai minggu kelam bangi bangsa Indonesia.
Setelah semua wakil Indonesia dipaksa untuk mengundurkan diri akibat adanya salah seorang penumpang yang terpapar covid-19 dalam rombongan pemain badminton Indonesia, pada malam kemarin, pil pahit harus kembali ditelan oleh Indonesia.
Aurra Kharisma, yang mewakili Indonesia di ajang Miss Grand Indonesia gagal menjadi peserta dengan vote terbanyak pada pemungutan suara kategori Country Choice of The Year. Aurra gagal menjadi yang terbaik dan tidak bisa secara otomatis masuk babak 20 besar akibat kalah dari wakil Kamboja, Chily Tevy. Wakil Kamboja tersebut berhasil masuk secara otomatis ke babak 20 besar setelah unggul sekitar 300 ribu poin dari hasil perhitungan melalui Facebook dan You Tube.
Mereka mengulur waktu perhitungan di saat posisi Indonesia sudah cukup unggul. Perhitungan yang awalnya berakhir pada Jumat pagi kemarin diundur hingga malam hari. Dari beberapa kabar yang beredar, wakil Kamboja bisa sangat besar suaranya karena didukung oleh 3 negara lain, Filipina, Malaysia, dan Vietnam yang sudah tidak lolos pada babak pemilihan awal. Entah apa alasannya, yang jelas jika dihitung secara kasat mata, jumlah penduduk Kamboja dan penggemar kontes kecantikannya tidak akan bisa melebihi Indonesia sendiri.
Padahal, dukungan kepada Aurra sudah diberikan oleh para pesohor negeri ini, seperti Ivan Gunawan sebagai National Director (natdir) Miss Grand Indonesia, Rosa, Ruben Onshu, Krisdayanti, dan lain sebagainya. Dukungan dari pageant lover memainkan jemari lentiknya untuk membagikan foto dan video sebagai poin penilaian juga tak henti-hentinya diberikan. Â Bahkan ada beberapa pageant lover Indonesa yang rela begadang sepanjang malam untuk mendukung Aurra. Namun, semua usaaha tersebut harus terhenti lantaran pihak MGI tidak konsisten terhadap aturan yang dibuatnya.
Sedih pasti, kecewa wajar, marah apalagi. Rasa sesak yang sama juga bisa dirasakan saat melihat pemain Indonesia dicurangi oleh BWF selaku penyelenggara pertandingan. Kalau melihat wakil kita kalah secara fair dan memang layak kalah mungkin kita akan lebih ikhlas. Melihat mereka dipermainkan seperti itu, rasanya sumpah serapah dan segala peluru yang ada di dalam diri seakan ingin dikeluarkan.
Meski demikian, saya memaknai kegagalan wakil kita dengan cara seperti itu dalam pandangan yang berbeda. Kita memang memiliki rasa nasionalisme tinggi untuk mendukung wakil kita. Melihat pemain bulu tangkis yang berlatih setiap hari, keringatnya berucucuran, dan tangisan air mata saat mereka menang rasanya sepadan dengan dukungan yang kita berikat. Sama halnya ketika saya melihat Aurra Kharisma yang melakukan banyak sekali transformasi, mulai berlatih berbicara bahasa asing, berlatih catwalk, dan lain sebagainya, rasanya menjadi pelecut tersendiri.
Walau begitu, mengumpat dan meluapkannya di media sosial bukanlah cara terbaik. Memaki-maki penyelenggara, dalam hal ini BWF dan MGI juga bukan pilihan tepat. Kalau kita memaki mereka, apa yang akan kita dapat? Sebutan netizen yang paling tidak tidak sopan se-Asia Tenggara memang nyata adanya. Tidak hanya itu, bisa saja akan berdampak pada wakil kita yang bertanding di ajang internasional. Entah badminton, kontes kecantikan, atau hal lainnya.
Bukan karena mereka bisa saja terdiskriminasi lagi, tetapi juga akan mempengaruhi mental mereka yang bertanding. Mereka bisa saja ikut marah dan kecewa yang berlebihan. Kondisi seperti ini bisa saja akan akan menguntungkan wakil negara lain, terutama yang memiliki kans sama besar dengan wakil kita untuk menang.
Cara terbaik yang bisa dilakukan adalah tetap memberikan dukungan positif. Memberi semangat kembali dan memastikan bahwa kita, para pendukung mereka akan tetap ada. Indonesia tetap akan satu apa pun yang terjadi. Poin persatuan semacam inilah yang perlu kita berikan pada mereka.
Jikalau ingin melakukan protes, kita memiliki perpanjangan tangan yang memang berwenang melakukannya, semisal PBSI. Mereka bisa dengan keras protes kepada BWF sesuai kapasitasnya dengan sebagai induk organisasi bulu tangkis di negeri ini agar kejadian diskriminasi seperti ini tidak lagi terulang. Dalam kaitannya dengan MGI, yayasan yang menaungi Aurra juga bisa mengajukan usulan dan saran agar pihak MGI tetap konsisten dengan aturan yang telah dibuatnya.
Poin selanjutnya adalah meyakini bahwa apa yang terjadi dengan wakil kita di ajang internasional adalah sebuah ujian kesabaran. Sampai berapa tahan kita mendukung wakik kita dengan ikhlas demi kemajuan negara. Sampai berapa kuat kita meneriakkan chant "Indonesia" kala pemain badminton kita mencetak poin. Dan sampai berapa tahan jari-jemari lentik kita mendukung perwakilan kontes kecantikan dalam bentuk voting sebanyak-banyaknya. Meski, dalam hati yang paling dalam rasanya nyesek setelah bergadang semalaman tiada henti jari jemari ini mengobrak-abrik laman Miss Grand International lewat vote yang sudah diberikan.
Yang tak kalah pentingnya, di balik sebuah musibah atau ujian, pasti ada hikmahnya. Mungkin, All England bukanlah ajang yang menjadi saat wakil untuk menjadikan pemain Indonesia bersinar. Namun, bisa saja Piaia Thomas, Piala Uber, Piala Sudirman, atau bahkan olimpiade musim panas dan berbagai turnamen lain. Bisa saja, dengan kejadian yang menyakitkan ini, menjadi titik balik bagi dunia bulu tangkis Indonesia bahwa sudah saatnya kita mendominasi berbagai nomor, baik tunggal maupu beregu, putra dan putri.
Dalam kaitannya dengan kekalahan menyakitkan wakil Indonesia pada babak voting Miss Grand International, bisa saja ini juga menjadi tanda kemenangan Aurra yang sesungguhnya. Aurra tidak pantas masuk melalui babak voting tetapi ia sangat layak masuk 20 besar melalui penilaian dewan juri. Kekalahan ini juga bisa membuktikan bahwa Aurra tidak saja menang secara dukungan tetapi menang secara kualitas. Banyak pengamat media dan pageant yang menaruh perhatian besar pada Aurra. Itu tampak pada seringnya ia diwawancarai seputar karantina yang sedang dihadapinya. Bukan mustahil, Aurra akan membawa mahkota MGI untuk kedua kali bagi Indonesia.
Juara yang sejati bukanlah mereka yang selalu menang dalam setiap pertandingan. Juara yang sejati adalah mereka yang bisa bangkit setelah mereka mengalami kekalahan terlebih kekalahan tersebut amat menyakitkan. Saya yakin, mental juara para pemian buku tangkis dan wakil Indoneisa di ajang kontes kecantikan bukanlah kaleng-kaleng. Dan mental itu akan kembali bangkit lewat dukungan positif kita kembali.
Sebagai penutup, alasan kita mendukung wakil Indonesia habis-habisan karena kita ingin ada yang kita banggakan dari negara kita. Melihat bangsa ini yang sedang tidak baik-baik saja, rasanya mendapatkan hasil maksimal dari mereka yang bertanding di ajang internasional seperti oase yang amat menyegarkan. Ketika saa melihat berita korupsi, dan segala bentuk ketidakadilan di negeri ini, hati saya kembali cerita setelah melihat Aurra mengibarkan bendera merah putih untuk berjuang di sana.
Jadi, mari kita tetap dukung wakil kita meski sadar saat ini kondisi semakin sulit. Sebagai informasi, beberapa hari ke depan Miss Grand International akan melakukan vote untuk memilih kostum nasional terbaik. Mati kita rapatkan barisan untuk mendukung wakil kita kembali semampu kita agar sematan kostum nasional terbaik bisa kita raih kembali.
Yuk bisa yuk... yuk bangkit yuk..
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI